Jatuh atau Bunuh Diri? Pemprov DKI Didesak Segera Investigasi Tewasnya Siswi SD

0
557

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk membentuk tim investigasi untuk mengusut kasus tewasnya siswi SD dari lantai 4 sekolahnya di Petukangan Utara, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Hal itu kaitannya ada dugaan perundungan atau bullying dalam peristiwa loncatnya korban dari ketinggian.

Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengatakan, sebenarnya ada beleid yang mengamanatkan sekolah untuk membentuk tim pencegahan kekerasan. Hal itu termaktub dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang membentuk satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (Satgas PPKS).

Ubaid menyebut, meski ada aturan itu, hingga saat ini belum terlihat adanya penerapan satgas di sekolah, kaitannya untuk menangani masalah perundungan atau bullying di lingkungan sekolah.

“Permendikbud untuk pencegahan kekerasan di sekolah sudah ada peraturan, kita tidak pernah mengalami kekosongan peraturan tentang pencegahan kekerasan di sekolah,” kata Ubaid kepada wartawan, Rabu (27/9/2023).

Menindaklanjuti masalah yang dialami siswi SD di Petukangan Utara, dia mendesak agar Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta untuk membentuk satgas pencegahan kekerasan. Diantaranya utamanya dalam menanggapi kasus perundungan.

Pasalnya, menurut Ubaid sekolah belum tanggap dalam melakukan pencegahan seperti sistem pelaporan hingga pendampingan mengenai masalah-masalah seperti perundungan. Pihak Disdik DKI Jakarta pun dinilai menutupi jika benar adanya kasus perundungan yang memakan korban.

“Itu menjadi sangat penting, ini harus ada semacam tim investigasi. Ada tata kelola yang harus ditata serius, yang harus dibereskan soal dinas menutupi, lalu bagaimana ini menjadi persoalan yang mampu meningkatkan awareness kepada seluruh masyarakat terhadap soal ini,” tutur dia.

Sebelumnya diketahui, Polres Metro Jakarta Selatan menyampaikan informasi terbaru mengenai hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) peristiwa meninggalnya siswi SD di kawasan Petukangan Utara, Pesanggrahan, Jakarta Selatan pada Selasa (26/9/2023). Pihak kepolisian mulanya menyebut bahwa siswi kelas VI tersebut terjatuh dari lantai 4 sekolahnya, namun update informasi yang disampaikan bahwa korban ternyata lompat, bukan jatuh.

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro mengatakan, pihaknya telah melakukan olah TKP kemarin dengan melakukan berbagai pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan, pihak kepolisian menemukan barang bukti yang menunjukkan bahwa korban ternyata melompat dari lantai 4 gedung sekolahnya.

“Kami tegaskan dugaan awal melompat karena ditemukan adanya barang bukti berupa meja, awalnya saya pikir kursi, yang dijadikan yang bersangkutan untuk pijakan melompat ke bawah,” kata Bintoro saat dihubungi Republika, Rabu (27/9/2023).

Dia menjelaskan, barang bukti itu menguatkan adanya indikasi korban melakukan aksi percobaan bunuh diri. Pihaknya juga melakukan pengecekan dari rekaman kamera tersembunyi atau CCTV.

“Ya kami melihat dalam hal ini, dari rekaman CCTV juga yang bersangkutan melompat dari ketinggian. Cuman masih kami dalami, kami belum menyimpulkan,” jelas dia.

Bintoro menyebut pihaknya belum menemukan motif dari aksi yang bersangkutan memutuskan untuk melompat dari ketinggian. Saat disinggung adanya dugaan perundungan atau bullying, Bintoro menegaskan bahwa pihaknya belum bisa menyimpulkan.

“Nanti setelah kami mendalami akan tahu motif yang bersangkutan kenapa melompat,” tutur dia.

Sejauh ini sudah ada empat orang saksi yang diperiksa dalam kasus tersebut. Bintoro memastikan pihaknya bakal segera merampungkan upaya pemeriksaan.

sumber: Republika.co.id

Comments are closed.

