Generasi Indonesia Emas yang Terganjal Biaya Kuliah

0
5

Meningkatkan akses kuliah berkualitas bagi anak-anak muda jadi modal menyiapkan generasi Indonesia Emas saat 100 tahun Indonesia merdeka. 

Berkuliah di perguruan tinggi akademik maupun vokasi masih jadi mimpi bagi banyak anak muda. Kondisi ini terjadi ketika Indonesia sedang mengalami bonus demografi. Peningkatan akses kuliah lulusan SMA/SMK sederajat terus ditingkatkan pemerintah di tengah angka partisipasi kasar pendidikan tinggi masih di bawah 40 persen hingga tahun 2029.

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Brian Yuliarto saat rapat kerja dengan Komisi X DPR di akhir Agustus 2025 menyebutkan angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi dibahas dengan garis dasar 32 persen. Di tahun 2029, angka tersebut diharapkan berkembang hingga 38,04 persen.

Dengan kondisi akses kuliah anak-anak muda bangsa yang menjadi tulang punggung mewujudkan Indonesia Emas 2045, pagu anggaran 2026 Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi sebesar Rp 61 triliun. Kemendiktisaintek tengah memperjuangkan usulan tambahan Rp 5,9 triliun.

Biaya kuliah di Indonesia dinilai masih mahal, termasuk di perguruan tinggi milik pemerintah. Isu ini terus menjadi sorotan publik.

Seperti yang muncul perbincangan di media sosial akhir-akhir ini bahwa biaya kuliah di Indonesia setara dengan Korea Selatan. Padahal, tingkat pendapatan masyarakat Indonesia lebih rendah. Bahkan, di sejumlah negara maju, biaya kuliah ada yang gratis.

Karena biaya kuliah masih dianggap mahal bagi mayoritas masyarakat, kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) pun sensitif jika dinaikkan. Selain itu, adanya jalur mandiri di perguruan tinggi negeri (PTN) memperbesar biaya kuliah. Bahkan, di sejumlah kasus, biaya kuliah di PTN jalur mandiri lebih mahal daripada di perguruan tinggi swasta.

Masih komersial

Penetapan biaya kuliah di perguruan tinggi dengan asas berkeadilan sesuai kemampuan orangtua dinilai bukan solusi yang tepat. Praktisi pendidikan, Darmaningtyas, di Jakarta, Selasa (16/9/2025), menilai, kebijakan pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia ini berorientasi komersialisasi dan privatisasi. Tidak heran jika biaya kuliah dirasakan makin mahal.

Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengatakan, biaya pendidikan wajib belajar maupun kuliah masih menjadi beban masyarakat karena anggaran pendidikan tidak fokus menuntaskan masalah akses dan kualitas.

Jika persoalan akses ini tidak diselesaikan, jutaan anak putus sekolah bisa terus bertambah.

Padahal, akses dan kualitas pendidikan masih menjadi persoalan mendasar. Keduanya belum tuntas diselesaikan dalam sistem pendidikan nasional. ”Sampai hari ini masih terkatung-katung, tanpa ada keberpihakan dari anggaran pendidikan,” ujarnya.

Jika persoalan akses ini tidak diselesaikan, jutaan anak putus sekolah bisa terus bertambah. Selain itu, kata Ubaid, masih ada persoalan serius terkait mutu guru yang di bawah standar dan juga kesenjangan mutu pendidikan antarwilayah yang semakin melebar.

Meskipun dalam penetapan UKT di PTN berasaskan keadilan atau sesuai kemampuan orangtua, masih banyak yang tetap berat membayar di kelompoknya. Terutama untuk kelas menengah yang rawan miskin, dukungan bantuan biaya kuliah dari beasiswa pemerintah, seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, sulit didapat.

