“Impor Guru” Kontraproduktif
Rencana impor guru, justru terkesan pemerintah tidak peduli pada masalah dan kondisi guru-guru di Indonesia.
JAKARTA – Rencana pemerintah mendatangkan guru dari luar negeri untuk mengajar di Indonesia dinilai tidak akan menyelesaikan masalah rendahnya kualitas pendidikan di Tanah Air. Rencana tersebut justru terkesan bahwa pemerintah lepas tangan mengurusi pendidikan.
“Itu kebijakan (impor guru) ngawur dan tidak berdasarkan kajian yang mendalam. Pemerintah terkesan tidak mau memperbaiki keadaan, justru lepas tangan dan menyerahkan pada orang asing,” kata Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, Ubaid Matraji, kepada Koran Jakarta, di Jakarta, baru-baru ini.
Ubaid menyebut, rencana tersebut merupakan bentuk kolonialisasi pemikiran dan kebudayaan bangsa. Sebab, budi pekerti dan warisan budaya bangsa Indonesia, merupakan modal besar dalam pendidikan yang bisa tergerus dengan kehadiran guru asing.
Ia mencontohkan isu tenaga kerja asing yang diresahkan banyak pihak, jangan sampai terulang dalam rencana impor guru ini. Untuk itu, ia meminta pemerintah menjelaskan ke publik secara transparan terkait mendatangkan guru dari luar negeri tersebut.
“Rencana ini harus dijelaskan dulu landasan pemikiran, output, dan income-nya. Supaya tidak memantik kegaduhan yang justru kontraproduktif,” jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Peneliti Pendidikan Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Anggi Afriansyah. Menurutnya, impor guru tidak akan menyelesaikan persoalan pendidikan di Tanah Air.
“Mungkin argumen Puan Maharani (Menko PMK) disebabkan adanya keinginan agar ada transfer knowledge. Tapi, menurut saya, yang dibutuhkan bukan itu,” jelas Anggi.
Anggi menilai dengan rencana impor guru, pemerintah seolah tidak peduli pada masalah dan kondisi guru-guru di Indonesia. Padahal, jumlah guru di Indonesia sudah terbilang banyak sehingga tidak perlu lagi mendatangkan guru dari luar negeri.
Menurutnya, daripada mendatangkan guru dari luar, lebih baik meningkatkan kualitas guru melalui program yang harus dikedepankan. “Guru ujung tombak keberhasilan pendidikan. Yang paling penting adalah pelatihan terus-menerus untuk meningkatkan kapasitas guru,” ujarnya.
Anggi menambahkan, daripada mendatangkan guru dari luar negeri, lebih baik pemerintah mencontoh sistem pengelolaan pendidikan di luar negeri, tentunya yang sesuai dengan kondisi di Indonesia.
Anggi mengambil contoh Finlandia sebagai salah satu negara dengan sistem dan kualitas pendidikan terbaik dunia. Di Finlandia, calon guru mendapat pendidikan yang ketat, bahkan seleksi yang dilakukan untuk menjadi guru juga sama ketatnya.
“Di Finlandia tak sembarang orang jadi guru. Kesejahteraan dan prestise seorang guru bahkan sama dengan profesi lain, seperti hakim, jaksa, dan ekonom,” tegas Anggi.
Melatih Guru
Menanggapi hal tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, mengatakan bahwa guru yang akan didatangkan dari luar negeri bertujuan untuk melatih guru-guru maupun instruktur yang ada di Tanah Air.
“Salah satu pertimbangan Menko PMK, Puan Maharani, dengan mendatangkan instruktur atau guru dari luar negeri untuk meningkatkan kemahiran instruktur atau guru Indonesia. Juga bisa lebih efisien dari pada mengirim instruktur atau guru Indonesia ke luar negeri,” ujar Mendikbud.
Dia menambahkan, yang dimaksud Menko Puan bukan “mengimpor”, melainkan “mengundang” guru atau instruktur luar negeri untuk program Training of Trainers atau ToT.
Instruktur luar negeri itu tidak hanya untuk sekolah, tetapi juga untuk lembaga pelatihan yang berada di kementerian lain, misalnya Balai Latihan Kerja atau BLK.
“Sasaran utamanya adalah untuk peningkatan kapasitas pembelajaran vokasi di SMK juga pembelajaran science, technology, engineering and mathematics (STEM),” tambah dia.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.