Dikecam Aktivis hingga Dinilai Kehabisan Akal, Pemprov DKI Tetap Cabut KJP Pelajar Terlibat Tawuran

0
183

Pemprov DKI Jakarta nampaknya tidak mengindahkan peringatan dari aktivis pendidikan dan para orang tua murid soal penanganan tawuran.

Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta masih saja mencabut bantuan sosial pendidikan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus bagi pelajar yang terlibat tawuran.

Padahal dampaknya sangat riskan dan sudah diwanti-wanti akan berakibat lebih buruk.

Setelah selama 2023, Disdik DKI mencabut 492 KJP PLus, kini di awal tahun 2024, dua pelajar merasakan hal sama.

Cabut KJP
Dua pelajar itu terlibat tawuran di di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Minggu (28/1/2024).

Sebagai informasi, tawuran yang terjadi Minggu dini hari itu menyebabkan satu remaja mengalami luka parah hingga kehilangan tangan kanannya.

Pencabutan KJP Plus ini disebut Kepala Pusat Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional Pendidikan (P4OP) Disdik DKI Jakarta, Waluyo Hadi, mengacu pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 110 Tahun 2021 tentang Bantuan Sosial Biaya Pendidikan.

“(Pencabutan KJP Plus) diatur dalam Pasal 23 sampai 26 dalam Pergub Nomor 110 tahun 2021,” ucapnya saat dikonfirmasi, Senin (5/2/2024).

Adapun pencabutan KJP Plus ini merupakan tindak lanjut surat dari kepala sekolah SMP Negeri 102 dan SMA Teladan 1 Jakarta.

Baik pihak sekolah maupun orang tua siswa, juga mengakui keterlibatan dua pelajar itu dalam aksi tawuran di Pasar Rebo tersebut.

“Jadi kami melakukan pemblokiran pada penerima manfaat program pangan bersubsidi untuk dia peserta didik tersebut,” ujarnya.

Kecam Pencabutan KJP
Kebijakan kencabutan KJP ini pernah dikecam oleh aktivis pendidikan dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI).

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, mengatakan, pencabutan KJP Plus justru akan menimbulkan masalah baru di ibu kota.

Sebab, para pelajar yang menerima KJP Plus berasal dari keluarga kurang mampu.

“Kalau KJP dicabut, lalu anak yang tawuran enggak sekolah, gimana nasib mereka? Yang tawuran itu banyak loh,” ucapnya saat menjadi pembicara dalam forum diskusi bertajuk Catatan Akhir Tahun Bidang Pendidikan di DKI Jakarta yang digelar di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (31/12/2023).

“Kalau semuanya dicabut, nanti mereka akan menjadi masalah. Makanya kami enggak setuju JP dicabut,” sambungnya.

Ubaid menyebut, aksi tawuran antar pelajar yang terjadi di DKI Jakarta terus mengalami tren peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.

Bahkan, tawuran menyumbang 59 persen angka kekerasan pada anak yang terjadi di ibu kota sepanjang 2023 ini.

Maraknya aksi tawuran ini dinilai sebagai buah dari kurangnya keseriusan sekolah-sekolah di Jakarta dalam melakukan pembinaan terhadap para murid.

“Sehingga muncul pola dan tren kalau enggak gabung geng tertentu nanti jadi korban bullying. Makanya mereka gabung geng lalu tawuran. Ini sudah menjadi tren dan terjadi di banyak sekolah,” ujarnya.

Selain itu, ia juga menyebut, maraknya aksi tawuran timbul akibat tidak adanya ketegasan dalam penegakan aturan.

Sehingga, kekerasan di lingkungan sekolah seolah sudah menjadi sebuah budaya.

“Tawuran di DKI bukan hanya kasus 2023, ini sudah lama. Karena apa? Karena kekerasan didukung sistem yang secara sistemik merupakan bagian dari pembiaran,” tuturnya.

Terakhir, Ubaid juga menyinggung soal cara pandang guru dan para tenaga pengajar yang masih melihat kekerasan sebagai upaya paling efektif untuk mendisiplinkan peserta didik.

“Kenapa pelaku banyak guru? Karena masih ada cara pandang kekerasan sebagai cara efektif untuk melakukan pendisiplinan,” kata dia.

Untuk mencegah aksi tawuran ataupun maraknya kasus kekerasan pada anak, Ubaid minta Pemprov DKI membentuk suatu instrumen untuk melakukan pengawasan.

Kehabisan Akal
Sementara, orangtua murid yang tergabung dalam Koalisi Pendidikan Jakarta mengkritisi kebijakan pencabutan KJP Plus untuk pelajar yang ikut tawuran.

Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono yang menerapkan pencabutan KJP itu dinilai sudah kehabisan akal untuk mencegah maraknya aksi tawuran antar pelajar.

“Pak Heru ini sudah kehabisan cara. Padahal, tawuran kan bukan hanya terjadi sekarang, tapi pemerintah enggak punya cara mencegahnya,” ucap Jumono, orang tua murid yang tergabung dalam Koalisi Pendidikan Jakarta, Minggu (31/12/2023).

Menurutnya, sekolah seharusnya bisa jadi tempat untuk mendidik anak.

Tak hanya mendidik secara akademis, tapi juga terkait dengan sikap atau nilai-nilai budi pekerti luhur.

“Sekolah itu tempat menyemai nilai-nilai, tapi itu tidak pernah dilakukan guru di sekolah. Lagi-lagi pemerintah enggak tahu bagaimana menanam empati, bagaimana mengarahkan anak enggak tawuran,” ujarnya.

“Ini yang sebenarnya harus dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta,” sambungnya.

Pencabutan KJP Plus pelajar yang ikut tawuran ini pun disebutnya hanya akan menimbulkan masalah baru.

Ia khawatir, angka putus sekolah di ibu kota bakal meningkat seiring banyaknya pelajar yang dicabut bantuan KJP-nya.

“Pak Heru sudah kehabisan cara, sehingga main cabut KJP. Kalau yang dicabut banyak, lalu dia miskin dan putus sekolah gimana?,” tuturnya.

Comments are closed.