Korban Dugaan Sindikat “Magang Palsu” Bukan Siswa SMK

0
481

Jakarta – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menepis adanya dugaan sindikat perdagangan anak melalui program magang.

Menurut Direktur Pembinaan SMK M. Bakrun, kasus yang dimaksud bukan terjadi kepada siswa SMK, namun pada alumni SMK.

“Saya coba langsung klarifikasi ke sekolah-sekolah yang bersangkutan. Misalnya ke Jawa Tengah, NTT tapi ternyata yang menjadi korban itu statusnya sudah alumni alias sudah lulus dari SMK,” kata Bakrun, Rabu (4/4).

Bakrun justru mempertanyakan data yang dirilis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terkait adanya dugaan sindikat perdagangan anak melalui program magang tersebut.

Jika memang terjadi pada siswa SMK, lanjut dia, tentunya akan ada laporan secara resmi kepada pemerintah pusat dalam hal ini Kemendikbud.

Bakrun menyebut istilah untuk siswa SMK yang melakukan praktek kerja lapangan biasanya disebut prakerin atau praktek kerja industri. Adapun magang, umumny ditujukan bagi orang yang telah lulus sekolah dan akan bekerja di suatu perusahaan.

“Makanya saya perlu luruskan ini. Saya juga akan meminta KPAI untuk menjelaskan data yang dirilis kemarin itu dari mana sumbernya,” jelas Bakrun.

Sementara untuk kasus di NTT , Bakrun tak menampik ada beberapa siswa yang melakukan prakerin ke luar negeri selama tiga bulan. Kendati demikian mereka didampingi oleh guru yang bersangkutan selama masa prakerin tetsebut.

Diketahui, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta semua sekolah menengah kejuruan (SMK) mewaspadai modus baru sindikat perdagangan anak dengan modus program magang palsu ke luar negeri.

Modus baru tersebut, saat ini diduga marak dilakukan di daerah-daerah yang menjadi kantong tenaga kerja migran Indonesia.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Lystiarti mengatakan, sindikat perdagangan orang tersebut diduga kuat kerap beroperasi di berbagai sekolah kejuruan di Nusa Tenggara Timur.

Modus operandinya yakni dengan merayu para siswa untuk diberangkatkan ke luar negeri secara mudah, tanpa sertifikasi kompetisi alias pelatihan, menggunakan paspor dengan visa kunjungan, serta tanpa kartu tenaga kerja luar negeri.

Leave a reply