Disdik Palembang Diduga ‘jualan’ Spanduk Penerimaan Siswa Baru
Palembang — Dinas Pendidikan (Disdik) Palembang diduga melakukan pungutan liar (pungli) dengan modus menjual spanduk penerimaan siswa didik baru (PPDB) di seluruh Sekolah Dasar (SD) 2018. Spanduk itu juga dijual kepada Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang bukan masuk dalam wewenangnya.
Hal ini diketahui dari keterangan sejumlah guru dan kepala SD/MI kepada merdeka.com. Mereka mengeluhkan kebijakan kewajiban membeli spanduk yang diterapkan Disdik Palembang.
Setiap SD setingkat harus menyetor uang sebesar Rp 150 ribu untuk mendapatkan spanduk 1×2 meter itu. Padahal, pihak sekolah sudah mencetak spanduk sosialisasi penerimaan siswa baru yang besar dan menarik.
“Kami diwajibkan menyetor Rp 150 ribu untuk spanduk itu, katanya wajib membeli. Kami bingung juga dari mana regulasinya, dasar hukumnya apa,” ungkap salah seorang guru SD di kawasan Seberang Ilir alembang, Rabu (25/4).
Lantaran khawatir menghambat administrasi sekolah, kata dia, pihaknya terpaksa mengikuti kebijakan Disdik Palembang. Hanya saja, mereka menggunakan uang pribadi karena tidak termasuk dalam penggunaan anggaran pendidikan.
“Mau tak mau harus bayar kami ambil sendiri ke kantor Disdik. Pejabat Disdik yang mengurus ini berinisial SF, katanya atas perintah atasannya,” ujarnya.
Hal senada disampaikan guru MI di Seberang Ulu Palembang. Informasi yang beredar di kalangan guru madrasah, mayoritas diminta untuk membayar uang spanduk PPDB. Padahal, MI merupakan kewenangan dan dalam naungan Kementerian Agama, bukan Disdik.
“Sama juga, kami diminta bayar, nominalnya sama. Ada yang sudah ambil, ada juga masih pikir-pikir,” kata dia.
Pengadaan spanduk PPDB tersebut diakui Kepala Bidang Sekolah Dasar Disdik Palembang, Bahrin. Saat dikonfirmasi, dia menyebut spanduk itu bertujuan sebagai penyeragaman sosialisasi penerapan sistem zonasi dalam PPDB tahun ajaran 2018-2019.
“Memang saya akui kami buat spanduk itu, biar seragam. Tapi tidak kami bebankan sekolah membayar, apalagi ditetapkan nominalnya. Kalau sekolah mau bayar, ya silakan saja,” kata Bahrin.
Meski mengklaim tidak mewajibkan menyetor uang, Disdik Palembang ternyata tidak memiliki anggaran khusus dalam mencetak spanduk tersebut. Spanduk itu sebagian besar sudah diambil sekolah, dan sebagian lain masih disimpan di kantornya.
“Tidak ada anggarannya (mencetak spanduk), kami lagi cari dana-dana talangan, biar bisa membayar percetakan,” terangnya.
Terkait dengan keterlibatan MI dalam pengadaan spanduk PPDB, Bahrin mengakui sebuah kesalahan. Pihaknya juga tidak berkoordinasi dengan Kementerian Agama dalam masalah ini.
“Memang salah, kami tidak koordinasi dulu, karena tujuannya untuk sosialisasi kepada masyarakat. Kalau memang menyalahi aturan, tidak apa-apa ditarik saja, tidak memaksa,” kata dia.
“Dari ratusan MI di Palembang baik swasta maupun negeri, baru delapan yang sudah mengambil. Mau dikembalikan juga tidak masalah,” tutupnya.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.