Buku Pelajaran Agama Harus Jadi Titik Temu Perbedaan
Jakarta: Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji mengharapkan buku pelajaran agama dapat menggiring titik temu di antara perbedaan keyakinan yang ada. Perbedaan agama antar siswa tidak boleh diperuncing melalui buku pelajaran.
“Namanya juga beda agama, pasti beda pandangan. Tapi, bagaimana perbedaan-perbedaan itu tidak untuk diperuncing tapi dicarikan titik temu,” kata Ubaid kepada Medcom.id, Selasa, 2 Maret 2021.
Menurutnya, semangat persaudaraan antar siswa yang berbeda agama harus dibangun melalui buku pelajaran. Tidak hanya persaudaraan sesama agama, tapi juga persaudaraan sesama anak bangsa.
“Ukhuwah wathaniah, persaudaraan sesama bangsa Indonesia. Hal-hal macam ini penting dimasukkan sebagai pembelajaran agama di sekolah. Beragama dan bernegara itu menjadi satu tarikan nafas yang saling menguatkan,” terang Ubaid.
Sebelumnya, Pesekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) juga memberikan tanggapan atas buku pelajaran Agama Islam dan Budi Pekerti bagi siswa kelas 8 SMP dan kelas 11 SMA yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2014 tersebut. Dia mengajak semua pihak untuk menanggapi buku tersebut secara berlebihan.
“Ini adalah mata pelajaran agama Islam. Dan tentu saja isinya adalah pemahaman dan ajaran Islam, termasuk mengenai agama Kristen dan Injil. Lalu bagaimana kita menanggapinya? Ya, tidak perlu ditanggapi. Tugas kita adalah memberikan informasi autentik tentang ajaran Kristen kepada murid-murid Kristen, bukan menggugat isi pengajaran agama yang lain,” kata Pdt. Gomar Gultom, Ketua Umum PGI, dikutip dari laman PGI, Minggu, 28 Februari 2021.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.