IGI: Perekrutan Guru 2018 Hanya Tutupi Kekosongan
Jakarta – Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim mengatakan, pendidikan saat ini tidak menjadi prioritas utama pemerintah. Hal ini berkaca dari jumlah kekurangan guru pada sekolah negeri.
Ramli mengatakan, jumlah guru pensiun 2018 dan 2019 jauh lebih banyak daripada formasi calon pegawai negeri sipil (CPNS) guru tahun ini. Hal ini menandakan perekrutan guru 2018 ini hanya untuk menutupi kekosongan guru 2018 dan 2019.
“Perekrutan guru yang akan dilakuan ini bukan untuk menutupi kekurangan guru tetapi mengganti posisi guru yang pensiun tahun ini dan tahun depan,” kata Ramli kepada Suara Pembaruan, Senin(17/9).
Ramli menyebutkan, berdasarkan data IGI, tahun ini ada 51.000 guru yang pensiun. Sedangkan 2019, ada 60.000-an pensiun. Sedangkan kuota guru yang diangkat tahun ini hanya pada kisaran 82.000.
Padahal dari data Kemdikbud 2018, sekolah mengalami kekurangan guru sebanyak 707.324 orang. Maka, dengan tidak adanya keberpihakan formasi CPNS guru. IGI menilai pemerintah tidak serius menangani masalah kekurangan guru.
Untuk itu, Ramli mengatakan, IGI menawarkan solusi jangka pendek untuk kekurangan guru tersebut. Pertama; optimalisasi guru yang berlebih dengan cara mutasi dari sekolah yang kelebihan dengan sekolah yang kekurangan guru. Dalalm hal ini, guru PNS yang saat ini mengabdi di sekolah swasta sebaiknya ditarik untuk kembali ke sekolah negeri supaya kebutuhan sekolah negeri tertutupi.
Kedua; guru dapat mengajar multisubject. Ketiga; status guru honorer harus diperjelas yakni mereka sebaiknya dikontrak lima tahun agar dapat fokus mengajar.
“Selama ini guru honorer tidak konsen mengajar karena mereka dihantui apakah tahun depan masih dipakai lagi atau tidak dan selain itu gaji mereka tidak signifikan dan masih sangat rendah,”ujarnya.
Meski memperjuangkan guru honorer, Ramli juga menegaskan, skema pengangkatan guru honorer harus memenuhi syarat menjadi aparatur sipil negara (ASN). Pasalnya, guru tidak hanya profesonalisme seja, tetapi guru harus memenuhi empat kompetensi yakni pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian.
“Kita dulu menemukan guru yang secara akademik sangat mampu tetapi sulit atau tidak mampu melakukan transfer ilmu kepada kita. Dia ngajarin siswa, dia mengerti sendiri dan siswanya tidak mengerti. Nah seperti itu tidak boleh jadi guru,” tegasnya.
Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemerhati Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, jumlah guru PNS sangat kurang bisa dilihat dari hampir semua sekolah negeri pasti diisi oleh guru honorer. Untuk itu, dalam mengatasi masalah kekurangan guru PNS pada sekolah negeri. Ubaid menyarankan, pemerintah sebaiknya membuka kuota afirmasi untuk guru honorer termasuk kategori K-2 yang sudah lama mengabdi.
Selanjutnya, Guru Besar bidang ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta(UNY) Rochmat Wahab mengatakan, dengan adanya wajib belajar (Wajar) 12 tahun. Seharusnya ketersediaan guru menjadi salah satu prioritas. Apalagi Wajar 12 ini telah digaungkan dari pemerintah sebelumnya.
“Diakhir pemerintahan Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), Wajar 12 tahun ini sudah dideklarasikan, maka seharusnya di era Jokowi Wajar 12 tahun leih dimantapkan. Berarti guru-gurunya pun harus wajib dipenuhi,” kata Rochmat.
Menurut Rochmat, prinsip zero growth untuk pengangkatan PNS belum tepat untuk guru. Hal ini berkaca dari data kekurangan guru kelas maupun guru mata pelajaran versi Kemdikbud. Belum lagi ditambah dengan Kementerian Agama (Kemag). Sedangkan kuota CPNS untuk guru 2018 ini pemerintah hanya menyediakan sebanyak 120.000 dialokasikan untuk formasi tenaga pendidik yakni guru dan dosen.
“Pemerintah hanya menyediakan kuota 120.000, Angka ini yang sangat jauh dari memadai. Tidak bisa kondisi ini diabaikan, Bagaimana kekurangan guru yang hampir separuh itu tidak ditangani. Tentu ini akan berdampak jelek terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan,” pungkas mantan rektor UNY itu.
Menurut dia, dengan kondisi sekolah kekurangan guru ini. Banyak siswa tidak memperoleh layanan pendidikan yang memadai. Untuk itu, ia mengharapkan, pemerintah meningkatkan kuota CPNS untuk guru tiap tahunnya, sehingga dalam waktu 5 hingga enam tahun dapat terpenuhi kebutuhan guru tersebut.
Selanjutnya, Rochmat juga mengatakan, pemerintah harus mengubah prinsip pengangkatan guru. Dalam hal ini, prinsip pengangkatan PNS disesuaikan dengan angka pensiun dan kebutuhan baru seiring dengan penambahan penduduk. Sehingga PNS tidak mengikuti Zero Growth.
Selain itu, ia menyebutkan, penambahakan sekolah negeri perlu dikendalikan dengan pertimbangkan adanya sekolah swasta. “Jika ada dana untuk unit sekolah baru, sebaiknya diarahkan untuk pengangkatan guru PNS yang diperbantukan ke sekolah swasta,”ujarnya.
Menurut Rochmat, orentasi pembangunan ke depan sebaiknya tidak hanya pada infrastruktur, melainkan pada sumber daya manusia (SDM). Sedangkan untuk pengadaan infrastruktur sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan.
Secara terpisah, anggota komisi X DPR Ferdiansyah mengatakan, adanya data terbaru kekurangan guru. Ia menyarankan sebaiknya menghitung ulang terhadap kebutuhan guru. “Kenapa saya minta hitung ulang, karena selama ini Kemdikbud selalu mengatakan sesungguhnya tidak ada kekurangan guru,” kata politisi Golkar itu.
Ia menyebutkan, jika kelebihan guru terjadi pada PNS di daerah tertentu maka harus ada ketegasan pemerintah untuk melakukan mutasi guru berdasaran peraturan perundangan-undangan aparatur sipil negara (ASN).
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.