Presiden ASPBAE Pimpin Konsultasi Nasional Indonesia
Jakarta – Presiden ASPBAE (The Asia South Pacific Association for Basic and Adult Education) Nani Zulminarni memimpin langsung Konsultasi Nasional anggota ASPBAE di Jakarta, Jumat (15/12). Pendidikan kaum muda dan dewasa Agenda SDG 4 dan CONFINTEA VI jadi tema induk konsultasi nasional di Indonesia. Praktik baik dan peluang kesiapan Indonesia lebih berperan dalam menjalankan kerangka pendidikan luar sekolah, Pendidikan sepanjang hayat (Lifelong Learning) turut menjadi tema khusus pembahasan.
Nani Zulminarni mengatakan, komitmen dunia dalam pembangunan berkelanjutan SDG, terutama diselaraskan dengan penerapan pembangunan pendidikan (SDG 4) perlu didorong ke dalam sistem pendidikan nasional.
Optimisme dan tantangan Indonesia, tambah Nani, terutama dalam penerapan agenda SDG bidang Pendidikan perlu diselaraskan lebih komprehensif.
Menurut Nani, butir-butir rekomendasi konferensi pendidikan dunia di Korea baru-baru ini, dalam “the sixth International Conference on Adult Education (CONFINTEA VI) diharapkan menjadi referensi , opsi dan solusi dalam mengatasi berbagai kendala sehingga pembangunan dan kebijakan pendidikan nasional yang dicita-citakan cepat terwujud.
Sedikitnya 10 dari 12 perwakilan oraganisasi anggota ASPBAE Forum Indonesia hadir dalam kegiatan Konsultasi Nasional Indonesia kerjasama PEKKA-ASPBAE Jumat (15/12). Dari forum konsultasi dihasilkan beberapa masukan, terutama mendesak pemerintah lebih proaktif menyelaraskan komitmen Indonesia menjalankan SDG 4 dan beberapa rekomendasi KTT Pendidikan dunia lainnya, mengagendakan forum nasional menyelaraskan perspektif guna mendukung kesiapan Indonesia dalam mewujudkan pendidikan kaum muda dan dewasa, terutama mewujudkan pendidikan sepanjang hayat (Lifelong learning) lebih menyeluruh.
Sampai saat ini anggota ASPBAE Indonesia terdiri dari sejumlah organisasi prodemokrasi yang fokus dan konsisten menjalankan programnya dalam beragam sektor, terutama berbasis pendidikan, pemberdayaan dan kesetaraan, pangan gizi dan kesehatan , serta program sosial kemanusiaan , termasuk demokrasi dan perdamaian. Anggota ASPBAE Indonesia JPPI/NEW Indonesia, PEKKA, ACE, Koalisi Perempuan Indonesia, CCDE, Institut Kapal Perempuan, PPSW, PESADA, Capacity Building Learning Sumatera Forum, ASPPUK, YIS dan RUMPUN.
Pengangguran dan Sekolah Vokasi/SMK
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2017 mengalami penurunan menjadi 5,33% dari Februari 2016 yang sebesar 5,50%.
Dari 131,55 juta orang yang masuk sebagai angkatan kerja, terdapat 124,54 juta orang yang bekerja, dan sisanya 7,01 juta orang dipastikan pengangguran.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto seperti dilaporkan detikcom mengatakan. Berdasarkan pendidikan, tingkat pengangguran terbuka terendah berada di jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah yakni 3,54%.
“TPT terendah sebesar 3,54% terdapat pada penduduk berpendidikan SD ke bawah,” kata Kecuk di Gedung BPS, Jakarta, Jumat (5/5/2017).Tingkat pengangguran terbuka sektor pendidikan dari jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 5,36%, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 7,03%. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 9,27%. Diploma III (D3) sebesar 6,35%, dan universitas 4,98%.
“Yang tertinggi sebesar 9,27% pada jenjang pendidikan SMK, ke depan SMK ini jurusannya perlu diperluas, agar tidak ada kekeliruan link dari yang dipelajari SMK dengan yang dibutuhkan dunia kerja,” jelasnya.
Dari total penduduk Indonesia terdapat 190,59 juta orang masuk ke dalam usia kerja. Dari total tersebut terdapat 131,55 juta orang angkatan kerja di mana 7,01 juta orang pengangguran.
Sedangkan 124,54 juta orang bekerja. Dari 124,54 juta, 87,00 juta pekerja penuh, 28,05 juta oran pekerja paruh waktu, dan 9,49 juta orang setengah menganggur.
Sedangkan 59,04 juta orang dari 190,59 juta usia kerja, merupakan bukan angkatan kerja. Di mana, 36,08 juta orang mengurus rumah tangga, 15,24 juta orang sekolah, dan 4,72 juta orang lainnya.
Lebih 2 juta Anak Indonesia Putus Sekolah
Manajer Fundraising Yayasan Amal Khair Yasmin, Mujtahidien dikutip laman berita terkemuka nasional Kabar24bisniscom mengungkapkan masalah pendidikan gratis di Indonesia masih relevan.
