Lulusan SMK Nganggur, Alat Jadul, Guru Kurang Kompeten
JAKARTA – Menurut data Direktorat Pembinaan SMK, hingga November lalu jumlah pengangguran lulusan SMK mencapai 1,6 juta orang. Sekolah kejuruan memang tengah menghadapi masalah yang kompleks.
Pengamat pendidikan Jimmy Phaat mengatakan jika SMK di tanah air memiliki permasalahan yang cukup pelik. Hal tersebut bersumber dari tenaga pendidik hingga fasilitas pendidikannya. ”Kualifikasi guru SMK dipertanyakan,” ucapnya kemarin (22/2) dalam acara diskusi yang diselenggarakan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI).
Kualifikasi guru yang dimaksudkan Jimmy adalah mengenai kemampuan guru untuk mengerti industri. Bahkan kebutuhan guru produktif pun kurang.
Masalah lainnya yang dialami guru adalah tidak mengerti budaya muridnya. ”SMK banyak dari kelas menengah ke bawah,” ungkapnya. Cara bersikap dan berperilaku dari kelas tersebut menurut dosen Universitas Jakarta itu berbeda. Sikap guru terhadap siswanya ini menurutnya sangat berpengaruh dalam produktifitas belajar.
Selain itu siswa SMK menurutnya tidak diperlakukan dengan pendekatan yang tepat. Lulusan SMK diharapkan mampu lulus dan langsung kerja. Sehingga praktik lapangan menurut Jimmy harus diperbanyak. Begitu juga mengenai ujian untuk pertimbangan kelulusan. ”Sekarang ujiannya tertulis. Sehingga muncul istilah teknik sastra karena diminta hapalan,” ungkapnya.
Kritik juga datang dari Koordinator Konsorsium Ketenagakerjaan Abdul Waidl. Menurutnya kurikulum yang ada untuk SMK tidak luwes. Sehingga tidak mengikuti perkembangan zaman yang setiap waktu kebutuhannya berbeda.
Dia prihatin banyak alat praktik untuk SMK tidak mengikuti zaman. Dia contohkan alat servis handphone. Yang digunakan siswa SMK adalah untuk servis handphone jaman dulu.
Abdul pun mengingatkan jika kedepan dunia industri tidak membutuhkan banyak pekerja. Dia mencontohkan Jack Ma yang membangun dua ritel dengan minimalisir pekerja. ”Tantangan untuk mengembangkan kerja secara mandiri,” ujarnya. Dengan kata lain, lulusan SMK diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja.
Sementara itu Direktur Pembinaan SMK Bakhrun mengatakan untuk meningkatkan kompetensi siswa pihaknya telah mengubah laboratorium menjadi teaching factory yang berbasis industru. Sehingga iklim kerja dibangun dari sekolah. ”Misal dengan menggunakan sragam. Peraturan-peraturan juga dibuat sesuai industri,” ungkapnya.
Selain itu pihaknya juga berusaha untuk mengikuti standar yang ada di industri. ”Sayangnya belum ada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Padahal kami harusnya membuat kurikulum berdasarkan itu,” katanya.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.