
Tiba-tiba Sekolah Rakyat: Solusi atau Cuma Cari Simpatik
Memutus mata rantai kemiskinan diklaim sebagai tujuan Presiden Prabowo Subianto membangun Sekolah Rakyat. Sekolah gratis yang juga diklaim berkualitas itu, dirintis untuk masyarakat miskin dan miskin ekstrem. Kementerian Sosial sebagai penggagas akan membangun sekolah tersebut menyerupai asrama atau boarding school.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia atau JPPI, Ubaid Matraji ragu wacana pemerintah membangun Sekolah Rakyat ini telah melalui kajian matang. Musabab Nya, dia menilai rencana tersebut sangat tidak relevan. Alih-alih menjawab kebutuhan akan pendidikan yang inklusif, Ubaid menganggap pemerintah melalui program Sekolah Rakyat terkesan hanya ingin menarik simpatik masyarakat.
“‘Kita akan membangun Sekolah Rakyat untuk rakyat miskin.’ Itu kan terdengarnya kalau dipidatokan sangat menarik simpatik orang,” kata Ubaid kepada Suara.com, Rabu (15/1/2024).
Program Indonesia Pintar atau PIP di era Presiden Joko Widodo atau Jokowi, kata Ubaid, adalah contoh bagaimana kebijakan yang diambil semata-mata hanya untuk menarik simpatik masyarakat. Daripada membangun Sekolah Rakyat, kata dia, pemerintah lebih baik memaksimalkan bantuan untuk sekolah-sekolah yang ada agar benar-benar bisa memberikan layanan pendidikan yang gratis.
Sehingga, kasus sebagaimana yang dialami IM siswa kelas IV SD Abdi Sukma, Kota Medan, Sumatera Utara— dihukum guru duduk di lantai karena menunggak membayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan atau SPP tidak terjadi kembali.
Senada dengan Ubaid, Kepala Bidang Advokasi dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri menilai wacana pemerintah membangun Sekolah Rakyat tidak lagi relevan. Berdasar sejarahnya, kata dia, Sekolah Rakyat di masa kolonial, ketika itu dibangun memang karena tidak ada sekolah yang bisa menjangkau masyarakat pribumi kelas bawah.
Kemudian dalam perjalanannya, lanjut Iman, Sekolah Rakyat di masa rezim Orde Baru berubah menjadi Sekolah Instruksi Presiden atau Inpres. Di masa Presiden Soeharto itu, pemerintah memperbanyak pembangunan SD Inpres hingga ke daerah 3T atau daerah tertinggal, terdepan, dan terluar.
“Sekolah Rakyat dihidupkan itu menjadi tidak relevan, karena kan sudah ada sekolah negeri,” jelas Iman kepada Suara.com, Rabu (15/1/2025).
Daripada membangun Sekolah Rakyat yang justru dikhawatirkan semakin menimbulkan segregasi sosial di masyarakat. Iman menyarankan pemerintah agar memperkuat sekolah-sekolah negeri yang sudah ada. Sehingga sekolah tersebut bisa menampung lebih banyak lagi siswa dari semua lapisan masyarakat tanpa perlu di kotak-kotakan.
“Termasuk untuk anak-anak yang rencananya akan dibuatkan Sekolah Rakyat,” ungkapnya.
Digagas Kemensos
Keinginan Prabowo membangun Sekolah Rakyat diungkap Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin usai rapat di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, pada Jumat, 3 Januari 2024. Program Sekolah Rakyat tersebut menurutnya akan digagas Kementerian Sosial atau Kemensos sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat.
Sementara Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menyampaikan, selain biaya pendidikannya ditanggung pemerintah, siswa-siswa di Sekolah Rakyat nantinya juga akan mendapat asupan makanan bergizi.
“Dalam pelaksanaannya bisa jadi ini (pendanaannya) murni dari pemerintah, bisa jadi juga kerja sama dengan swasta,” ujar Gus Ipul.
Gus Ipul mengklaim, sekalipun digagas Kemensos, Sekolah Rakyat akan tetap melibatkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah atau Kemendikdasmen dalam pelaksanaan proses belajar dan mengajarnya. Kekinian, konsep Sekolah Rakyat itu masih dalam tahap pematangan sebelum dilakukan uji coba di sekitar Jabodetabek.
“Kami masih akan konsultasikan nanti ke Presiden,” katanya.
Dosen Program Studi Manajemen Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Subarsono berharap pemerintah mengkaji kembali wacana pembangunan Sekolah Rakyat. Selain dinilai belum terlalu mendesak, Sekolah Rakyat yang berada di bawah Kemensos itu juga dianggap tidak tepat.
“Saya kira ini menjadi problematik berada di bawah Kementerian Sosial karena tupoksinya bukan mengurusi masalah pendidikan,” tutur Subarsono.
Subarsono menyarankan, pemerintah sebaiknya menaruh perhatian lebih kepada sekolah-sekolah yang sudah ada. Di mana masih banyak di daerah-daerah, sekolah yang membutuhkan perhatian dari pemerintah. Mulai dari bangunan sekolah yang rusak, hingga gaji guru yang masih memprihatinkan.
Sekalipun ingin membangun Sekolah Rakyat, Subarsono menilai sebaiknya berada di bawah naungan Kemendikdasmen. Kemudian pelaksanaannya pembangunannya juga lebih baik diprioritaskan untuk di daerah 3T
“Karena orientasinya untuk orang miskin, gratis, dan berasrama. Saya pikir pantasnya berada di daerah yang belum maju,” ujarnya.
Sementara Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengatakan akan melakukan pembahasan lebih lanjut bersama Kemensos terkait rencana pembangunan Sekolah Rakyat. Dia memastikan pemerintah akan mencari skema yang terbaik untuk menghindari kekhawatiran-kekhawatiran ada di masyarakat terhadap pelaksanaan program tersebut.
“Mungkin perlu bicara lebih lanjut antarkementerian. Karena itu adalah perintah Presiden dan kami berusaha untuk dapat melaksanakan sebaik-baiknya,” ujarnya usai menghadiri acara Pembukaan Sidang Tanwir I ‘Aisyiyah di Jakarta, Rabu (15/1/2025).