iPad di Sekolah Rakyat: Kemajuan atau Kesalahan Langkah?

0
262

Rencana penggunaan iPad di Sekolah Rakyat menuai kritik karena dinilai tidak tepat sasaran dan mengabaikan kebutuhan dasar literasi dan numerasi siswa.

Pemerintah lewat Kementerian Sosial (Kemensos) berencana meluncurkan program Sekolah Rakyat pada Juli 2025. Salah satu program prioritas Presiden Prabowo Subianto ini menjadi upaya pemerintah memutus rantai kemiskinan di Indonesia.

Sekolah gratis berkonsep asrama ini menyasar anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem yang masuk desil 1 Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Rencananya, Sekolah Rakyat akan hadir dari jenjang SD, SMP, dan SMA. “Tiap sekolah diharapkan ada 1000 siswa dan kita diperintah di tahun ini sudah bisa membuka di 100 titik,” ujar Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono dari situs resmi, Jumat (16/5/2025).

Tidak hanya tersebar, Sekolah Rakyat juga akan punya standar tersendiri. Dalam keterangan resmi situs Kemensos, dikatakan kalau setiap Sekolah Rakyat akan punya fasilitas lengkap; mulai dari laboratorium, fasilitas olahraga, asrama, sampai dengan penyediaan kebutuhan dasar mulai dari seragam sampai alat belajar yang mengikuti perkembangan zaman.

“Siswanya bukan kita kasih buku ataupun kapur, tapi sudah menggunakan iPad. Setiap siswa sudah menggunakan iPad, jadi sistem pendidikan yang akan kita gunakan itu berbasis teknologi,” ujar Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono dalam keterangan resmi, Jumat (16/5/2025).

Meski terkesan canggih dan progresif, upaya ini nampaknya kurang tepat sasaran. Sebab, pemanfaatan gawai bagi kegiatan belajar-mengajar, apalagi di tahap awal, malah bisa memberi dampak buruk bagi proses belajar anak.

“iPad tidak menjadi kebutuhan dasar anak hari ini,” ucap Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, kepada Tirto pada Rabu (4/6/2025).

Menurut dia, pendidikan seharusnya fokus dengan peningkatan kemampuan literasi, numerasi, dan saintifik. Tiga modal pendidikan dasar itu penting agar pembelajaran tidak terjebak dalam jebakan digitalisasi.

Ubaid mengatakan penggunaan gawai tidak akan memberi banyak manfaat tanpa kemampuan literasi yang mumpuni. Dia menegaskan proses pendidikan seharusnya selangkah demi langkah. “Penggunaan gawai (tingkatnya) di atas kemampuan dasar. Itu bisa dipakai jika kemampuan dasar kuat,” ucap dia.

Mengkritisi Program Pembangunan Sekolah Garuda & Sekolah Rakyat
Ia menyebut penajaman kemampuan dasar dengan media buku teks masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pendidikan di Indonesia. “Mereka bisa membaca, tapi hanya membaca. Tapi gak bisa memahami, menganalisis, mengaitkan inti dari bacaan dengan konteks hari ini,” tambah Ubaid lagi.

Dia juga menambahkan kalau akses ke perangkat seperti iPad juga malah rawan membuka jebakan konten negatif di internet seperti pornografi atau radikalisme, tanpa pengawasan yang optimal. Adanya kasus dugaan korupsi pengadaan perangkat Chromebook, yang melibatkan Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset Teknologi (Kemendikbudristek), membuat upaya digitalisasi di lingkup pendidikan ini makin terlihat tak elok.

Ubaid juga mengambil contoh negara Skandinavia yang malah mengembalikan pendidikan menggunakan buku teks ketimbang memanfaatkan gawai.

Comments are closed.