Inikah “Pendidikan” Indonesiaku?
Lampung — “Presiden BEM saja di kasuskan apalagi aku yang mahasiswa biasa….” Kira-kira seperti itulah gambaran pemikiran sebagian mahasiswa Indonesia, mungkin pemikiran seperti itulah yang mendominasi mahasiswa Indonesia hari ini. Seperti kasus yang terjadi di Universitas Sriwijaya (UNSRI) baru-baru ini ketika mahasiswa melakukan penggalangan koin dan petisi untuk penurunan terhadap UKT (bukan penghapusan lho) yang ditujukan ke Rektor UNSRI, alih-alih apa yang dituntut oleh para mahasiswa tersebut disambut dengan itikad baik oleh pihak Rektorat malah berakhir dengan pelaporan Presma Unsri Rahmad Fahrizal ke kepolisisan dan sanksi penonaktifan akademik tiga mahasiswa UNSRI yang melakukan aksi tersebut. Bahkan mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan tersebut mengalami kriminalisasi dari pihak keamanan kampus dan aparatur negara.
Hal tersebut merupakan satu rangkaian sistem di negri ini dalam membentuk generasi yang patuh, tunduk dan taat terhadap sistem yang dibuat oleh elit politik borjuasi. Padahal, kita tentunya sama-sama tidak menginginkan negara ini kacau dengan banyaknya orang yang tidak mematuhi aturan, tapi jika ketaatan, ketertundukan dan ketaatan tersebut membelenggu nalar kritis generasi tentunya akan beda persoalan dan akan menjadi bahaya besar yang akan menimbulkan negara yang totalitarian.
Sejatinya negara sudah menjamin pencapaian nalar kritis yang ilmiah bagi generasi bangsa yang tertuang dalam pasal 28 UUD 1945 “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Bagaimana mungkin warga negara dalam hal ini mahasiswa yang menyampaikan pendapat di depan umum yang dapat mengeluarkan pikiran secara bebas dan mendapatkan perlindungan hukum malah di kriminalisasi, ini menunjukan bahwasanya sudah langka nya demokratisasi di lingkungan kampus, dan ini menjadi suatu permasalahan bagi nya. Tapi bagaimana dengan mahasiswa yang tidak tahu akan hal tersebut ?
UNSRI adalah salah satu contoh masalah dalam dunia pendidikan dewasa ini dan masih banyak kasus lain nya seperti kriminalisasi dua mahasiswa UNNES dengan tuduhan pelanggaran UU ITE, ancaman DO tanpa sebab yang jelas kepada mahasiswa UNRAM, DO sepihak terhadap mahasiwa UP 45 Yogyakarta, kriminalisasi tiga mahasiswa di Medan ketika aksi Hardiknas dan lain sebagainya yang luput dari informasi publik. Dunia pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini sudah semakin memprihatinkan. Dari mulai regulasi-regulasi yang dikeluarkan pemerintah untuk mepermulus arus modal (investasi), sistem UKT yang membuat seolah-olah kepentingan mahasiswa saling bertentangan dengan skema penggolongan nya, sampai pada pemberengusan ruang demokratis secara terang-terangan. Padahal kita tau, sejak zaman manusia muncul dimuka bumi yang namanya pendidikan itu adalah suatu hak bagi setiap manusia untuk dicerdaskan oleh kelompok/komune/suku/bangsa/negara tempat dia dilahirkan agar mampu mengembangkan nalarnya sehingga mampu mengelola bumi menjadi tempat yang layak dihuni, mampu berhubungan baik dengan alam dan sesama manusia sehinga tercipta tatanan kehidupan masyarakat yang adil secara sosial, demokratis secara politik dan partisipatif secara budaya.
Namun, pendidikan di Indonesia hari ini tidak lagi bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa atau sampai menjadi alat pembebasan akan ketertindasan untuk membebaskan bangsa ini, pendidikan kita telah menjelma suatu komoditas yang berorientasi profit dan tidak ubahnya seperti pabrik yang siap mencetak robot-robot kaku nan terampil yang dipersiapkan untuk jadi pekerja upah murah. Makanya ia tidak boleh berfikir kritis, sedikit saja sudah mulai bersuara dan tidak sepakat dengan aturan kampus maka ia akan disingkirkan entah Intimidasi, Drop Out, bahkan berujung Jeruji.
Rangkaian pristiwa yang terjadi akhir-akhir ini, dengan segala hingar bingar nya bermunculan ketika mulai ada perlawanan rakyat yang mulai jenuh terhadap kebijakan negara. Penolakan akan Kapitalisasi Pendidikan itu sudah bermunculan dengan kondisi yang semakin menghimpit, akan tetapi perlawanan-perlawan yang ada sifatnya masih sporadis dan terkadang masih terjebak sekterian tanpa akhir. Kondisi kedepannya akan semakin parah jika kita semua tidak segera menemukan metode untuk menyikapi permasalahan pendidikan secara serius dan mengkesampingkan ego masing-masing baik organ ataupun individu. Padahal kita semua sepakat bahwa pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang sangat efektif dalam membangun suatu bangsa, sehingga arah pendidikan hari ini sangat menentukan masa depan bangsa. Jika pendidikan diarahkan menjadi doktrinasi, nondemokratis, individual dan berorientasi profit maka sudah bisa dipastikan bahwa masa depan Indonesia akan menjadi ladang santapan bagi korporasi untuk memeras dan mengeksploitasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia Indonesia akibat tidak tumbuhnya kesadaran sosial dan berpikir kritis bagi generasinya.
Hal yang paling substansi hari ini adalah persoalan demokrasi di tingkatan kampus yang selaras dengan semangat “kemudahan dan kenyamanan investasi” bagi pemodal yang mengekang kebebasan ekspresi, organisasi dan berpendapat peserta didik seperti yang sudah saya sampaikan diatas. Akan menjadi ancaman besar bagi Indonesia ditengah masifnya kekuasaan modal yang menggusur lahan rakyat, memburu generasi kritis dan menerapkan politik upah murah. Maka sudah menjadi keharusan bagi seluruh entitas individu maupun organisasi yang pro terhadap demokrasi untuk menyatukan kekuatan dalam mewujudkan demokrasi sejati dan melawan sistem kapitalisme utamanya di dunia pendidikan.
Jika persatuan gerakan rakyat tidak membangun kekuatan untuk melawan kebijakan anti demokrasi yang tertuang dalam Perppu nomor 2 tahun 2017 tentang Ormass, maka ketakutan kita semua terhadap pembungkaman, penculikan dan pembunuhan semena-mena terhadap kritikan atas kebijakan negara akan menjadi nyata seperti masa pemerintahan Orde baru terdahulu. Dengan alasan penertiban umum dan pembangunan, darah dan nyawa manusia sudah tidak berharga lagi dimata penguasa. /Benny Agung P/Koordinator SMI Bandar Lampung.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.