Penyaluran KIP Hampir 100% Rampung
Jakarta – Program Indonesia Pintar (PIP) menjadi salah satu program prioritas pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla untuk membantu mengurangi angka anak putus sekolah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy mengatakan, penyebaran Kartu Indonesia Pintar (KIP) sudah hampir 100% dilakukan dengan sasaran 17,9 juta anak Indonesia.
Berdasarkan data Kemdikbud, bantuan PIP dimulai sejak 2014 dengan jumlah dana yang disalurkan sebesar Rp 4.322.559.975.000. Hingga bulan Desember 2018, total dana PIP yang telah disalurkan sebesar Rp 42.837.024.725.000.
“Penyaluran KIP sudah hampir 100%. KIP ini bukanlah sekadar kartu identitas yang menunjukkan kepemilikan hak, tetapi juga bisa untuk mengambil uang sehingga pemilik bisa mengambil secara bertahap sesuai kebutuhan. Bahkan untuk SMA dan SMK bisa untuk menabung kalau kebetulan dapat rezeki,” kata Muhadjir dalam Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) tahun 2019, di Pusdiklat Pegawai Kemdikbud, Bojongsari Depok, Jawa Barat, baru-baru ini.
Agar tepat sasaran, Muhadjir menyebutkan, pemerataan sebaran KIP ini melibatkan tiga pihak yakni, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Kementerian Sosial (Kemsos) untuk data, dan Kemdibud yang mendistribusikan KIP.
“Ketiga pihak ini saling berkaitan sehingga KIP memenuhi target. Misalnya untuk data, ada proses penyepadanan dari dapodik (data pokok pendidikan, red) dan data di Kemsos. Jadi tidak hanya murni dari sekolah, tetapi dari Kemsos juga,” ujarnya.
Ia melanjutkan, untuk mempermudah pencairan dana manfaat PIP, Kemdikbud telah mengembangkan layanan sesuai dengan perkembangan zaman. Kini, siswa tidak lagi harus antre di teller bank. Mereka dapat dengan mudah mengambil dana PIP dengan menggunakan KIP di Anjungan Tunai Mandiri (ATM) terdekat milik bank penyalur yang telah ditetapkan oleh Kemdikbud.
Kepala Bidang Pembinaan SMP, Dinas Pendidikan Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (Kalteng), Muhammad Irfansyah, memberikan apresiasi pembaruan pengembangan layanan PIP yang menggunakan ATM. Menurutnya, penggunaan KIP ATM di wilayahnya sangat membantu, khususnya daerah yang jauh dari kota. Siswa tidak perlu lagi mencari bank yang telah ditunjuk untuk melakukan proses administrasi pencairan dana manfaat PIP. Ia berharap pihak bank penyalur dapat melakukan jemput bola untuk mempermudah pencairan dana PIP, seperti membawa mobil ATM.
Hal senada juga diungkapkan Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) Suhartini. Menurut dia, peningkatan akses pendidikan bagi masyarakat dari keluarga tidak mampu merupakan salah satu kunci jawaban untuk mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Suhartini mengemukakan, dana manfaat PIP di Kota Mataram cukup besar. Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah kota Mataram perlu melakukan sosialisasi secara intensif kepada sekolah terkait teknis penyaluran dan pencairan dana tersebut.
“Kami memberikan pengarahan kepada guru dan kepala sekolah untuk teknis penyaluran dana PIP, dan bila perlu guru mendampingi siswa dalam proses pencairan dana manfaat PIP, tanpa memungut serupiah pun dari siswa,” ungkapnya.
Suhartini mengungkapkan, sosialisasi PIP dilakukan secara rutin sebagai salah satu upaya agar penyalurannya tepat sasaran. “Sebelum proses penyaluran Kartu Indonesia Pintar, kami kumpulkan semua kepala sekolah di Kota Mataram untuk pengarahan teknis penyaluran PIP,” ungkapnya.
Putus Sekolah
Namun, menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemerhati Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, PIP secara umum memang bagus untuk membantu akses bagi siswa miskin. Namun, ia menilai, program tersebut belum dapat diklaim berhasil mengurangi angka putus sekolah. Sebab, sistem dan birokrasi penyaluran PIP masih harus dibenahi karena masih belum tepat sasaran dan sulit diakses.
“PIP belum bisa ke arah situ (kurangi angka putus sekolah, red) karena dari akses masih sulit. Ini dapat dilihat dari jumlah sekolah negeri untuk SMA dan SMK masih terbatas dan tidak berbanding lurus dengan kebutuhan lulusan SMP,” ujarnya kepada SP, Selasa (12/2).
Untuk itu, Ubaid mengatakan, pemerintah harus berbenah dan memperbaiki akses. Pasalnya, JPPI menemukan masih banyak anak Indonesia yang susah mengakses pendidikan dan belum mendapat bantuan.
PIP sendiri dirancang pemerintah untuk membantu anak usia 6-21 tahun dari keluarga miskin melanjutkan pendidikannya, baik itu di sekolah formal maupun nonformal.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.