Siswa Terbaik Tak Berminat Menjadi Guru
Selain tidak menjamin secara ekonomi, penghargaan dan kepastian perlindungan hukum terhadap profesi guru juga sangat kurang.
Pendidikan Nasional – Siswa yang Ingin Menjadi Guru Umumnya Nilai UN-nya Rendah
JAKARTA – Siswa berprestasi umumnya tidak tertarik menjadi guru di Tanah Air. Hal ini wajar, pasalnya profesi guru di Indonesia tidak menjanjikan apa-apa sehingga siswa-siswa terbaik memilih profesi lain yang lebih menjanjikan.
Hal tersebut dikatakan oleh Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, di Jakarta, baru-baru ini.
Dia membandingkan profesi guru di Finlandia. Di negara yang disebut-sebut memiliki sistem pendidikan terbaik ini, guru adalah profesi yang menjanjikan sehingga banyak diminati oleh para siswa terbaiknya di sana.
Ubaid menambahkan, selain tidak menjamin secara ekonomi, ada beberapa hal lagi yang membuat profesi guru di Indonesia tidak diminati. Hal-hal tersebut di antaranya beban akademik yang harus ditempuh begitu berat, penghargaan terhadap profesi guru sangat kurang, dan tidak ada kepastian perlindungan hukum.
Karena itu, Ubaid berharap, ke depannya sistem atau tata kelola terkait guru harus diperbaiki. Selain secara kesejahteraan diperhatikan, lanjutnya, kualitas guru juga mesti ditingkatkan untuk menarik minat para siswa terbaik.
“Saat ini, peran guru hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran, belum sampai pada proses mendidik yang tidak hanya mengutamakan pengetahuan, tapi juga menumbuhkan nalar kritis dan karakter yang kuat,” jelasnya.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Toto Suprayitno, mengakui bahwa siswa-siswa terbaik masih enggan memilih profesi guru.
Umumnya, siswa yang ingin menjadi guru memiliki capaian hasil Ujian Nasional (UN) lebih rendah dari siswa lain. “Siswa yang memiliki nilai UN tinggi, rata-rata ingin menjadi pengusaha,” ujarnya.
Hal tersebut berdasarkan hasil angket yang diberikan Kemendikbud usai pelaksanaan UN SMA sederajat. Dari hasil angket tersebut, sebanyak 11 persen siswa bercita-cita menjadi guru. Dari angka 11 persen itu, sebanyak 80 persennya merupakan siswa perempuan.
Totok menambahkan secara umum, capaian UN siswa yang ingin menjadi guru lebih rendah dibandingkan siswa yang memilih profesi lainnya sebagai cita-cita dan peminat profesi guru perempuan nilai UN-nya lebih tinggi dari siswa laki-laki. “Ini menjadi pekerjaan rumah kita semua, mengapa siswa terbaik tidak tertarik menjadi guru,” ujar dia.
Padahal dengan banyaknya siswa yang terbaik yang menjadi guru, diharapkan kualitas pendidikan di Tanah Air semakin meningkat. Untuk itu, perlu upaya stimulus agar siswa yang memilikki nilai tinggi mau menjadi guru.
Hasil angket UN 2019 juga menyebutkan sebanyak 19 persen responden angket yang memiliki capaian UN tinggi merupakan siswa yang berasal dari latar belakang keluarga dengan ekonomi kurang menguntungkan atau ekonomi lemah.
“Anak-anak yang dalam kehidupan sehari-hari serba kekurangan, setelah kita cek, ternyata nilai mereka tinggi. Belajar dalam kondisi kekurangan ternyata bisa berprestasi baik. Ini luar biasa. Anak dengan resilience atau ketahanmalangan,” ujar Totok.
Kondisi Ekonomi
Totok mengatakan kondisi ekonomi keluarga dari seorang siswa mempengaruhi hasil UN yang diraihnya. “Secara umum, terdapat hubungan yang kuat antara kondisi sosial ekonomi dengan capaian hasil UN-nya. Kondisi sosial ekonomi yang baik cenderung memiliki capaian UN yang tinggi,” ujarnya.
Kendati demikian, ada sebagian kelompok siswa dari keluarga kurang mampu namun memiliki capaian hasil UN yang bagus. “Terdapat 19 persen dari total responden angket UN yang berasal dari keluarga kurang mampu namun memiliki prestasi yang baik atau daya juang tinggi,” tambah dia.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.