Tata Kelola PTN BH Masih Lemah
Sistem tata kelola PTN BH lemah seperti tak bisa mendatangkan pendapatan yang tinggi.
Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bidang Ilmu Pembiayaan Pendidikan, Nanang Fattah mengatakan, kemampuan pimpinan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH) dalam menerapkan good university governance masih lemah. Ini adalah sistem tata kelola universitas yang menggunakan prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.
Dia menjelaskan, konsep PTN BH mendorong PTN menjadi mandiri dari segi pembiayaan sembari menjaga mutu pendidikan yang tinggi. Hal ini mirip dengan konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di jenjang pendidikan dasar dan menengah yang memberikan otonomi pada sekolah.
“Tapi, yang terjadi pimpinan perguruan tinggi di PTN BH tidak bisa memobilisasi resources, tidak bisa mendatangkan income generating yang tinggi,” ujar Nanang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR dengan Pakar Pendidikan di Jakarta, Kamis (20/6).
Income generating adalah pendapatan perguruan tinggi di luar Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pembangunan Institusi (SPI). Ini mencakup pendapatan dari pengelolaan aset, hibah, penelitian, kerja sama, dan lainnya.
Nanang menyebutkan ketidakmampuan mendatangkan income generating itu berdampak pada biaya UKT mahasiswa yang tinggi. Hal ini menunjukkan kemampuan manajemen PTN BH yang lemah.
Di samping itu, Nanang menilai saat ini masih banyak perguruan tinggi yang menyusun rencana strategis tanpa didukung dengan studi kelayakan anggaran. Dampaknya, anggaran yang diterima perguruan tinggi tidak meningkatkan mutu layanan pendidikan.
“Ini terjadi inefisiensi. Itu salah satu kendala utama yang saya lihat,” tegas Nanang.
Oleh karena itu, Nanang menilai kemampuan manajerial para pimpinan institusi perlu ditingkatkan. Ini dimulai dari tahap merancang pendidikan, menyusun anggaran pendidikan yang layak, hingga menerapkannya.
Sebelumnya, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyampaikan hal senada. Menurutnya, status PTN BH membuat kampus harus mencari sumber pembiayaan untuk memenuhi biaya operasional mereka. Hal ini dilakukan melalui usaha-usaha profit.
Namun, ketika PTN BH tidak memiliki sumber pembiayaan atau usaha yang mencukupi, dana yang dibutuhkan diambil dari UKT mahasiswa. Memanfaatkan UKT disebutnya sebagai usaha paling menguntungkan dan tidak mungkin merugikan bagi kampus.
“Karena itu, selama status PTN-BH ini tidak dibubarkan, kampus tidak dikembalikan menjadi PTN, maka biaya UKT akan selalu membumbung tinggi,” ujar Ubaid, akhir Mei lalu.