Bagi Kepsek Nakal di Banten, Terbukti Pungli, Langsung Pecat

0
547

Banten (WB) – Seluruh kepala SMA/SMK di Banten yang masih melakukan pungutan liar (pungli) kepada siswa, sebaiknya bersiap. Sebab Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH), tak lagi memberi ampun untuk kepala-kepala sekolah yang masih ‘nakal’ di lapangan. Bila terbukti memungut, bakal dipecat. Sikap tegas ini dilakukan WH, sebagai komitmen dalam mewujudkan pendidikan gratis di Banten.

GUBERNUR WH menunjukkan ketegasannya di sektor pendidikan. Janji memberi pendidikan gratis bagi siswa SMA/SMK se-Banten, diwujudkan melalui dana bantuan pendidikan dalam APBD Banten 2018. Kebutuhan hampir satu juta siswa SMA/SMK se-Banten, dipenuhi APBD. Setiap siswa akan memperoleh bantuan sebesar Rp 650 ribu. Jadi total jendral alokasi dana hibah bantuan operasional sekolah dari Pemrov Banten (Bosda) untuk SMA dan SMK dalam mata anggaran 2018, sebesar Rp 159,6 miliar.

Seiring kebijakan tersebut, Pemprov meningkatkan daya kontrol di tengah masyarakat untuk memastikan program pendidikan gratis ini terlaksana. Tidak tanggung-tanggung, Gubernur WH, membuka mata dan telinga langsung. Tak jarang, WH bercengkerama dengan para wali siswa, tanpa diketahui. Komunikasi itu dibangun baik secara langsung, maupun melalui sejumlah staf di lapangan.

Seperti yang terjadi di SMKN 4 Kota Tangerang. Kasus dugaan pungli menyeruak. Gubernur WH menerima laporan warga, dan langsung menindaklanjuti. WH, mengirim inspektorat Banten untuk melakukan pemeriksaan di lapangan, termasuk mengumpulkan sejumlah saksi. Hasilnya, pungli disimpulkan memang terjadi. WH pun memerintahkan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten untuk membuat SK pergantian kepala sekolah.

“Kepala SMKN 4 Tangerang saya pecat karena melakukan pungutan liar. Apapun alasannya tidak dibenarkan adanya pungutan kepada orangtua murid,” kata Gubernur WH, Rabu (21/2).

Ia menjelaskan, dari hasil pemeriksaan yang dilakukan inspektorat, siapapun yang terlibat juga akan diberikan sanksi. Misalnya uang pungutan itu disetor atau dibagi-bagi, maka akan ditindaklanjuti.

“Termasuk Kepala Dinas Pendidikan kalau mendapat bagian (setoran) juga akan kita tindak. Ini komitmen saya dalam memberantas pungutan liar yang berada di sektor pendidikan,” sambung WH.

WH juga menegaskan kepada seluruh kepala sekolah dilarang melakukan pungutan yang memberatkan orangtua murid. Dirinya mengaku tidak akan segan melakukan pemecatan terhadap oknum tersebut apabila mada pungutan.

“Saya akan bersikap tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan kepala sekolah. Tidak ada ampun bagi yang melakukan pungli,” tegasnya.

Inspektorat pada Senin (19/2) lalu, memeriksa Kepala SMKN 4 Kota Tangerang berkaitan dengan pungli. Pemeriksaan dilakukan di gedung Inspektorat Banten di KP3B, Curug, Kota Serang.

Dugaan pungli itu diketahui dari beredarnya selebaran surat dengan kop Komite Sekolah yang diedarkan di SMKN 4 Kota Tangerang, tertulis bahwa dana sebesar Rp 250.000 yang harus dibayarkan setiap siswa kelas X per bulannya dikumpulkan untuk sumbangan pendidikan guna menunjang dan mendukung kegiatan belajar dan mengajar di sekolah tersebut.

Proses pungli tersebut pun diketahui telah merupakan hasil kesepakatan dengan orang tua murid sejak 12 Agustus 2017 dan baru diedarkan kepada seluruh siswa pada 5 Februari 2018 lalu. Tanda tangan serta cap stempel dari kepala sekolah Kusdiharto dan ketua komite sekolah Saeful Anwar pun dibubuhkan dalam selebaran tersebut.

Sebelumnya, SMA/SMK dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah provinsi tidak memiliki kewenangan sedikitpun. Kewenangan ini lantas berubah seiring dikeluarkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pengelolaan SMA/SMK, berubah menjadi kewenangan pemerintah provinsi.

Di tengah perubahan kebijakan tersebut, sejumlah pihak menggugat. Pasal 15 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 berkaitan dengan perubahan kewenangan tersebut, diuji materi ke Mahkamah konstitusi (MK).

Namun, MK menolak permohonan tersebut. “Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Arief Hidayat, dalam persidangan yang digelar di MK, Jakarta Pusat, Rabu (26/7/2017) lalu.

Dalam pertimbangannya, MK mengacu pada putusan Nomor 30/PUU-XIV/2016. Dalam putusan itu telah dipertimbangkan mengenai kriteria pemberian kewenangan urusan pemerintahan konkuren kepada provinsi atau kabupaten/kota atau tetap dipegang oleh pemerintah pusat berdasarkan prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas serta kepentingan strategis nasional.

Shock Therapy

Keputusan Gubernur WH mengganti pucuk pimpinan di SMKN 4 Kota Tangerang, bisa jadi salah satu Shock Therapy bagi kepala-kepala SMA/SMK se-Banten. Sebab menurut WH, tidak menutup kemungkinan fenomena serupa terjadi di sekolah-sekolah lainnya. Sementara ia sendiri baru menjabat Sembilan bulan sebagai gubernur. WH menegaskan, akan memupus habis hingga ke akar bagi praktik-praktik pungli di sektor pendidikan.

Keputusannya terhadap kepala sekolah yang kebijakannya bermasalah tersebut, ditunjukkan sebagai bukti komitmen mewujudkan pendidikan gratis dan berkualitas di Banten. “Karena itu, tidak hanya kepala sekolah, tapi siapapun pejabat yang terlibat akan kita siapkan sanksi. Maka kasus ini (pemecatan kepala SMKN 4 Kota Tangerang, red) menjadi warning bagi semua kepala-kepala SMA/SMK di Banten. Tidak ada tempat jika ingin nakal,” tandas WH. Diketahui, di Banten, Bosda yang difasilitasi diantaranya digunakan untuk membayar honor guru, hingga biaya kebutuhan operasional sekolah lainnya. Tahun depan, anggaran itu direncanakan bertambah sehingga dipastikan tidak ada lagi anak-anak di Banten yang putus sekolah di tingkat SMA/SMK.

Leave a reply