Maraknya Pernikahan Anak di Bawah Umur Jadi Sorotan Women’s March

0
505

Surabaya – Aksi turun ke jalan yang dilakukan Women’s March, tak hanya menuntut perlindungan dan menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan, namun juga menaikkan batas usia minimal perempuan untuk menikah. Hal ini guna membatasi terjadinya pernikahan anak di bawah umur.

“Karena kami masih melihat maraknya pernikahan anak di Indonesia, khususnya di Jawa Timur,” ujar koordinator aksi, Poedjiati Tan, saat aksi di Car Free Day Taman Bungkul, Jalan Raya Darmo, Surabaya, Minggu (4/3/2018).

Menurut Poedji, anak usia dini seharusnya memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan minimal SMA. Hal ini penting karena sebagai perempuan tidak hanya perlu dibekali ilmu merawat anak saja, namun juga harus memiliki pengetahuan umum yang cukup.

Perempuan yang berpendidikan, kata Pedjiati, dinilai bisa lebih mandiri dan membantu perekonomian keluarga. “Nanti kalau mau bekerja, misal jaga toko saja itu pendidikan minimalnya harus SMA,” ujar co-founder Komunitas Konde ini.

Tak hanya itu, saat anak di bawah umur menikah, beberapa organ dalam tubuhnya juga belum siap. Misalnya ketika melahirkan nanti, kemungkinan terjadi kecelakaan hingga kematian pun cukup tinggi.

Sementara, psikologi anak juga tidak cukup dewasa untuk menghadapi berbagai masalah rumah tangga. “Bayangkan, anak usia 13 tahun sudah kawin siri, kan masih belum siap secara fisik dan psikologinya,” tambah Poedji.

Menyikapi hal ini, Poedji berharap adanya kepedulian dari semua pihak. Untuk aksinya ini, dia berharap bisa membangun kesadaran bersama.

“Kami tidak terlampau mengharapkan pemerintah, tapi dalam aksi ini kita bisa mengimbau dan memberi edukasi kepada masyarakat untuk bergerak bersama,” imbau Poedji.

Leave a reply