Di PTN, penetapan UKT untuk kelompok 1 sebesar Rp 500.000/semester hingga yang kelompok 2 sebesar Rp 1 juta/semester wajib disediakan, mengingat mandat untuk menerima mahasiswa miskin minimal 20 persen dari kuota. Ada dukungan KIP Kuliah dari pemerintah dengan kuota sekitar 200.000 mahasiswa per tahun, tetapi ini belum mencukupi dibandingkan dengan pengajuan calon mahasiswa baru.

Dengan menganalisis UKT tahun 2023 dan 2024, PTN badan hukum dan PTN sudah memberikan kewajiban 29 persen kuota bagi mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Adapun untuk kelompok UKT tinggi di 2024 hanya 3,7 persen, turun dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 5,9 persen.

Sebagian besar mahasiswa disebutkan membayar di UKT kelas menengah, mencapai 67 persen mahasiswa. Adapun yang di kelompok UKT rendah mencapai 29,2 persen atau naik dari tahun sebelumnya 24,4 persen.

Brian mengatakan, peningkatan akses kuliah bagi masyarakat terus diupayakan. Ada berbagai skema program bantuan pemerintah yang disediakan bagi perguruan tinggi, termasuk PTS, agar dapat meningkatkan mutu sehingga tidak semata-mata mengambil dari biaya kuliah.

”Kami terus memastikan supaya akses kuliah ini juga inklusif, terbuka bagi semua kalangan. Di PTN, kami tekankan bahwa bukan kemampuan ekonomi yang jadi dasar mahasiswa diterima, tetapi potensinya,” ujar Brian.

Selain akan memperjuangkan penambahan kuota KIP Kuliah bagi mahasiswa tidak mampu, Kemendiktisaintek mengajak pemerintah daerah juga berkolaborasi dan mendukung perguruan tinggi di daerah. Upaya ini di antaranya menyediakan KIP Kuliah daerah agar lebih banyak mahasiswa potensial di tiap daerah yang bisa mengakses kuliah.

Mencari pendapatan

Secara terpisah, Rektor Universitas Indonesia Heri Hermansyah mengatakan, akses untuk berkuliah di UI dibuka secara adil dan inklusif. Bahkan, UI menyediakan beasiswa bagi mahasiswa yang membutuhkan agar tetap dapat menyelesaikan kuliah tanpa kendala finansial.

Oleh karena itu, UI saat ini melalui Super Team UI sedang merancang pemanfaatan aset kampus secara optimal. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan. Selain itu, menyediakan dana abadi pendidikan yang ditargetkan Rp 1 triliun-Rp 5 triliun untuk mengembalikan kualitas kampus berkelas dunia yang terjangkau bagi masyarakat Indonesia.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) Thomas Suyatno mengatakan, mahalnya biaya kuliah yang dikenakan pada mahasiswa karena biaya operasional yang ditanggung kampus, terutama PTS. Ada keluhan dari soal pungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta tingginya beban biaya akreditasi di Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) yang dianggap memberatkan.

”Keberadaan PTS ini mendukung peningkatan akses berkuliah masyarakat karena banyak yang menyasar kelas menengah dan kecil,” kata Thomas.

Infografik Perbandingan Gaji Awal Pekerja dengan Biaya Kuliah Menurut Program Studi

Dikutip dari Kompas.id, Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia Didin Muhafidin mengatakan, biaya kuliah tinggi tidak terhindarkan. Penyebabnya, biaya operasional kampus, khususnya PTS, terus meningkat dan hal ini dibebankan kepada mahasiswa. Biaya investasi juga meningkat dan inflasi tinggi.

Didin juga menyoroti kebijakan pemerintah yang ambigu sehingga beban biaya kuliah tinggi. ”Perguruan tinggi itu, kan, ditetapkan nirlaba, tetapi perlakuannya tetap seperti lembaga bisnis. Seharusnya ada perlakuan khusus bagi lembaga pendidikan tinggi dari pemerintah pusat dan daerah,” ujar Didin.

kompas

Comments are closed.