HEADLINE: Dongkrak Ranking Perguruan Tinggi Lewat Rektor Asing, Efektifkah?
Liputan6.com, Jakarta – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir berniat mendatangkan rektor asing untuk mendongkrak kualitas perguruan tinggi negeri (PTN) Indonesia di level dunia. Namun keinginannya tersebut menuai polemik.
Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengatakan, pihaknya telah bertemu dengan dekan-dekan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Menurutnya, kebijakan mendatangkan rektor asing bukan solusi yang diperlukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
“Kami masih mempertanyakan kebijakan mendatangkan rektor asing sebagai solusi, karena sebenarnya permasalahan utamanya bukan itu,” ujar Hetifah kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Dia mengatakan, kebijakan impor rektor asing dapat melahirkan konsekuensi logis mulai dari perubahan regulasi hingga pembengkakan anggaran. Apalagi keberadaannya tidak akan memberikan pengaruh yang berarti jika tidak mendapat dukungan-dukungan.
“Karena gaji rektor asing itu, saya tanya, jauh juga (perbedaannya), jauh sekali, perbandingannya bisa berpuluh kali lipat,” kata Hetifah.
Jika memang pemerintah siap mengucurkan anggaran besar, Hetifah menyarankan lebih baik dimanfaatkan untuk mendatangkan diaspora Indonesia yang sukses di luar negeri. Dia menyebut, lebih dari 300 diaspora Indonesia berkiprah di universitas asing dan menempati posisi-posisi strategis.
“Banyak dari mereka berkiprah menjadi kepala jurusan, dekan, atau direktur lembaga riset. Bahkan di Amerika saja lebih dari 100 (orang). Mereka itu kan direkrut karena mereka bagus ya, kenapa kita enggak minta mereka balik saja. Kan mereka punya network-network yang bagus, bahasa asing oke, pengalaman juga di universitas sana, dan dia mengerti kultur Indonesia juga,” ucapnya.
Politikus Partai Golkar itu mengakui, sejauh ini rencana impor rektor asing belum pernah dibahas secara khusus di DPR. DPR juga belum berencana meminta penjelasan Menristekdikti.
Namun jika polemik impor rektor asing ini tak kunjung selesai dan justru menimbulkan keresahan publik, bukan tidak mungkin Komisi X yang membidangi pendidikan, olahraga, dan sejarah itu akan memanggil Menteri Nasir untuk menjelaskan duduk persoalan.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Abdullah Ubaid Matraji mengatakan, wacana mendatangkan rektor asing adalah kebijakan ngawur. Dia menilai, kebijakan tersebut tidak didasarkan pada kebutuhan.
“Itu keinginan pemerintah pusat yang memikirkan kampus-kampus ini bisa maju tetapi tidak melihat apa kebutuhan kampus itu. Jadi kesannya kebijakan ini kebijakan yang tidak berdasar dan ngawur,” ujar Ubaid kepada Liputan6.com, Selasa (20/8/2019).
Menurut Ubaid, perguruan tinggi di Indonesia memiliki masalah pada kualitas dosen atau tenaga pengajar. Meski begitu, bukan berarti pemerintah harus mengimpor dosen asing, tapi fokus pada peningkatan sumber daya tenaga pengajarnya.
“Kalau misalkan dikaitkan dengan ranking dunia itu kan kaitannya dengan kemampuan dosen dalam melakukan riset, kemudian menuliskan dalam jurnal ilmiah. Wong kemampuan bahasa asingnya saja sangat rendah, bagaimana dia melakukan riset kemudian ditulis dalam Bahasa Inggris atau Bahasa Arab. Jadi harus ada program atau dana yang dialokasikan untuk support peningkatan SDM dosen itu,” ucapnya.
Dia juga mengingatkan, Tri Dharma perguruan tinggi bahwa kampus di Indonesia tidak hanya bertanggung jawab pada pendidikan dan penelitian saja, tapi juga pengabdian terhadap masyarakat. Karena itu, kebijakan impor rektor asing dinilai bukan solusi terbaik mengatasi persoalan pada perguruan tinggi di Indonesia.
“Yang jelas rektor asing itu kan dia hanya tahu manajerial, dia tidak tahu konteks Indonesia, dia tidak tahu sosial politik di Indonesia, dia juga enggak tahu problem yang dihadapi kampus-kampus di Indonesia. Kalaupun dia expert di negaranya sana, tentu berbeda dengan sosio konteks yang ada di Indonesia. Artinya dinamika ini yang pasti dia (rektor asing) tidak sampai,” kata Ubaid.
Ubaid lebih setuju pemerintah mendatangkan ahli-ahli asing ketimbang rektor asing untuk memperbaiki kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Mereka tidak dihadirkan sebagai pemangku kebijakan, tapi sebagai pendukung dalam meningkatkan SDM di dalam lembaga pendidikan.
Menristekdikti Mohamad Nasir mengatakan, pihaknya masih menggodok rencana mendatangkan rektor asing untuk mendongkrak kualitas perguruan tinggi di Indonesia. Nasir ingin Indonesia memiliki universitas yang masuk peringkat 200 perguruan tinggi terbaik di dunia.
Tak main-main, Nasir mengklaim, pihaknya akan memperbaiki 16 peraturan pemerintah untuk merealisasikan rencana mengimpor rektor asing.
“Ini mau kita freeze menjadi satu peraturan. Memasukkan dalam seleksi itu tidak hanya dari dalam negeri, dari PNS, bisa dari non-PNS, orang asing, yang punya reputasi yang baik, punya network, punya pengalaman riset, memimpin perguruan tinggi, dan reputasi yang mengangkat perguruan tinggi biasa menjadi 200 besar dunia,” ujar Nasir di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin 19 Agustus 2019.
