Tingkat Kekerasan di Lingkungan Pendidikan Naik Lebih dari Dua Kali Lipat

0
22

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengumumkan hasil pemantauan kekerasan di lingkungan pendidikan di Jakarta. Hasilnya, Provinsi Jawa Timur menjadi daerah dengan angka kasus tertinggiKinerja satgas pencegahan kekerasan di lingkungan sekolah dinilai kurang efektif.

Dalam paparan JPPI, kekerasan di dunia pendidikan mengalami kenaikan sejak 2020. Perinciannya, pada 2020 tercatat ada 91 kasus. Kemudian, jumlahnya naik menjadi 142 kasus pada 2021. Lalu, 194 kasus pada 2022. Berikutnya, ada 285 kasus pada 2023. Tahun ini jumlah kekerasan meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun lalu, yakni 573 kasus .

Untuk sebaran kasus kekerasan di dunia pendidikan berdasar provinsi, Jatim terbanyak dengan 81 kasus. Disusul Jawa Barat (56), Jawa Tengah (45), Banten (32), dan Jakarta 30 kasus.

Lokasi kekerasan paling banyak ada di sekolah (64 persen). Sisanya di lingkungan pendidikan keagamaan, termasuk pesantren (20 persen) dan madrasah (16 persen).

Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengatakan, kasus kekerasan di dunia pendidikan di Pulau Jawa cukup tinggi karena populasinya besar. Jumlah murid dan lembaga pendidikan sangat banyak. Potensi terjadinya kekerasan juga cukup tinggi. 

Berbeda dengan di daerah luar Jawa, populasi sekolah dan peserta didik yang sedikit membuat pengawasannya lebih mudah.

’’Tapi, saya lihat di Jawa ini pengawasannya lebih longgar,’’ katanya.

Idealnya, ketika jumlah lembaga pendidikan dan peserta didik sangat banyak, pengawasannya juga harus ketat dan maksimal. Dia mencontohkan, sekolah dengan jumlah peserta didik sampai ratusan murid. Belum lagi ada pesantren di Jawa dengan jumlah santri ribuan orang. Tetapi, pengawasannya tidak terlalu maksimal.

’’Seharusnya diperkuat pengawasannya,’’ sambungnya.

Sayangnya, keberadaan satgas pencegahan kekerasan di lembaga pendidikan selama ini hanya formalitas. Ketika sudah dibentuk, orang-orangnya tidak tahu melakukan apa saja. Sebab, pada praktiknya tidak ada pelatihan atau pendampingan untuk melakukan pengawasan serta pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan.

Matraji juga menegaskan, sistem pengawasan, khususnya di lembaga pendidikan dengan jumlah murid atau santri banyak, tidak bisa hanya dilakukan lembaganya. Maka, harus bersifat terbuka atau inklusif dengan melibatkan masyarakat sekitar. Termasuk melibatkan unsur orang tua murid atau santri.

Editor: Redaksi Lombok Post

Sumber: Lombok Post

https://lombokpost.jawapos.com/nasional/1505475704/tingkat-kekerasan-di-lingkungan-pendidikan-naik-lebih-dari-dua-kali-lipat.

 

Comments are closed.