
LSM JPPI dan Truth, beberkan hasil pemantauan PPDB dan Pungli pendidikan di Tangsel, Selasa 20 Agustus 2019. (Medcom.id/Farhan D)
Warung Nasi Jadi Toko Buku Modus Korupsi Sekolah
Tangerang: Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menduga ada tindakan koruptif di pola warung nasi yang diubah menjadi koperasi SMA Negeri 7 Tangerang Selatan. JPPI menilai menyulap warung nasi menjadi koperasi dadakan menjadi modus pungutan liar.
“Aturan dibuat bukan membuat jera para pelaku, ini bagian dari modus-modus,” kata Kordinator Nasional JPPI Ubaid Martaji, usai merilis Pemantauan PPDB 2019 dan Pungutan Liar Pendidikan Tangsel, Selasa, 20 Agustus 2019.
Dia mengungkap semua buku pelajaran yang dipakai pelajar sekolah umum dan madrasah seharusnya gratis. Buku bisa diunduh di laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan mengklik portal Rumah Belajar dari Kemendikbud.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?Happy Inspire Confuse Sad
“Jadi tidak ada alasan sekolah untuk mewajibkan peserta didik memiliki buku pelajaran dengan membeli buku dari luar atau dari sekolah,” tegasnya.
Dia menegaskan sekolah dan madrasah yang menjual buku merupakan tindakan koruptif. Dia menyebut tindakan tersebut merupakan korupsi yang terstruktur.
“Jadi dia sudah pintar, pola seperti itu melibatkan pihak sekolah agar tidak terendus. Maka seolah-olah tidak terlibat. Padahal sudah diatur secara jelas dan terang oleh internal sekolah. Ini terjadi di banyak daerah, modusnya bermacam-macam,” ujar dia.
Kepala Sekolah SMAN 7 Tangerang Selatan, Hamdari, mengaku toko buku Grafindo di Jalan Jati Nomor 5, Pondok Jagung, Kota Tangsel adalah koperasi sementara SMAN 7 Tangerang Selatan. Hamdari beralasan menyulap warung nasi menjadi toko buku karena sekolah sedang proses akreditasi sehingga buku perlu dirapihkan.
Saat disambangi Medcom.id, spanduk yang dipasang di warung nasi itu tak menuliskan koperasi SMAN 7 Tangsel. Spanduk hanya bertuliskan Toko Buku Grafindo dengan latar hijau.
Tak banyak aktivitas di warung nasi yang jadi toko buku tersebut. Koleksi buku atau rak buku juga tak tampak layaknya toko buku.
“Itu koperasi buka terus, memang enggak setiap hari. Jarang-jarang saja,” ucap Hamdari.
Warung nasi yang disulap menjadi toko buku itu diduga ditunjuk mendistribusikan buku ke siswa. Medcom.id mencoba menghubungi nomor telepon yang tertera di spanduk.
Telepon diterima seorang perempuan. Dari sambungan telepon itu diakui warung nasi hanya lokasi mengambil buku bagi siswa yang telah mengirim uang.
“Nama anak Bapak siapa, Bapak sudah transfer belum? Di situ (warung nasi) enggak bisa bayar di tempat, cuma ambil saja,” ucap penerima telepon.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.