3,29 Juta Penduduk Masih Buta Aksara
JAKARTA–Sebanyak 3,29 juta penduduk Indonesia tercatat masih buta aksara. Pemerintah pun terus menggalakkan berbagai program agar jumlah buta aksara bisa diberantas.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat, pada 1945 jumlah penduduk buta aksara mencapai 95%. Kemudian pada 2015 jumlah penduduk buta aksara telah berkurang 3,4% atau menjadi sebanyak 5,6 juta orang.
Selanjutnya pada 2017 jumlahnya kembali berkurang menjadi 3,4 juta orang. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS tahun 2018, jumlah penduduk buta aksara turun menjadi 3,29 juta orang atau hanya 1,93% dari total populasi penduduk. Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Paud Dikmas) Kemendikbud Harris Iskandar mengatakan, Kemendikbud menjalankan beragam program dan kegiatan untuk menuntaskan buta aksara.
Di antaranya memperkuat program pendidikan keaksaraan dengan budaya, keterampilan, dan bahasa. Kemendikbud juga melaksanakan program pasca-buta aksara. Program tersebut antara lain pendidikan keaksaraan usaha mandiri (KUM) dan pendidikan multikeaksaraan.
”Kami melaksanakan program keaksaraan dalam dua tingkatan, yaitu keaksaraan dasar bagi warga yang masih buta aksara, dan keaksaraan lanjutan bagi yang telah menyelesaikan program keaksaraan dasar,” ujar Harris dalam jumpa pers persiapan peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) Ke-54 di Kantor Kemendikbud, Jakarta, kemarin.
Selain itu ada program keaksaraan dasar padat aksara, program keaksaraan dasar bagi komunitas adat terpencil/ khusus, program keaksaraan usaha mandiri, dan program multikeaksaraan.
Program dengan sistem blok atau kluster juga diterapkan di daerah padat buta aksara seperti di Papua (22.88%), Sulawesi Selatan (4,63%), Sulawesi Barat (4,64%), NTB (7,51%), NTT (5,24%), dan Kalimantan Barat (4,21%). Keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam memberantas buta aksara pun memperoleh penghargaan dari UNESCO pada 2012, yakni King Sejong Literacy Prize .
Selain itu, sejak akhir 2018, Pemerintah Indonesia dipilih sebagai Komite Pengarah Aliansi Global Literasi (Global Alliance for Literacy) UNESCO atas keberhasilan memberantas buta aksara. Peringatan HAI tahun ini akan diselenggarakan di Makassar pada 5-8 September.
Tema yang diusung UNESCO adalah ”Literacy and Multilingualism”. Mengacu pada tema tersebut, Kemendikbud menetapkan tema nasional peringatan HAI tahun ini adalah ”Ragam Budaya Lokal dan Literasi Masyarakat ”.
Selain kegiatan tersebut, pada puncak peringatan HAI juga akan diberikan penghargaan kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam bidang keaksaraan. Di antara yang menerima penghargaan adalah 6 kabupaten dan 1 kota yang akan mendapat anugerah aksara, yakni Kota Balikpapan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Bone, Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan Kabupaten Tangerang.
Pemerintah daerah tersebut dinilai berkomitmen tinggi dalam upaya penuntasan buta aksara. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji berpendapat, ada dua pekerjaan besar di dalam masalah ini, yakni yang pertama soal pem berantasan buta aksara itu sendiri dan yang kedua adalah menumbuhkembangkan tradisi literasi di tengah masyarakat.
Menurut Ubaid, pemerintah seharusnya bisa menyinergikan dua pekerjaan besar itu dalam satu program penuntasan. ”Dan ini dua pekerjaan yang seharusnya bisa dilakukan dalam satu kesatuan. Bukan satu per satu yang terpisah. Sebab saat ini minat baca Indonesia masih sangat rendah,” tandasnya.
Ubaid mengatakan, yang terjadi di lapangan adalah penduduk sudah melek huruf, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami apa yang telah dibaca. Masalah lain juga muncul karena mereka juga tidak punya minat baca.
Karena itu, dia berpendapat, seharusnya program pemerintah tidak hanya mengajari mereka membaca, tetapi juga bagaimana menjadikan mereka keranjingan membaca.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.