Bersama TIM ASPBAE

Catatan Perjalanan JPPI ke 6th Asia Pacific Meeting on Education (APMED 6)

0
153

Bangkok, 14 September 2024

Mengikuti 6th Asia Pacific Meeting on Education (APMED 6) yang berlangsung pada 10 hingga 13 September 2024 di Bangkok, Thailand, adalah pengalaman yang sangat berharga bagi saya. Saya, Ari Hardianto, Manajer Program dan Advokasi dari Seknas JPPI, merasa sangat terhormat bisa hadir dalam pertemuan ini bersama para delegasi dari Indonesia. Dalam forum ini, saya berkesempatan bertukar pikiran dan berdiskusi dengan berbagai pihak dari seluruh kawasan Asia-Pasifik untuk mempercepat transformasi pendidikan menuju pencapaian Sustainable Development Goals (SDG) 4 – Pendidikan 2030.

Sejak awal acara, nuansa kerja sama dan semangat untuk menciptakan masa depan pendidikan yang lebih inklusif dan berkelanjutan sangat terasa. Bersama saya, ada Dr. Irsyad Zamjani, Kepala Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan, dan Ms. Vivi Andriani, Kepala Biro Perencanaan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Dr. Muhammad Hasbi, Direktur Sekolah Dasar, serta Dr. Itje Chodidjah dari Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO dan ibu Villa Fitria Sahara Direktur Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) juga turut hadir. Delegasi ini menunjukkan betapa seriusnya Indonesia dalam berkontribusi pada transformasi pendidikan global.

Sebelum APMED 6 dimulai, pada 9 September, saya terlebih dahulu mengikuti ASPBAE CSO Preparatory Meeting bersama organisasi masyarakat sipil dari berbagai negara di kawasan Asia-Pasifik. Di sini, kami menyusun strategi bersama dan merumuskan pernyataan resmi yang akan kami sampaikan dalam forum utama APMED 6. Pertemuan ini memperkuat tekad kami untuk memperjuangkan inklusi, kesetaraan, dan keberlanjutan dalam sistem pendidikan, yang menjadi fokus utama APMED tahun ini.

Saat sesi pembukaan, ada antusiasme yang luar biasa dari semua peserta untuk membahas bagaimana negara-negara di kawasan ini bisa mempercepat pencapaian SDG 4. Salah satu isu penting yang diangkat adalah bagaimana memulihkan sistem pendidikan yang terganggu oleh pandemi, sekaligus memastikan pendidikan dapat diakses oleh semua kelompok, terutama mereka yang paling rentan. Pembahasan ini membawa perspektif baru tentang betapa pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk membangun sistem pendidikan yang tangguh dan inklusif.

Dr. Irsyad Zamjani, Kepala Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan, Dr. Itje Chodidjah dan Prof, Ir. Ananto Kusuma Seta, M.Sc., Ph.D dari Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO di sela-sela pembukaan APMED 6.

Dalam sesi Supporting Teachers and Educators, saya mendapat kesempatan berbagi mengenai pengalaman Indonesia melalui program Guru Penggerak dan penggunaan Aplikasi Merdeka Mengajar. Saya menjelaskan bagaimana program ini telah membantu guru-guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Namun, saya juga menekankan bahwa dukungan terhadap guru harus lebih dari sekadar teknologi. Guru memerlukan ruang untuk belajar dan berkembang secara berkelanjutan, dan di sinilah pentingnya peran negara dalam memberikan dukungan penuh bagi peningkatan kapasitas guru.

APMED 6Bangkok. Thailand.

Topik pembiayaan pendidikan juga menjadi isu hangat dalam sesi Financing for Education. Di sini, saya mengangkat masalah ketimpangan distribusi anggaran pendidikan di Indonesia. Walaupun 20% dari anggaran negara telah dialokasikan untuk pendidikan, korupsi dan distribusi yang tidak merata masih menjadi tantangan besar. Saya menekankan bahwa dana tersebut harus benar-benar sampai ke sekolah-sekolah yang membutuhkan, dan penggunaannya harus diawasi dengan ketat untuk mencegah kebocoran anggaran.

Menyampaikan pendapat dan masukan pada sesi Supporting Teachers and Educators

Sesi yang paling menarik bagi saya adalah Equity, Inclusion, and Gender Equality. Di sini, kami mendiskusikan tantangan yang dihadapi dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan aman, terutama dalam menangani kekerasan berbasis gender di sekolah. Saya berbagi tentang situasi di Indonesia, di mana kekerasan berbasis gender masih sering terjadi dan menciptakan lingkungan belajar yang tidak aman, khususnya bagi anak perempuan. Hal ini jelas menghambat akses mereka terhadap pendidikan yang setara. Kami juga membahas pentingnya infrastruktur sekolah yang tangguh, tidak hanya untuk menghadapi bencana alam, tetapi juga untuk menjaga keamanan siswa selama konflik atau situasi darurat lainnya.

Diskusi semakin mendalam dalam sesi Sub-Regional Discussion untuk Asia Tenggara. Di sini, kami membahas berbagai tantangan yang dihadapi kawasan ini, seperti ketimpangan akses pendidikan dan kualitas pengajaran. Saya menyampaikan pentingnya kolaborasi antarnegara di Asia Tenggara untuk menyusun kebijakan yang berfokus pada kesetaraan gender dan inklusi dalam pendidikan. Kami sepakat bahwa rekomendasi yang dihasilkan dari diskusi ini akan dibawa ke Global Meeting for Education (GEM) untuk memperkuat advokasi pendidikan yang lebih adil dan merata.

Perjalanan ini memberikan banyak pelajaran berharga. Saya sangat bersyukur bisa bertemu dan berdiskusi dengan para pendidik, pembuat kebijakan, dan aktivis pendidikan dari berbagai negara. Setiap sesi yang saya ikuti memberikan wawasan baru tentang bagaimana kita bisa bersama-sama mendorong transformasi pendidikan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Seknas JPPI/NEW Indonesia, ASPBAE, UNESCO, UNICEF, GPE, serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia yang telah memberikan dukungan penuh sehingga saya bisa berpartisipasi dalam forum internasional ini. Mari kita terus bergerak maju untuk mewujudkan pendidikan yang adil, inklusif, dan berkualitas bagi semua!

Comments are closed.