Perbaikan Pembelajaran di Kelas, MGMP Perlu Direvitalisasi
Jakarta – Upaya peningkatan kompetensi dan kualitas pembelajaran di dalam kelas terus dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Guna menjadikan kelas menyenangkan dan memperoleh hasil memuaskan dalam proses belajar mengajar. Peningkatan itu dilakukan melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan sistem zonasi.
Koordibator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, prinsipnya belajar harus menyenangkan. MGMP harus dijadikan tempat capasity building bagi para guru dalam konteks peningkatan mutu guru.
“MGMP harusnya mampu mendorong ini. Tapi selama ini belum mampu mengarah ke sana. Biasanya hanya diisi dengan bikin soal, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tapi tidak membicarakan mutu pendidikan dan peningkatan kapasitas guru,” ujarnya kepada INDOPOS melalui telepon di Jakarta, baru-baru ini.
Padahal bila Kemendikbud serius bisa menjadi gambaran yang bagus. Bagi pemetaan mutu guru per mata pelajaran. Namun ini belum dilakukan. “Jangan hanya dijadikan pertemuan yang sifatnya sangat administratif,” jelas Ubaid Matraji.
Pengamat pendidikan Doni A Koesoema menilai sistem zonasi tidak terkait langsung dengan pembelajaran di kelas. Namun, sistem ini dapat membantu peningkatan kualitas guru di suatu zona melalui wadah MGMP.
Wadah tersebut tidak otomatis memperbaiki proses pembelajaran di kelas tergantung dari isi pelatihan yang diadakannya. Kalau isinya hanya bedah standar kompetensi lulusan untuk buat soal tidak akan efektif.
“Biasanya seperti itu. Jarang sekali yang isinya sharing pengalaman mengajar dan berbagi praktik baik. MGMP perlu direvitalisasi agar isi pertemuannya lebih fokus pada perbaikan pembelajaran di kelas,” terang Doni.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Supriano mengatakan, fokus membenahi proses belajar di kelas agar siswa berpatisipasi aktif.
“Saat ini kita fokus pada peningkatan proses pembelajaran, bagaimana meningkatkan kompetensi pembelajaran di kelas. Jadi prosesnya bukan konten atau materi pembelajarannya,” ungkap Supriano.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.