JPPI Desak Gubernur Jabar Segera Bayar Tebusan Ijazah Rp1,3 T untuk Siswa Sekolah Swasta

0
323

KORAN-PIKIRAN RAKYAT – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menagih janji Gubernur Jawa Barat untuk segera menuntaskan pembayaran tebusan ijazah bagi siswa di sekolah swasta yang tertahan akibat tunggakan biaya pendidikan. Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyata­kan, pihaknya menerima ba­nyak keluhan dari orangtua siswa dan pengelola sekolah swasta yang merasa dirugi­kan karena ijazah masih ditahan. Kondisi ini menghambat anak-anak melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, padahal masa pendaftaran sekolah dan perguruan tinggi telah dibuka.

“Ini bukan hanya soal administrasi. Ini soal hak anak atas pendidikan. Ketika ija­zah ditahan, mereka terancam kehilangan masa depan,” kata Ubaid dalam ke­te­rangan tertulis yang diterima “PR” akhir pekan lalu.

Menurut JPPI, keterlambatan pembayaran tebusan oleh Pemerintah Provinsi Ja­wa Barat memperpanjang pen­­deritaan siswa dan sekolah. Padahal, gubernur telah berjanji untuk menanggung biaya tersebut sebagai bentuk solusi atas praktik penahan­an ijazah oleh sekolah swasta yang kerap terjadi akibat tunggakan biaya.

“Janji manis Bapak Gubernur untuk menanggung biaya tebusan ijazah kini terbukti hanya isapan jempol belaka, meninggalkan ribuan siswa terkatung-katung,” ujar Uba­id.

Swasta JPPI juga menyoroti mi­nimnya daya tampung sekolah negeri di Jawa Barat. Ber­d­a­sarkan data yang dihimpun, hanya sekitar 36% siswa yang bisa ditampung di SMA dan SMK negeri. Sisanya, 64% ha­rus bersekolah di lem­baga swasta yang umumnya membebankan biaya pen­didikan lebih besar.

“Dalam kondisi ini, peran sekolah swasta sangat vital. Maka, tidak adil jika mereka dibebani kebijakan yang ti­dak ditopang anggaran pe­me­rintah secara nyata,” ujar­nya.

Selain itu, JPPI meng­i­ngat­kan bahwa keterlambatan pembayaran ini juga ber­potensi memicu peningkatan angka putus sekolah di Jawa Barat. Saat ini, Jawa Barat ter­catat sebagai provinsi de­ngan jumlah anak tidak sekolah terbanyak di Indonesia.

“Jika dana tebusan ijazah tidak segera dibayarkan, maka bukan hanya masa depan siswa yang terancam, tetapi juga keberlangsungan sekolah swasta yang selama ini menjadi tulang punggung pen­didikan di Jawa Barat,” tutur Ubaid.

JPPI menuntut Gubernur Jawa Barat untuk membayar tuntas seluruh biaya tebusan ijazah tanpa penundaan. Kemudian mengevaluasi sistem pembiayaan pendidikan agar lebih adil dan berpihak pada siswa. Lalu menerapkan kebijakan sekolah gratis, baik untuk negeri maupun swasta.

Ubaid juga menegaskan bahwa pembiayaan pendidik­an merupakan kewajiban pemerintah, baik pusat mau ­pun daerah, sebagaimana di­amanatkan dalam konstitusi melalui alokasi minimal 20% dari APBN dan APBD untuk sektor pendidikan. “Cukup sudah retorika. Rak­­yat Jawa Barat membutuhkan tindakan nyata dan kepemimpinan yang bertanggung jawab. Masa depan ge­nerasi muda tidak boleh di­kor­bankan demi kepentingan politik pencitraan,” kata Uba­id.

 

Sebelumnya, Gubernur Ja­wa Barat Dedi Mulyadi me­ngatakan, Pemerintah Pro­vinsi Jawa Barat memiliki beban Rp 1,3 triliun tagihan untuk menebus ijazah siswa di Jabar yang ditahan.***

Sumber Artikel berjudul ” JPPI Desak Gubernur Jabar Segera Bayar Tebusan Ijazah Rp1,3 T untuk Siswa Sekolah Swasta “, selengkapnya dengan link: https://koran.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-3039340805/jppi-desak-gubernur-jabar-segera-bayar-tebusan-ijazah-rp13-t-untuk-siswa-sekolah-swasta?page=2

Comments are closed.