Anak Bangsa? Kok Tega Bunuh Gurunya

0
668

Di seluruh dunia, tak ada bangsa yang menafikan peran guru. Suatu bangsa bisa maju dan beradab berkat jasa guru. Tapi di Indonesia, kini profesi guru sedang terancam. Setelah dikriminalisasi orangtua murid, seorang guru juga bisa kehilangan nyawa hanya karena dianiaya murid. Anak bangsa cap apa ini, jika tega bunuh guru?

Pada 1 Februari lalu, peristiwa tragis terjadi di Sampang (Madura). Guru Seni Rupa Ahmad Budi Cahyono, 27, tewas setelah dihajar oleh murid sendiri, MH, 17, di SMAN I Torjun, Sampang. Murid bengal itu marah, karena diperingatkan guru dengan cara dicoreng mukanya pakai cat. Dunia pendidikan pun berduka.

Guru itu jarwa dosok (baca: bermakna)-nya: bisa digugu dan ditiru. Karena itulah karakter dan integritasnya harus terjaga. Demi label digugu dan ditiru tersebut, seorang guru sedapat mungkin bisa menularkan karakter dan integritas dirinya pada murid. Target itu bisa dicapai bukan hanya karena keteladanan, tapi juga berupa teguran dan peringatan, mana kala si murid misalnya, melanggar kedisiplinan sekolah.

Di SMAN I Torjun Sampang, Ahmad Budi Cahyono mengajar Seni Rupa. Dikiranya mapel (mata pelajaran) sepele, murid bernama MH, 17, dari kelas XII tak memperhatikan apa yang tengah diajarkan Pak Guru di depan kelas. Teman-teman sekelas sedang menggambar, MH tak mengerjakannya. Justru dia malah asyik mengganggu teman-teman yang lain. Hasil karya mereka dicorat-coret. Pak Guru Ahmad segera memperingatkan.

Teguran itu berupa mencoreng muka MH dengan cat. Celakanya, anak Kepala Pasar itu bukannya sadar akan kesalahannya, justru menjadi marah. Tak peduli bahwa Pak Guru adalah sosok yang harus dihormati, MH langsung melayangkan tinju bertubi-tubi tanpa perlawanan. Para murid berusaha melerai, dan guru Ahmad Budi Cahyono pulang. Tapi sungguh mengejutkan, beberapa jam kemudian dikabarkan Pak Guru meninggal di RS karena gegar otak.

Tragedi yang terjadi Kamis 1 Februari 2018 di Sampang Madura itu sungguh melukai dan mencabik-cabik profesi guru. Mereka bekerja bukan sekedar mencari sesuap nasi, tapi mendidik anak-anak bangsa. Seorang murid bisa jadi orang –bukan orang-orangan– berkat jasa pak/bu guru.

Meski mengajar di sekolah negeri, ternyata Ahmad Budi Cahyono, masih pegawai honorer (wiyata bakti). Dengan upah Rp600.000 sebulan, dia tiap hari datang ke sekolah untuk mendidik dan mengajar anak orang. Tapi balasan yang diterima sungguh keji. Di tempat lain guru sering dikriminalisasi orangtua murid, tapi Ahmad Budi Cahyono lebih tragis, dia harus kehilangan nyawanya. Anak bangsa cap apa ini, begitu tega terhadap gurunya. –gunarso ts

Leave a reply