
Skema Kenaikan Tunjangan Guru Masih Multitafsir
Rencana pemerintah meningkatkan kesejahteraan guru menyisakan sejumlah pertanyaan bagi para guru aparatur sipil negara atau ASN dan non-ASN bersertifikat pendidik. Pidato Presiden Prabowo Subianto perlu diperjelas agar rencana yang disampaikan tidak multitafsir.
Pengamat pendidikan dari Perguruan Taman Siswa, Darmaningtyas, menilai, pidato Prabowo bisa ditafsirkan beragam. Misalnya, guru ASN bersertifikat pendidik justru bisa saja tidak mendapatkan realisasi janji tersebut. Sebab, mereka selama ini sudah mendapatkan tunjangan sertifikasi senilai satu kali gaji pokok.
Kemudian, tunjangan sertifikasi para guru non-ASN yang sudah bersertifikasi pendidik dan sudah mengalami inpassing (masa kerja dan golongan jabatan disesuaikan dengan guru ASN) justru akan turun jika hanya menerima Rp 2 juta saja sesuai skema pemerintah. Sebab, mereka rata-rata sudah mendapatkan tunjangan antara Rp 2,5 dan Rp 3 juta.
”Bila tafsiran saya itu benar, sebetulnya akan banyak guru yang kecele atas isi pidato tersebut karena harapan yang telah melambung tinggi ternyata suatu kehampaan yang penuh sia-sia saja,” kata Darmaningtyas, Minggu (1/12/2024).
Oleh karena itu, dia mendorong Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti untuk segera memerinci skema yang dimaksud Presiden Prabowo agar tidak membingungkan dan melambungkan ekspektasi para guru. Terlebih, kebijakan ini akan dimulai tahun depan.
Justru guru honorer yang seharusnya diprioritaskan untuk disejahterakan, bukan guru ASN dan non-ASN.
Di sisi lain, Darmaningtyas menilai kebijakan ini terlalu populis tanpa menyentuh persoalan mendasar para guru, yakni rendahnya gaji guru honorer yang belum bisa ikut Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk mendapatkan sertifikasi pendidik. Ini karena kuota PPG sangat terbatas.
Pada 2023, kuota sertifikasi guru hanya untuk 80.000 guru dan tahun 2024 ditargetkan mencapai sekitar 300.000 guru. Artinya, rata-rata dalam satu tahun kuota sertifikasi hanya 200.000 guru.
Adapun berdasarkan catatan Kemendikdasmen, total jumlah guru di Indonesia saat ini 3.365.547 guru ASN dan non-ASN. Dari jumlah itu, 1.932.666 guru sudah bersertifikat pendidik dan 1.432.881 juta sisanya belum bersertifikat.
Kompas/Hendra A SetyawanMenteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti memberikan keterangan kepada wartawan seusai rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (26/11/2024).
Apabila kemampuan pemerintah menyelenggarakan sertifikasi rata-rata hanya 200.000 guru setahun, diperkirakan paling cepat tujuh tahun semua guru yang ada saat ini lolos sertifikasi.
”Artinya, akan ada sekitar 432.881 guru yang tidak pernah merasakan tambahan tunjangan sertifikasi tersebut sampai berakhirnya pemerintahan Presiden Prabowo pada tahun 2029 nanti. Perlu percepatan proses sertifikasi guru,” tuturnya.
Guru honorer
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menambahkan, pidato Prabowo tidak relevan bagi para guru honorer, apalagi yang belum bersertifikat pendidik. Sebab, mereka hanya dijanjikan bantuan uang sebagai tambahan penghasilan dan langsung dikirim kepada para guru honorer, dengan catatan besaran dan teknis pelaksanaannya akan diumumkan lebih lanjut pada tahun 2025.
Ubaid menyebut, justru para guru honorer yang seharusnya diprioritaskan untuk disejahterakan, bukan guru ASN dan non-ASN. Kebijakan ini menunjukkan sikap pemerintah yang terus melanggengkan kasta dalam profesi guru. Ini bisa berdampak pada menebalnya kecemburuan sosial di antara para guru.
”Mana tanggung jawab pemerintah, yang dalam UU guru dan dosen, harus menjamin perlindungan profesi dan kesejahteraan untuk semua guru, tanpa terkecuali?” tanya Ubaid.Kompas/P Raditya Mahendra YasaSalah satu siswa mencium tangan guru sebagai tanda bakti dan hormat mereka saat turut merayakan Hari Guru di SD Mataram, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (25/11/2024).
Darmaningtyas menambahkan, pemerintah sebenarnya bisa memprioritaskan guru honorer melalui komponen tunjangan fungsional. Landasan hukumnya ialah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Pasal 17 UU tersebut menyebutkan, pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Tunjangan fungsional ini dapat dialokasikan dalam APBN dan/atau APBD.
”Pemberian tunjangan fungsional bagi guru-guru yang belum lolos sertifikasi adalah jalan terbaik yang berkeadilan. Dasarnya, selain UU Guru dan Dosen, juga tanggung jawab negara untuk mencerdaskan bangsa,” tutur Darmaningtyas.
Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) Soeparman Mardjoeki Nahali mengingatkan, janji kampanye Prabowo-Gibran yang diperkuat dalam Astacita, salah satunya, adalah melindungi hak asasi manusia (HAM) seluruh warga negara dan menghapus praktik diskriminasi. Oleh karena itu, pihaknya menuntut peningkatan kesejahteraan yang setara antara guru ASN dan non-ASN.
”Peningkatan kesejahteraan harus secara adil dan tidak diskriminatif dalam bentuk tunjangan fungsional sebesar satu kali tunjangan profesi,” kata Soeparman.
Sementara itu, Prabowo dalam pidatonya juga menginstruksikan Mendikdasmen Abdul Mu’ti untuk segera mematangkan lalu menjalankan kebijakan ini dalam 3-4 bulan ke depan. Harapannya, para guru bisa segera mendapatkan kesejahteraan yang selama ini didambakan.
Terkait percepatan sertifikasi guru, Mu’ti menyatakan bahwa pihaknya akan memperbanyak kuota PPG hingga 800.000 pada tahun 2025. Dia mendorong para guru yang belum bersertifikat pendidik untuk bersiap agar bisa turut mendapatkan realisasi janji tersebut.
”Setelah dia lulus profesi guru, dia dapat sertifikasi. Maka, dengan dapat sertifikasi, kesejahteraan dia meningkat,” kata Mu’ti kepada Kompas, Selasa (18/11/2024).
https://www.kompas.id/artikel/skema-kenaikan-tunjangan-guru-masih-multitafsir.