Pengamat: Sekolah Tak Bisa Langsung Normal jika Dibuka Juli

0
723

Jakarta, CNN Indonesia — Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji menilai proses pembelajaran tidak bisa dilaksanakan seperti normal jika rencana membuka kembali sekolah diputuskan pada Juli mendatang.

Menurut Ubaid, pihaknya menyarankan hal tersebut mengingat banyak keluhan stres dan tekanan yang ditemukan pada siswa selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) karena dampak Covid-19 atau virus corona.

“Saran kami ada semacam stress healing. Karena anak-anak kan kodratnya bermain. Tapi selama pandemi harus stay at home. Mereka juga tertekan,” ucap Ubaid kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Senin (11/5).

Berkaca pada beberapa bulan ke belakang, katanya, banyak kendala pada pelaksaan PJJ yang mengakibatkan ketimpangan hak belajar anak. Hal ini tak lepas dari situasi mendadak dan kurangnya persiapan PJJ selama pandemi.

“Kalau lihat beberapa bulan penerapan PJJ itu nyatanya kita terseok-seok. Belum siap tapi harus siap. Akibatnya guru hanya bisa memberikan tugas menumpuk ke anak, enggak ada feedback,” ujarnya.

Ubaid mengatakan kendala yang terjadi bukan hanya pada metode mengajar guru. Tapi juga ketimpangan fasilitas yang dimiliki siswa. Juga masalah biaya pendukung belajar yang dimiliki orang tua.

Dalam pandangan Ubaid, pemerintah belum memiliki panduan atau kurikulum darurat untuk diterapkan di tengah pandemi guna menanggulangi masalah ini.

Untuk itu ia menilai wacana belajar kembali di sekolah bisa jadi solusi yang positif. Salah satunya karena mempertimbangkan kondisi psikologis siswa selama PJJ dilakukan.

Tentunya, lanjut Ubaid, sekolah dibuka dengan mempertimbangkan protokol kesehatan dan faktor keamanan siswa serta pendidik. Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan metode belajar yang menyesuaikan kondisi psikologis siswa di awal tahun ajaran.

Kemendikbud sebelumnya mengatakan berpeluang membuka kembali sekolah pada pertengahan Juli atau tahun ajaran 2020/2021. Pembukaan sekolah kembali itu dimungkinkan untuk daerah yang sudah dinyatakan aman dari wabah Covid-19.

PJJ sendiri sudah berlangsung sejak pertengahan Maret di sebagian besar daerah di Indonesia. Survei Kementerian Perlindungan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menemukan 58 persen anak tidak suka belajar dari rumah.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengaku mendapat banyak laporan dari siswa terkait PJJ selama pandemi. Kebanyakan didominasi aduan tertekan karena tugas menumpuk.

Analis kebijakan publik dari Wahana Visi Indonesia, Tira Maya Malino menilai pemerintah harus mempertimbangkan kondisi psikososial siswa ketika PJJ dilakukan.

Hal itu karena pihaknya menemukan laporan siswa tertekan akibat jadwal PJJ yang ketat. Maupun sikap orang tua yang tak mendukung kegiatan belajar di rumah.

Leave a reply