Berdasarkan data UNICEF tahun ini sebanyak 2,5 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan lanjutan yakni sebanyak 600 ribu anak usia sekolah dasar (SD) dan 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Data statistik tingkat provinsi dan kabupaten menunjukkan bahwa terdapat kelompok anak-anak tertentu yang terkena dampak paling rentan yang sebagian besar berasal dari keluarga miskin sehingga tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
“Anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu, memiliki kemungkinan putus sekolah emapat kali lebih besar daripada mereka yang berasal dari keluarga berkecukupan. Untuk data statistik geografis, tingkat putus sekolah anak SD di desa 3:1 dibandingkan dengan di daerah perkotaan,” Kata Mujtahidien dalam workshop pendidikan gratis, di Jakarta, Selasa (23/6)
Menurut Mujtahidien, Hal tersebut terjadi karena dipicu oleh faktor kekurangan tenaga pengajar untuk daerah terpencil dan tergolong berpenghasilan rendah.
“Tingkat putus sekolah anak di desa dapat mencapai 3% jika dibandingkan dengan anak di perkotaan,” tambahnya.
Hal tersebut, kata Mutjahidien seharusnya menjadi perhatian pemerintah dalam pemerataan pendidikan di Indonesia.
Dengan diadakannya guru garis depan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) saat ini diharapkan mampu mengurangi jumlah anak putus sekolah terutama di daerah terpencil.
Anggaran Pendidikan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dikutip laman Kompascom mengatakan bahwa persoalan anggaran pendidikan Indonesia dan kualitasnya menjadi sorotan Bank Dunia. Pasalnya, kualitas pendidikan Indonesia kalah dari Vietnam, meski besar anggarannya sama.
“Indonesia dan Vietnam sama-sama spending 20 persen dari budget negara untuk pendidikan. Tapi hasilnya sangat beda,” terang Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (22/11)lalu.
Menurutnya anggaran pendidikan dalam APBN 2018 mencapai Rp 441 triliun, meningkat dibandingkan tahun 2017 yang hanya Rp 416 triliun.
Anggaran Pendidikan dikritik
Bank Dunia mengkritik alokasi anggaran pendidikan Indonesia yang dinilai lebih banyak diperuntukkan bagi guru dibandingkan murid. Apalagi, kondisi itu belum diimbangi dengan perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia.
Direktur Bank Dunia Rodrigo Chavez dilaporkan CNNIndonesia mengungkapkan dengan kondisi saat ini, pemerintah membutuhkan waktu 50 tahun agar seluruh siswa di Indonesia mencapai rata-rata kompetensi siswa berdasarkan standar Organisasi Kerja Sama Negara Berkembang di dunia (OECD).
“Saya pikir Indonesia tidak bisa dan tidak mau untuk menunggu selama itu,” tutur Chavez dalam Konferensi Pendidikan Internasional ‘Belajar untuk Semua: Prinsip Bersama untuk Pemerataan Sistem Pendidikan Dasar yang Kuat’ di Jakarta baru-baru ini.
Rodrigo mengingatkan, pendidikan adalah kendaraan yang ampuh untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, serta meletakkan dasar bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Karenanya, alokasi anggaran pendidikan harus dimonitor dengan baik dengan kinerja yang terukur.
“Sistem pendidikan yang kuat dapat membantu meningkatkan keunggulan kompetitif dan memberikan setiap warga Indonesia kesempatan yang sama untuk mencapai potensi mereka, sehingga bisa tampil sebagai warga negara global yang trampil dan berpendidikan tinggi,” ujarnya.
Komitmen CONFINTEA VI Suwon
Situs UNESCO melaporkan KTT Pendidikan Suwon, Republik Korea Oktober 2017 lalu, bahwa Lebih dari 400 pemangku kepentingan internasional dari 98 negara berkumpul guna meninjau pelaksanaan pembelajaran dan pendidikan orang dewasa di seluruh dunia.
Pada pertemuan global yang diselenggarakan bersama oleh UNESCO Institute for Lifelong Learning (UIL), delegasi negara peserta berbagi pengalaman yang dicapai dalam memberikan kesempatan belajar dan pendidikan bagi kaum muda dan orang dewasa.
Dalam Konferensi Internasional tentang Pendidikan Dewasa Keenam (CONFINTEA VI) disepakati, bahwa negara-negara berkomitmen mewujudkan Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDG), khususnya SDG 4 tentang pendidikan dan kehidupan seumur hidup, negara-negara berkeinginan mewujudkan dan memberikan pendidikan berkualitas dan kesempatan belajar sepanjang hayat (lifelong learning)kepada kaum muda dan orang dewasa untuk mencapai SDGs.
Peserta Review Mid-Term CONFINTEA, menyatakan kesiapan mereka untuk bekerja sama, untuk membantu memperbaiki dan memperkuat kebijakan belajar dan pendidikan orang dewasa, rencana , strategi dan praktik. Konferensi Suwon menghasilkan serangkaian tindakan strategis berwawasan ke depan untuk Negara-negara Anggota UNESCO, serta untuk mitra pembangunan nasional, regional dan global, mengenai pelaksanaan yang berkelanjutan Kerangka Aksi Belém serta Rekomendasi 2015 tentang Pembelajaran dan Pendidikan Orang Dewasa. Dokumen hasil akan bertujuan untuk memperkuat pengetahuan dan kesadaran akan manfaat pembelajaran dewasa dan pendidikan orang dewasa di berbagai sektor yang berbasis keberagaman masyarakat selaras dengan SDG 4 sebagaimana diuraikan dalam Kerangka Pendidikan 2030, dan Agenda Berkelanjutan Pembangunan 2030 yang lebih luas. Konferensi tersebut juga menetapkan jadwal Konferensi Internasional Pendidikan lanjutan yang akan berlangsung pada 2021 mendatang. (Berbagai sumber, Tim)
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.