“Impor Guru” Kontraproduktif

0
909

Rencana impor guru, justru terkesan pemerintah tidak peduli pada masalah dan kondisi guru-guru di Indonesia.

JAKARTA – Rencana peme­rintah mendatangkan guru dari luar negeri untuk meng­ajar di Indonesia dinilai tidak akan menyelesaikan masalah rendahnya kualitas pendidikan di Tanah Air. Rencana tersebut justru terkesan bahwa peme­rintah lepas tangan mengurusi pendidikan.

“Itu kebijakan (impor guru) ngawur dan tidak berdasarkan kajian yang mendalam. Pe­merintah terkesan tidak mau memperbaiki keadaan, justru lepas tangan dan menyerah­kan pada orang asing,” kata Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indone­sia, Ubaid Matraji, kepada Ko­ran Jakarta, di Jakarta, baru-baru ini.

Ubaid menyebut, rencana tersebut merupakan bentuk kolonialisasi pemikiran dan ke­budayaan bangsa. Sebab, budi pekerti dan warisan budaya bangsa Indonesia, merupakan modal besar dalam pendidikan yang bisa tergerus dengan ke­hadiran guru asing.

Ia mencontohkan isu tenaga kerja asing yang diresahkan banyak pihak, jangan sampai terulang dalam rencana impor guru ini. Untuk itu, ia meminta pemerintah menjelaskan ke publik secara transparan ter­kait mendatangkan guru dari luar negeri tersebut.

“Rencana ini harus dijelas­kan dulu landasan pemikiran, output, dan income-nya. Supa­ya tidak memantik kegaduhan yang justru kontraproduktif,” jelasnya.

Hal senada juga diungkap­kan oleh Peneliti Pendidikan Pusat Penelitian Kependu­dukan Lembaga Ilmu Penge­tahuan Indonesia (LIPI), Anggi Afriansyah. Menurutnya, im­por guru tidak akan menyele­saikan persoalan pendidikan di Tanah Air.

“Mungkin argumen Puan Maharani (Menko PMK) dise­babkan adanya keinginan agar ada transfer knowledge. Tapi, menurut saya, yang dibutuh­kan bukan itu,” jelas Anggi.

Anggi menilai dengan ren­cana impor guru, pemerintah seolah tidak peduli pada ma­salah dan kondisi guru-guru di Indonesia. Padahal, jumlah guru di Indonesia sudah ter­bilang banyak sehingga tidak perlu lagi mendatangkan guru dari luar negeri.

Menurutnya, daripada men­datangkan guru dari luar, lebih baik meningkatkan kualitas guru melalui program yang ha­rus dikedepankan. “Guru ujung tombak keberhasilan pendidik­an. Yang paling penting adalah pelatihan terus-menerus untuk meningkatkan kapasitas guru,” ujarnya.

Anggi menambahkan, dari­pada mendatangkan guru dari luar negeri, lebih baik peme­rintah mencontoh sistem pe­ngelolaan pendidikan di luar negeri, tentunya yang sesuai dengan kondisi di Indonesia.

Anggi mengambil contoh Finlandia sebagai salah satu negara dengan sistem dan kua­litas pendidikan terbaik dunia. Di Finlandia, calon guru men­dapat pendidikan yang ketat, bahkan seleksi yang dilakukan untuk menjadi guru juga sama ketatnya.

“Di Finlandia tak sembarang orang jadi guru. Kesejahteraan dan prestise seorang guru bah­kan sama dengan profesi lain, seperti hakim, jaksa, dan eko­nom,” tegas Anggi.

Melatih Guru

Menanggapi hal tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebu­dayaan (Mendikbud), Muhad­jir Effendy, mengatakan bahwa guru yang akan didatangkan dari luar negeri bertujuan un­tuk melatih guru-guru maupun instruktur yang ada di Tanah Air.

“Salah satu pertimbangan Menko PMK, Puan Maharani, dengan mendatangkan instruk­tur atau guru dari luar negeri untuk meningkatkan kemahi­ran instruktur atau guru Indo­nesia. Juga bisa lebih efisien dari pada mengirim instruktur atau guru Indonesia ke luar ne­geri,” ujar Mendikbud.

Dia menambahkan, yang dimaksud Menko Puan bu­kan “mengimpor”, melainkan “mengundang” guru atau in­struktur luar negeri untuk pro­gram Training of Trainers atau ToT.

Instruktur luar negeri itu ti­dak hanya untuk sekolah, tetapi juga untuk lembaga pelatihan yang berada di kementerian lain, misalnya Balai Latihan Kerja atau BLK.

“Sasaran utamanya adalah untuk peningkatan kapasitas pembelajaran vokasi di SMK juga pembelajaran science, technology, engineering and mathematics (STEM),” tambah dia.

Leave a reply