Hidupkan “Trisula” Pendidikan ala Ki Hajar Dewantara agar Tragedi Guru Budi Tak Terulang
SEMARANG – Kekerasan yang melibatkan siswa di sekolah hingga kemudian menewaskan guru Ahmad Budi Cahyono di Sampang Madura membuat kita miris dan prihatin. Ini mengindikasikan tidak utuhnya pola pengasuhan. Siswa MH dinilai tidak mempunyai batasan antara posisi guru dan murid yang seharusnya dia dapatkan dalam pola pendidikan di rumah. Anak tersebut, tidak memandang korban sebagai guru tetapi orang yang membuatnya tak nyaman.
Bisa jadi inilah pertama kali seorang guru tewas akibat dianiaya muridnya. Sejarah mencatat kejadian miris ini dengan tinta hitam. Kertas putih hitam sehitamnya sebagai bukti gagalnya para pemangku kekuasaan yang terkait pola pendidikan di negeri ini. Sungguh trenyuh menyaksikan persitiwa ini di mana seorang guru honorer harus mengorbankan jiwa ketika melaksanakan tugas mulia mendidik.
Pada zaman dahulu seorang murid melihat guru saja takut atau segan saking hormatnya kepada sosok guru. Sehingga ketika berpapasan saja sepertinya mereka menghindar karena merasa ada sesuatu yang kurang baik mereka lakukan. Namun, lambat laun, sikap hormat murid kepada guru tampaknya sudah mulai luntur. Kita tak hendak menggeneralisir persoalan namun peristiwa meninggalnya pak Budi di Sampang seolah menjadi kartu merah untuk kita semua.
Kasus penganiayaan itu terjadi di tengah proses belajar mengajar dalam mata pelajaran (mapel) kesenian di kelas XII SMAN 1 Torjun, Sampang, pada Kamis, 1 Februari 2018. Budi menegur MH yang tak menghiraukan instruksinya dalam mengajar, bahkan mengganggu kawan-kawannya yang lain. Karena tegurannya tak mempan, Budi mendatangi MH dan mencoretkan kuas bercat di wajah siswanya itu.
Tak terima, MH menyerang dan melayangkan pukulan ke Budi. Pukulan siswa yang jago beladiri itu mengenai pelipis dan tengkuk sang guru honorer berusia 27 tahun tersebut.
Sepulang ke rumah, Budi tak sadarkan diri. Keluarga lalu membawa Budi ke RSUD Dr Soetomo. Sekitar pukul 21.40 WIB, ia dinyatakan meninggal dunia lantaran mati batang otak akibat penganiayaan.
Lantas, agar tragedi Sampang ini tak terulang, upaya apa yang mesti dilakukan untuk mencegah kekerasan siswa di sekolah? Apa pula upaya yang dilakukan untuk mensinergikan pola asuh antara sekolah, guru, dan orangtua siswa? Peran serta seperti apa yang harus dilakukan oleh orang tua dan Keluarga?
Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola 92.6 FM berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Dr Ki Supriyoko MPd (Guru Besar, Wakil Ketua Majelis Luhur Persatuan Taman siswa (pendidikan), Direktur Pascasarjana Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa Yogyakarta) dan Doni Koesoema (pengamat Pendidikan Karakter).
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.