Pendampingan Untuk Siswa Korban Pelecehan
PURWOKERTO – Sebanyak 11 siswa salah satu SMP negeri di Kecamatan Sumpiuh yang menjadi korban pelecehan seksual oleh oknum pembina pramuka diberi pendampingan.
Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak (PPT-PKBGA) Banyumas, Tri Wuyanginsih, mengatakan pendampingan diperlukan untuk menghindari truma berkepanjangan para korban.
“Secara psikologis tidak terlihat, harus melalui observasi oleh psikolog dari PPT-PKBGA. Para korban harus melalui proses konseling dan trauma healing.
Jangan sampai korban berpotensi jadi pelaku,” katanya, kemarin. Menurut dia dalam beberapa kasus, pelaku pencabulan biasanya awalnya menjadi korban.
Seperti halnya yang disampaikan tersangka, RK (32), di mana dia mengaku pernah menjadi korban ketika masih duduk di Taman Kanak-kanak (TK).
“Biasanya pelaku sodomi awalnya adalah korban yang tidak ditangani secara berkelanjutan. Penagkuan tersangka, dia pernah mngalami hal itu, tapi tidak pernah diceritkan, dan tidak ditangani secara berkelanjutan,” ujar dia.
Seperti diberitakan, sedikitnya 11 siswa salah satu SMP negeri di Kecamatan Sumpiuh diduga menjadi korban pencabulan oleh pembina pramuka sekolah setempat.
Kapolres Banyumas, AKBP Bambang Yudhantara Salamun melalui Kasat Reskrim, AKP Agung Yudiawan, tersangka, RK (32), warga Purbalingga, telah ditangkap Jum’at (29/3).
Tersangka melakukan perbuatan tidak senonoh ketika sedang kegiatan pramuka untuk pembekalan kenaikan tingkat menjadi dewan penggalang di sekolah pada malam hari.
11 korban yang telah melapor adalah NI, KF, AP, ZS, DK, RN, NR, DP, RI, YAdan FKA, seluruhnya merupakan siswa laki-laki. Tersangka kepada polisi mengaku telah melakukan perbuatan cabul kepada siswanya sejak 2016 lalu. “Dewan penggalang bagi anak itu sebuah prestige, walaupun (kegiatan) malam hari pun siswa akan iktu serta.
Hubungan guru, pelatiah atau apapun namanya itu, namanya natara dewasa dan anak-anak itu sub ordinat, pasti ada rasa khawatir, takut, tidak perlu pemaksaan, anak akan sulit menolak,” lanjut Triwur.
Untuk menghindari kejadian serupa, menurut dia, pihak sekolah harus memahami potensi kekerasan seksual. Potensi kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja dan kepada siapa saja, sehingga diperlukan edukasi juga kepada anak-anak. (fz-20)
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.