Petugas Imunisasi MR Yakinkan Orang Tua Memvaksin Anaknya
Kalsel – Salah satu provinsi yang rendah cakupan imunisasi measles rubella (MR) adalah Kalimantan Selatan (Kalsel). Kabarnya, rendahnya cakupan imunisasi itu disebabkan adanya petugas yang diintimidasi di lapangan. Lantas bagaimana yang dialami petugas di Kalsel?
Dewi Rahayu, koordinator imunisasi Puskesmas Bayanan, Kecamatan Daha Selatan menceritakan pengalamannya menjadi petugas lapangan imunisasi MR di Hulu Sungai Selatan.
Perempuan 34 tahun itu mengaku punya trik sendiri agar para orang tua mau anaknya divaksin. Salah satunya dengan memperlihatkan foto dan video
anaknya sendiri saat divaksin. “Cara seperti itu supaya masyarakat percaya setelah anaknya imunisasi tidak ada masalh apa-apa,” ungkap Dewi seperti dilansir Radar Banjarmasin (Jawa Pos Group), Senin (24/9).
Kisah Petugas Imunisasi MR Yakinkan Orang Tua Memvaksin Anaknya
Ilustrasi: berbagai macam tantangan yang dihadapi petugas imunisasi MR saat menjalani tugasnya di lapangan. Mereka kerap ditolak oleh orang tua anak,bahkan diintimidasi. (Haristah Almudatsir/Jawa Pos)
Menurut Dewi, dalam memberikan imunisasi itu kepercayaan adalah hal yang terpenting didapatkan. “Kalau masyarakat sudah percaya akan mudah memberikan imunisasi MR,” ujarnya.
Dengan cara demikian, Dewi semenjak Agustus lalu melaksanakan imunisasi tidak mendapatkan ancaman atau intimidasi dari masyarakat. “Alhamudlillah baik-baik saja. Kalau minta tunda diberikan imunisasi MR pernah beberapa kali,” ucapnya.
Cara kerja Dewi dan timnya berhasil membuat realisasi imunisasi MR di Puskesmas Bayanan mencapai 50 persen lebih atau 1.334 anak. Sementara total anak yang menjadi sasaran imunisasi mencapai 2.650 jiwa.
Laih halnya kisah yang dialami Norhana. Petugas imunisasi MR yang bertugas di Puskesmas Panaan, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong itu sempat keder ketika mendengar kabar ada temannya mendapat diintimidasi. “Saya dengar ada warga yang mau bawakan parang kalau anaknya disuntik vaksin,” katanya.
Agar nasib serupa tidak dialaminya, Norhana pun ketika ke lokasi imunisasi pun memnbuat trik tersendiri. Contohny saat berada di daerah terpencil, Desa Panaan dan Desa Hegarmanah. Di sana dia dan tim mengawali imunisasi dengan sosialisasi.
Cara demikian memang masih saja orang tua yang tetap menolak anaknya divaksin. “Warga yang tidak mau divaksin anaknya itu menjauh, tidak mau datang ke rumah bidan desa. Tapi tidak masalah,” ujarnya.
Dalam menjalani program imunisasi itu, Norhana pun harus menjalani perjalanan cukup panjang. Bahkan harus menginap di salah satu rumah warga yang terdekat.
Kondisi yang dialami Norhana ini pun diamini Rusilawati. Petugas vaksin di Barito Kuala itu menambahkan, biasanya saat pemberian vaksin di sekolah dan desa, masyarakat membuat surat pernyataan tidak setuju. Di beberapa sekolah, siswa yang mau divaksin hanya sedikit. “Saya tidak mau menyebutkan sekolahnya. Yang pasti di Ulu Benteng kami diawasi secara seksama oleh orang tuanya,” ceritanya. Sikap warga demikian terpaksa dimaklumi Rusi. Dia berusaha untuk tidak tersinggung.
Di sisi lain, Rusi pun sempat mendapat pengalaman cukup menegangkan. Ketika itu dia telanjur menyuntik seorang siswa padahal orang tuanya tidak setuju anaknya divaksin. “Saat itu orang tuanya tidak mendampingi. Sedangkan yang bersangkutan minta divaksin, ya kami vaksin lah,” ucapnya. Setelah dilakukan vaksin, orang tuanya datang. Akhirnya mereka adu argumen. “Untung tidak ada kontak fisik,” ujarnya.
Dari penuturan petugas, umumnya masyarakat Kalsel menolak anaknya divaksin karena ada kandungan serum yang menggunakan babi. Tak heran, banyak masyarakat yang menolak.
Di sisi lain, Menteri Kesehatan Nila Moeleok mengungkapkan, memberikan imunisasi tidak gampang. Sebab ada 70 juta anak yang diberikan imunisasi. Selain itu kondisi geografis Indonesia juga beragam.
Dia mengatakan cakupan imunisasi MR turun akan menyebabkan wabah. Sebagai contoh kasus di Asmat, Papua. “Vaksin MR penting maka dilanjutkan agar target 100 persen tercapai,” katanya.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.