JPPI: Kampus Berpotensi Jadi Agen Kapitalis
Jakarta: Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan kebijakan Kampus Merdeka yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim belum berpihak pada kebutuhan utama masyarakat. Kebijakan ini juga disebut ubaid membuka peluang sebesar-besarnya kepada kampus untuk menjadi agen kapitalis.
Kebutuhan masyarakat Indonesia paling utama saat ini adalah akses terhadap pendidikan tinggi. “Kebijakan ini belum berpihak sama sekali dengan kebutuhan masyarakat yang masih berkutat pada masalah akses pendidikan tinggi,” ujar Ubaid di Jakarta, Senin, 27 Januari 2020.
Dia menambahkan, Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi masih rendah, yakni sekitar 31 persen. Namun, masyarakat malah disuguhkan kebijakan Merdeka Belajar yang bahkan tidak membahas mengenai upaya peningkatan partisipasi kasar masyarakat pada pendidikan tinggi.
Hal lain terkait kebijakan mahasiswa dapat mengambil SKS di luar kampus dengan kegiatan seperti magang yang dapat dikonversikan dengan 40 SKS. Kebijakan ini membuat pengelolaan perguruan tinggi sangat kental dengan kapitalisme yang pengelolaannya cenderung mendewakan pada pemenuhan kebutuhan industri.
Menurut Ubaid, kebutuhan industri itu memang penting, tapi tridarma perguruan tinggi juga harus tetap didahulukan. “Jika, melulutunduk pada industri maka kampus menjadi agen-agen kapitalis yang jauh dari misi kemanusiaan,” kata dia.
Ubaid menilai kebijakan lain di Kampus Merdeka juga lebih tepat jika disebut dengan kampus bebas, yang berarti memberikan kampus kewenangan untuk melakukan apapun. Termasuk tingginya Uang Kuliah Tunggal (UKT).
“Apalagi dengan mempermudah jalannya Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH), yang berujung pada komersialisasi pendidikan,” kata dia.
Selain itu, kebijakan tersebut juga tidak menyinggung mengapa Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) gagal dalam mencetak guru yang berkualitas.
Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim meluncurkan kebijakan Kampus Merdeka. Kebijakan tersebut merupakan lanjutan dari Merdeka Belajar. Terdapat empat poin kebijakan tersebut yakni otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru.
Kemudian program reakreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat. Akreditasi yang ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama lima tahun, namun akan diperbaharui secara otomatis.
Selanjutnya, kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH), dan kegiatan luar kampus sukarela bagi mahasiswa hingga tiga semester yang dapat dihargai dengan jumlah SKS tertentu.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.