Literasi Media Masuk Kurikulum Pesantren
Pacitan – Para santri didorong untuk mewarnai dunia media dengan meningkatkan kemampuan literasi (baca-tulis), utamanya yang bersumber dari kitab kuning. Penguasaan literasi media santri merupakan sebuah keniscayaan mengingat di internet banyak bertebaran konten dakwah keislaman yang dibuat oleh orang yang kurang menguasai ilmu agama. Sementara masyarakat cenderung mengakses berbagai sumber rujukan agama dari internet.
Hal ini menjadi bahasan penting dalam acara workshop jurnalistik bertema “Penguatan literasi santri, menguatkan media sosial untuk dakwah” yang digelar oleh panitia Perpustakaan Attarmasi Pesantren Tremas Pacitan. Jum’at (9/2) kemarin.
Hadir sebagai narasumber, Iip D. Yahya, penulis dan peneliti muda NU, Ahmad Muhammad penulis buku Bunga Rampai dari Tremas, Imam Muhtar penulis buku Tremas: Makkah Nusantara, Akhmad Saufan, Dosen Filologi IAIN Purwokerto, dan Kontributor NU Online Zaenal Faizin.
“Bila selama ini para santri di pesantren belajar menggunakan kitab kuning. Maka sebagai penulis pemula, tulisan yang ditulisnya tidak jauh-jauh dari apa yang dipahaminya,” kata Iip D Yahya.
Pria yang akrab disapa Kang Iip ini mencontohkan, metode dakwah melalui tulisan yang dilakukan oleh ulama Nusantara, seperti Syekh Mahfudz Attarmasi, Syekh Nawawi Al Bantani, dan ulama lainya, terbukti hingga kini karyanya masih bisa dinikmati. Padahal kitab yang ditulisnya sudah berumur ratusan tahun.
“Berdakwah melalui tulisan memiliki berbagai keuntungan. Pertama, sasaran dakwah menjadi lebih luas. Kedua, kemasan dakwah bisa lebih tahan lama, bisa puluhan tahun, bahkan ratusan tahun,” ungkapnya yang juga penulis buku Ajengan Cipasung; Biografi KH Moh Ilyas Ruhiat itu.
Ia menjelaskan, untuk memulai menulis, terlebih dahulu harus banyak membaca.”Tulisan yang kita tulis, adalah apa yang kita baca. Semakin banyak bacaan kita, maka akan semakin variasi apa yang kita tulis,” ujarnya.
Sementara itu, keempat narasumber lain sepakat bahwa literasi media harus sudah masuk dalam kurikulum pesantren. Para santri didorong untuk giat menulis. Kalau tidak, santri akan tergerus dengan peradaban dunia internet.
Untuk menuju ke sana, diperlukan pelatihan penulisan sebagai salah satu usaha membekali para santri dengan pengetahuan dan kemampuan di bidang jurnalistik.
Pada kesempatan itu, para santri dibekali dengan berbagai teknik menulis, seperti menulis biografi kiai, menulis berita, pengenalan tentang tahqiq kitab kuning, dan membuat kutipan-kutipan kiai.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.