
Kurikulum Merdeka Segera Digunakan Secara Nasional, Pemangku Kepentingan Beri Masukan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) segera mengimplementasikan Kurikulum Merdeka secara nasional. Untuk itu, Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) menggelar uji publik untuk mendapat masukan dari berbagai pihak.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) segera mengimplementasikan Kurikulum Merdeka secara nasional. Untuk itu, Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) menggelar uji publik untuk mendapat masukan dari berbagai pihak.
Kepala BSKAP, Anindito Aditomo, menyebut uji publik menjadi wadah bagi Kemendikbudristek untuk menerima masukan dan aspirasi. Khususnya yang bersifat konstruktif dari pemangku kepentingan, baik dari sisi formal maupun materi substansial dalam upaya penyempurnaan Rancangan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) tentang Kurikulum Merdeka.
“Garis besar rancangan peraturan menteri ini adalah mengatur tentang tujuan dan prinsip dari Kurikulum Merdeka, kerangka dasar dan struktur Kurikulum Merdeka, serta implementasi dari Kurikulum Merdeka itu sendiri,” kata Nino, sapaan karib Anindito Aditomo, dalam keterangan tertulis, Selasa, 20 Februari 2024.
Nino menjelaskan Permendikbudristek yang sedang dirancang merupakan bagian dari pengembangan dan penerapan Kurikulum Merdeka secara bertahap. Pengembangan Kurikulum Merdeka dilakukan sejak awal 2020 dan diterapkan terbatas di sekitar 3.000 Sekolah Penggerak pada 2021.
Pada tahap berikutnya, yaitu 2022 dan 2023, Kurikulum Merdeka menjadi opsi yang dapat dipilih oleh satuan pendidikan. Pada tahap tersebut, lebih dari 300 ribu satuan pendidikan secara sukarela memilih untuk mulai menerapkan Kurikulum Merdeka.
“Ini mencakup sekitar 80 persen dari satuan pendidikan formal di Indonesia,” jelas Anindito.
Pada 2024, penerapan kurikulum baru akan diperkuat dengan adanya Permendikbudristek Kurikulum Merdeka. Regulasi ini akan memberi kepastian bagi semua pihak tentang arah kebijakan kurikulum nasional.
“Setelah Permendikbudristek ini terbit, sekitar 20 persen satuan pendidikan yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka akan memiliki waktu 2 tahun untuk mempelajari dan kemudian menerapkannya,” ujar Nino.
Nino menyebut yang paling penting ditekankan dalam penerapan Kurikulum Merdeka adalah tujuannya. Pergantian kurikulum hanya cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama, yaitu meningkatkan kualitas pembelajaran bagi semua murid.
“Kurikulum Merdeka dirancang untuk memberi fleksibilitas bagi pendidik dan satuan pendidikan untuk menumbuhkembangkan cipta, rasa, dan karsa peserta didik agar menjadi pemelajar sepanjang hayat yang berkarakter Pancasila,” ujar Anindito.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Zulfikri, menegaskan Kurikulum Merdeka merupakan milik kita semua. Dia menyebut hakikatnya pendidikan bersifat inklusif, hadir untuk semua anak.
“Dunia pendidikan terbuka menerima peserta didik dengan segala kondisi. Peran pendidik menjadikan peserta didik yang mempunyai kekurangan untuk mampu mencari dan menemukan kekuatan di balik kekurangannya. Seorang guru sejati, ikhlas menerima peserta didik apa adanya,” jelas Zulfikri.
Proses pengembangan yang berkelanjutan dan partisipatif merupakan upaya pemerintah memastikan kebijakan yang diluncurkan tepat guna bagi pendidikan, termasuk kurikulum. Rancangan Permendikbudristek tentang Kurikulum Merdeka disusun untuk memastikan kualitas dan menjaga keberlanjutan transformasi pendidikan di Indonesia, serta menetapkan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional.
Pada substansinya, naskah ini mengatur terkait tujuan dan prinsip, kerangka dasar dan struktur kurikulum, serta hal-hal terkait implementasi Kurikulum Merdeka.
Ketika peraturan ini ditetapkan, satuan pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah dapat melaksanakan Kurikulum 2013 sampai dengan paling lama tahun ajaran 2025/2026.
Artinya, pemerintah memberikan waktu bagi satuan pendidikan untuk bertransisi. Selain itu, satuan pendidikan diberikan keleluasaan menerapkan Kurikulum Merdeka bertahap mulai dari kelas 1, 4, 7, dan 10 atau untuk seluruh kelas.
Masukan soal Kurikulum Merdeka
Uji publik dihadiri 152 orang perwakilan pemangku kepentingan pendidikan dari berbagai daerah di Indonesia. Peserta berasal dari unsur kepala satuan pendidikan, pendidik, dinas pendidikan dan pengawas, yayasan penyelenggara pendidikan, organisasi masyarakat, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), dan mitra pendidikan.
