JPPI Perjuangkan Gratiskan Sekolah Swasta, Keputusan Ada di MK
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) saat ini tengah melakukan Uji Materi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Sisdiknas.
Yang mana JPPI menyasar kesetaraan pendidikan dasar dari tingkat SD sampai SMP, baik sekolah negeri maupun swasta dalam hal menggratiskan biaya.
Apa yang harus dilakukan untuk rambut mulai tumbuh lagi? Metode rumah
JPPI yang diwakili Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum sebagai pemohon perorangan tercatat dalam permohonan perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024 tentang uji materi UU Sisdiknas Pasal 34 ayat (2) yang berbunyi “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.”
Jika ditelisik, rupanya pasal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Namun fakta lapangan, menggratiskan biaya sekolah selama ini baru terselenggara di sekolah negeri, sedangkan sekolah swasta masih dipungut biaya.
Apabila Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan ini tentu akan membawa dampak yang cukup besar terhadap dunia pendidikan di Indonesia.
Yang mana sekolah-sekolah swasta akan semakin terbantu karena selama ini banyak sekolah swasta yang mengandalkan sumber pembiayaan untuk gaji guru dan operasional lainnya dari iuran para siswanya sendiri.
Memang benar, sekolah swasta memperoleh program Biaya Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah.
Akan tetapi masih belum cukup terutama di sekolah-sekolah swasta yang minim jumlah siswanya.
Yang menyedihkan lagi, banyak siswa dari keluarga tidak mampu justru hanya bisa mengenyam pendidikan di SD-SMP atau MI-MTs swasta pinggiran.
Tidak sedikit dari mereka yang tidak diterima di sekolah negeri, entah itu karena aturan zonasi maupun ketiadaan sekolah negeri di wilayah para siswa tersebut tinggal.
Saat ini banyak sekolah swasta, apalagi di pedesaan, yang nasibnya sangat mengenaskan.
Gedung sekolah sudah sangat rapuh, sarana dan prasarana sangat minim, ditambah lagi jumlah murid yang sangat sedikit, bahkan mungkin tidak ada sama sekali alias nihil.
Salah satu contoh kasus yang terjadi, Forum Komunikasi Kepala Sekolah Swasta (FOKKS) di Kota Serang mencatat, sebanyak delapan SMP swasta di Kota Serang akhirnya tutup sebagai imbas sistem zonasi PPDB (14/7).
Itu artinya bukan tidak mungkin juga, nasib sekolah swasta yang tutup banyak juga terjadi di daerah-daerah lain. Lantas, bagaimana sekolah swasta dapat memberikan pengajaran berkualitas jika melihat kondisi memprihatinkan semacam itu?
Pada posisi ini, langkah JPPI yang menggugat UU Sisdiknas perlu mendapat apresiasi dan dukungan publik secara kuat dan luas. Untuk agar gugatan tersebut bisa dipertimbangkan oleh Pemerintah Pusat dengan harapan dikabulkan.
Meski begitu, tentu MK perlu mempertimbangkan dari berbagai sisi dan sudut pandang. Misalnya, dari sisi kemampuan keuangan negara, apakah negara benar-benar mampu membiayai seluruh sekolah dasar (SD-SMP/MI-MTs) negeri maupun swasta?
Faktanya saat ini, meskipun UUD 1945 mengamanatkan 20 persen APBN untuk pendidikan, anggaran tersebut belum mencukupi biaya pendidikan tanpa melihat status.