Nasir kemudian menyontohkan keberhasilan Singapura dan Arab Saudi, yang dianggap berhasil mendongkrak kualitas perguruan tingginya berkat mendatangkan rektor asing. Dia menyebut, Nanyang Technological University (NTU), Singapura yang berdiri sejak 1981 telah masuk peringkat 12 besar dunia.
“Di Arab Saudi, dari 800 sekarang sudah masuk 189 dunia. Karena mereka dari orang asing banyak, 40 persen dari asing, rektor dan dosennya. Kita masih sangat jauh, dan kita masih sangat alergi dengan asing. Padahal itu hal biasa di dunia perguruan tinggi, harus berkolaborasi,” ucapnya.
Mantan Rektor Universitas Diponegoro ini menampik, banyak pihak yang menolak rencananya mendatangkan rektor asing. Menurutnya, mereka hanya butuh adaptasi. Bahkan dia mengaku, Presiden Jokowi dan Wapres JK mendukung rencananya.
“Pada prinsipnya bapak presiden ingin mencoba bagaimana. Pada prinsipnya beliau setuju, tapi regulasinya suruh menata kembali, jangan sampai kita berbenturan dengan undang-undang dan peraturan,” kata Nasir.
Nasir berharap, rencananya mendatangkan rektor asing ke perguruan tinggi negeri (PTN) dapat direalisasikan di 2020. Namun pihaknya akan mencoba lebih dulu menerapkannya di perguruan tinggi swasta (PTS).
“Kalau ini bisa diperbaiki selesai 2019, 2020 bisa jalan. Kalau swasta, sekarang bisa jalan. Karena swasta regulasinya tidak terlalu ketat seperti di negeri. Mudah-mudahan dalam periode ini bisa saya launching swasta yang sudah jalan,” ucapnya.
Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko mengungkapkan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah memberikan lampu hijau terkait usulan penerapan rektor asing di beberapa universitas percontohan. Dia menjelaskan, hal tersebut sebagai uji coba dan tantangan tersendiri agar tercipta persaingan yang lebih baik.
“Dalam sebuah kesempatan presiden pernah menyampaikan perlu kita uji coba. Karena biar menjadi tantangan tersendiri,” kata Moeldoko, Jakarta, Kamis 1 Agustus 2019.
Dia juga meminta kepada publik untuk tidak hanya melihat sisi negatifnya saja, namun sudut pandang secara global juga harus digunakan. Menurut Moeldoko, keberadaan rektor asing di Indonesia akan menghadirkan kompetisi yang baik.
“Presiden sesungguhnya niat baiknya ingin bawa orang Indonesia berkompetisi. Kalau ada rektor dari luar, mungkin ada BUMN dirut dari luar, presiden ingin melihat bagaimana kalau bangsa ini berkompetisi. Poinnya di situ, kita ingin memasuki dunia kompetitif,” ucapnya.
Moeldoko mengatakan, saat ini pemerintah masih mengkaji rencana perekrutan rektor asing. Jika nantinya disetujui, dia menuturkan tetap diperlukan uji coba agar menjadi tantangan tersendiri bagi sumber daya manusia Indonesia.
“Kalau itu dilakukan dan bisa menumbuhkan persaingan, itu juga bagus,” ujar Moeldoko.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga setuju dengan gagasan tersebut. Hanya saja, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan agar universitas tidak kaget dalam penerapan kebijakan mendatangkan rektor asing.
Menurut JK, kebijakan mendatangkan tenaga asing harus dimulai dari level penasihat teknis hingga dekan, setelah itu baru tingkat rektor.
“Setuju rektor asing tapi melalui tahapan sehingga universitas tidak kaget, rektornya juga tidak kaget. Dimulai dari penasihat teknis, dekan, baru kalau dimajukan, jadi rektor,” kata JK di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa 6 Agustus 2019.
Dia menjelaskan, mendatangkan rektor asing sangat dibutuhkan untuk melakukan perubahan. Salah satunya mendatangkan dosen, serta ahli-ahli asing. Walaupun saat ini ahli dalam negeri memiliki standar tinggi.
“Dari situ antara lain rektor walau saya sarankan juga, yang pertama dekan dulu. Karena kalau rektor kan urusannya banyak, urusan anggaran, urusan sosial, urusan raker sini-sana, sehingga kalau asing bisa bingung dia,” ucap JK.
Menteri Koodinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mendukung rencana impor rektor asing. Menurut dia, itu merupakan strategi pemerintah untuk meningkatkan kualitas kampus di Indonesia.
“Jadi semangatnya bagaimana universitas itu bisa lebih baik daripada sekarang. Kenapa kemudian kita tidak mencoba untuk bisa mempunyai pemikiran yang lebih maju,” ujar Puan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin 5 Agustus 2019.
Kendati, Puan mengingatkan agar konsekuensi dan manfaat yang ditimbulkan dari kebijakan impor rektor asing juga harus dilihat. Saat ini, rencana tersebut tengah digodok oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Putri Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri itu menegaskan, bahwa rencana tersebut semata-mata untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan masuknya rektor asing, maka SDM diharapkan dapat meningkat dan lebih berkompeten.
“Ini mau kami lihat. Yang pasti ke depan itu fokus pemerintah adalah SDM yang lebih unggul, sumber daya manusia Indonesia yang lebih berdaya dan bisa mempunyai kompetensi lebih baik. Ya bagaimana menuju ke arah sana,” jelas dia.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.