Pengurus Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, Alamsyah, menilai Kurikulum Merdeka bisa melejitkan daya saing kuat Indonesia hingga 50 tahun ke depan. Untuk itu, penambahan dan pemberian ruang bagi pendidikan keagamaan di madrasah, sekolah, dan pesantren perlu menjadi pertimbangan.
“Selain itu, penguatan kebangsaan bisa jadi perhatian bersama, misalnya melalui pramuka atau kegiatan lainnya. Kegiatan semisal itu perlu diwajibkan,” jelas Alamsyah.
Perwakilan dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah, Bagus Mustakim, mengatakan aspek lokalitas perlu muncul dalam peraturan.
“Hal ini dapat dilakukan melalui muatan lokal yang dapat diintegrasikan dengan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila atau bisa juga dengan mata pelajaran khusus melalui ekstrakurikuler,” ujar Bagus.
Sementara itu, Eko Ady, perwakilan dari Ikatan Pamong Belajar Indonesia (IPABI) menyebut pelibatan publik ini menjadi awal yang bagus. Hal itu agar grand design dari pendidikan dapat diterima dan diberikan masukan.
“Dengan demikian, ketika nanti diimplementasikan menjadi mudah dan efektif di lapangan,” ucap Eko.
Dari kelompok pengawas, Rivai, menyebut peraturan yang dirumuskan untuk umum tentu harus diuji publik dulu dari berbagai unsur. “Sehingga rumusan-rumusan akhir sudah mempertimbangkan kepentingan dari berbagai unsur dan dapat meluruskan miskonsepsi,” tutur dia.
Isti Budhi Setiawati, perwakilan dari komunitas Ibu Penggerak, mengatakan rancangan peraturan ini sudah sangat detail dan bahasanya mudah dipahami oleh orang tua. Dia mengingatkan tantangan berikutnya adalah menyosialisasikan kurikulum baru ini.
“Kemendikbudristek perlu menyusun strategi sosialisasi yang memudahkan orang tua untuk memahami aturan ini,” tegas Isti.
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Danang Hidayatullah, mengamini pernyataan Isti. Dia menyebut pemerintah perlu menyusun strategi sosialisasi dan implementasi yang memudahkan pemangku kepentingan memahami peraturan ini, khususnya di level satuan pendidikan dan pendidik, agar implementasinya tepat guna.
“Organisasi profesi guru siap membantu pemerintah untuk mengamplifikasi kebijakan ini dan pemerintah diharapkan dapat memfasilitasinya,” tutur Danang.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, juga menegaskan strategi implementasi penting untuk direfleksikan demi mengatasi permasalahan di lapangan. “Agar ekosistem pendidikan memahami peraturan secara komprehensif dan dapat berperan aktif dalam implementasi peraturan ini,” jelas Ubaid.
Ketua Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI), Asep Tapip Yani, menilai lampiran telah mencakup kebutuhan. “Tetapi perlu disesuaikan beberapa redaksi agar lebih terintegrasi dan konsisten,” jelas Asep.
Nurhandi, perwakilan dari Universitas Sanata Dharma mengatakan kurikulum ini tidak lagi tentang content-based. Tetapi lebih menekankan pengetahuan, sehingga perlu dihargai dan diapresiasi.
“Kurikulum ini juga punya peluang fleksibilitas otonomi sekolah,” tutur Nurhandi.
Namun, hal-hal seperti asesmen yang menguatkan proses pembelajaran perlu dikuatkan kembali. Ini penting karena selama ini pembelajaran cenderung disesuaikan dengan asesmen. Padahal, asesmen dilakukan untuk melihat capaian pembelajaran peserta didik.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, Uswatun Hasanah, menyatakan konsep dari Kurikulum Merdeka sudah baik. Tetapi, peran serta semua pihak sangat penting untuk mencari solusi atas berbagai tantangan di lapangan.
“Kami mengusulkan perlunya penguatan dengan berbagai perspektif. Regulasi ini bisa menjadi ‘rumah’ untuk setiap daerah,” kata dia.
Nino menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada semua peserta yang telah memberikan masukan-masukan yang sangat berharga. Hal itu untuk menghasilkan kebijakan pendidikan yang inklusif.
“Ketika Permendikbudristek ini sudah ditetapkan, diharapkan menjadi acuan bagi pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka dan memperoleh dukungan dari berbagai pihak,” jelas Nino.
Pada 2024, pemerintah akan kembali membuka pendaftaran bagi seluruh satuan pendidikan yang akan menerapkan Kurikulum Merdeka. Publik dapat mempelajari berbagai informasi dan regulasi terkait kebijakan kurikulum melalui laman https://kurikulum.kemdikbud.go.id dan buku teks Kurikulum Merdeka di https://buku.kemdikbud.go.id/katalog/buku-kurikulum-merdeka.