6.000 GTT/PTT Wonogiri Mogok Kerja 21 Hari Sekolah
WONOGIRI — Lebih dari 6.000 guru tidak tetap/pegawai tidak tetap (GTT/PTT) TK, SD, dan SMP negeri di Wonogiri yang menginduk pada Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) mogok kerja selama 21 hari sekolah pada Senin-Rabu (8-31/10/2018).
Aksi tersebut berskala nasional, tetapi gerakan di Wonogiri digelar sepekan lebih cepat daripada instruksi pengurus pusat. GTT/PTT di Kota Sukses tergabung dalam Forum GTT/PTT Wonogiri.
Perwakilan forum tersebut pada Senin (8/10/2018)beraudiensi dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Siswanto, Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) SD Mahmud Yunus, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Gino, dan sejumlah guru di Ruang Rapat Disdikbud.
Disdikbud meminta para GTT/PTT mengurungkan aksi karena mogok kerja berdampak negatif bagi kelangsungan pembelajaran. Namun, mereka tetap berpegang pada pendirian awal.
Ketua Forum GTT/PTT Wonogiri, Sunthi Sari, menginformasikan GTT/PTT di Wonogiri jumlahnya lebih kurang 6.000 orang. Seluruhnya menjalankan instruksi pengurus FPHI pusat.
Pelaksanaan aksi di Wonogiri sepekan lebih cepat daripada instruksi pusat. FPHI pusat menginstruksikan GTT/PTT seluruh daerah mogok kerja mulai 15 Oktober, tetapi anggota forum di Wonogiri menggelar aksi mulai 8 Oktober.
Menurut Sunthi hal tersebut agar gerakan memiliki efek lebih besar untuk mengubah kebijakan pemerintah pusat terkait terkait keberadaan GTT/PTT. Langkah itu juga untuk menunjukkan GTT/PTT di Wonogiri tak ragu atau takut dalam memperjuangkan hak.
Sunthi berharap GTT/PTT di daerah lain mengikuti jejak menggelar aksi lebih cepat.
“Salah satu tuntutan kami pemerintah pusat menghentikan penerimaan CPNS dari jalur umum. Pendaftaran sampai 15 Oktober mendatang. Kalau aksi digelar 15 Oktober tuntutan kami tidak bisa tercapai. Jadi, kami memutuskan mulai aksi hari ini,” kata Sunthi.
Dia melanjutkan aksi digelar secara nasional sebagai bentuk protes kepada pemerintah pusat yang mengabaikan pengabdian GTT/PTT selama puluhan tahun. Bahkan, Sunthi menyebut GTT/PTT telah mencurahkan lebih dari separuh hidupnya demi memajukan pendidikan.
Kegalauan GTT/PTT memuncak ketika pemerintah pusat membuka penerimaan CPNS guru, tetapi dibatasi usia maksimal 35 tahun. Sunthi menilai kebijakan itu sama halnya tak menghargai pengabdian para GTT/PTT yang selama ini dapat menggantikan peran guru PNS.
“Kalau hari ini [Senin] pemerintah pusat mengangkat GTT/PTT menjadi PNS/ASN tanpa melalui tes tertulis, besok [Selasa ini] kami langsung masuk kerja. Tapi kalau hingga 31 Oktober enggak ada kejelasan, tidak menutup kemungkinan kami akan melanjutkan aksi,” imbuh Sunthi.
Kepala Disdikbud Wonogiri, Siswanto, sangat menyayangkan aksi yang digelar GTT/PTT. Dia mengibaratkan aksi tersebut sama halnya mendung atau bendera setengah tiang bagi dunia pendidikan di Wonogiri.
Forum GTT/PTT sebelumnya tak pernah memberi tahu akan menjalankan aksi tersebut. Alhasil, dia keteteran mengatasi masalah ketiadaan pengajar di seluruh TK, SD, dan SMP negeri. “Di sisi lain kami memahami perjuangan mereka,” kata Siswanto.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.