
Kalangan muda menggelar aksi jalan sehat dalam Global Action Week for Education 2018, merupakan Peringatan Pekan Pendidikan Global yang diperingati seluruh negara di dunia antara 22-29 April mereka mendorong partisipasi publik dan mengajak para pemangku kepentingan guna berpartisipasi aktif dalam mengatasi kesenjangan pendidikan multi aspek di tanah air/NEW Indonesia
Siswa Cari Pengetahuan Agama di Medsos Sekolah Belum Mampu Tangkal Radikalisme
Jakarta – Sekolah di Indonesia belum mampu berperan sebagai pelindung anak-anak dari paparan paham radikalisme. Sebaliknya, sekolah justru kerap menjadi sasaran lokasi berkembangnya paham tersebut.
Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Musdah Mulia mengungkapkan, berkembangnya paham radikal di sekolah merupakan bentuk kegagalan sistem pendidikan yang berlaku saat ini. “Saya heran kenapa sekolah-sekolah kita bisa tertular pemikiran radikal. Padahal kita tahu basis kita ialah Islam yang toleran. Pesantren itu kan punya NU dan Muhammadiyah. Ini sebuah gejala yang menandakan bahwa masyarakat kita sedang sakit,” ujar Musdah, di Jakarta,BERITA TERKAIT
Siswa saat ini lebih banyak mencari pengetahuan tentang agama di media sosial. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya kontrol atau edukasi preventif yang baik kepada siswa untuk dapat menyaring informasi dan paham radikal tersebut.
“Ini salah satu imbas dari kemajuan teknologi. Anak-anak kita itu mendapat pelajaran dari medsos. Ke mana guru agama? Ke mana orangtua semua? Menurut saya ini perlu ditelusuri lebih jauh lagi,” ujar Musdah.
Musdah juga menyayangkan, sekolah justru telah terbukti menjadi salah satu tempat berkembangnya paham radikal. Hal itu salah satunya terlihat dalam survei yang dilakukan Wahid Foundation pada 2016.
Dalam survei tersebut terungkap, setidaknya 60% dari 1.626 responden aktivis Rohani Islam (Rohis) setuju untuk berjihad ke wilayah konflik saat ini. Bahkan, 68% juga setuju untuk berjihad di masa mendatang.
Musdah juga mengatakan, saat ini model terorisme semakin berkembang ke arah pelibatan perempuan serta anak-anak. “ISIS itu sejak 4 atau 5 tahun lalu sudah mengubah strategi mereka, dan menggunakan perempuan serta anak-anak sebagai pelaku,” ujarnya.
Sementara itu, Shinta Nuriah Wahid bersama dengan puluhan aktivis Gerakan Warga Lawan Terorisme mengatakan sudah saatnya pemerintah menyegerakan reformasi di bidang pendidikan. Hal itu untuk mengatasi perkembangan paham intoleran dan radikal yang demikian pesat.
“Pemerintah juga harus meningkatkan dukungan pada inisiatif warga dalam menyemai pendidikan toleransi, HAM, dan perdamaian,” ujar Shinta.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.