Jawa Barat Jadi Episentrum Kasus Keracunan MBG, JPPI Catat 4.125 Korban

0
23

Jawa Barat menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan jumlah kasus keracunan tertinggi dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sepanjang Januari hingga Oktober 2025.

Berdasarkan data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), tercatat sebanyak 4.125 korban berasal dari Jawa Barat. Disusul oleh Jawa Tengah dengan 1.666 korban, Daerah Istimewa Yogyakarta 1.053 korban, Jawa Timur 950 korban, dan Nusa Tenggara Timur sebanyak 800 korban.

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menjelaskan bahwa pihaknya bersama relawan terus melakukan pemantauan dan menerima laporan dari berbagai daerah terkait pelaksanaan Program MBG.

Dalam periode 6–12 Oktober 2025 saja, tercatat ada 1.084 korban baru yang mengalami keracunan akibat konsumsi menu MBG. Dengan tambahan ini, total korban sejak awal tahun mencapai 11.566 anak.

“Setiap pekan, ribuan anak tumbang karena MBG, tapi negara justru membiarkan dapur-dapur tetap beroperasi. Ini bukan sekadar kelalaian, ini adalah krisis tanggung jawab publik,” kata Ubaid, Kamis (15/10/2025).

Bagaimana Lonjakan Kasus Ini Bisa Terjadi?

Lonjakan kasus yang terus meningkat setiap pekannya menunjukkan kegagalan pengendalian mutu di lapangan. Menurut Ubaid, situasi ini tidak hanya berdampak pada peserta didik, tetapi juga mulai meluas ke kalangan lain. JPPI menerima laporan bahwa sejumlah guru, balita, ibu hamil, hingga anggota keluarga ikut menjadi korban keracunan.

Paket MBG yang dibawa pulang atau disalurkan ke posyandu menjadi penyebab meluasnya keracunan hingga ke rumah tangga. “JPPI menilai, Badan Gizi Nasional (BGN) gagal menjalankan prinsip dasar tata kelola transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik. Anggaran ratusan triliun digelontorkan tanpa payung hukum yang jelas, sementara ribuan anak jadi korban percobaan kebijakan yang belum matang,” ujar Ubaid.

Apa yang Disoroti JPPI dalam Pengelolaan MBG?

JPPI merekomendasikan agar pemerintah, khususnya BGN, memperkuat aspek transparansi, akuntabilitas, dan pelibatan publik dalam menjalankan Program MBG. U baid mengungkapkan bahwa hingga kini draf peraturan presiden (perpres) terkait program tersebut masih tertutup dari publik.

“Draf peraturan presiden terkait MBG hingga kini masih tertutup rapat. Publik dan organisasi masyarakat sipil sama sekali belum tahu isi draf perpres ini. Kita sudah sangat kecolongan. Anggaran triliunan bisa ngacir tanpa dasar hukum yang jelas. Ini sangat berbahaya jika terus dibiarkan,” katanya.

Selain itu, JPPI juga menyoroti adanya konflik kepentingan dalam pengelolaan dapur MBG. Ubaid menuding banyak dapur yang dikelola oleh pihak-pihak yang memiliki kedekatan dengan lembaga penegak hukum maupun militer.

“Bagaimana mungkin Polri menindak dapur yang mereka kelola sendiri? DPR mengawasi proyek yang dikerjakan oleh timnya sendiri? Bahkan dapur-dapur di bawah BGN terafiliasi dengan TNI. Program publik tak bisa dikelola seperti bisnis keluarga kekuasaan,” ujarnya.

Apa Langkah yang Harus Ditempuh Pemerintah?

JPPI mendorong agar pemerintah mengutamakan kualitas program, bukan hanya mengejar target kuantitas penerima. Ubaid menekankan bahwa program gizi seharusnya menyelamatkan, bukan mencelakakan.

“Pemerintah juga harus melibatkan kantin sekolah dan usaha lokal. Kami mendukung usulan Kemendikdasmen untuk melibatkan kantin sekolah dalam penyediaan paket MBG. Ini jauh lebih transparan, efisien, dan memperkuat ekonomi lokal serta sektor pendidikan,” ucapnya.

Lebih lanjut, JPPI menegaskan bahwa seluruh dapur MBG perlu ditutup sementara sampai dilakukan audit independen dan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan dan pengadaan bahan makanan.

“Menjalankan program dengan ribuan korban setiap minggu adalah bentuk kelalaian sistemik yang mendekati kejahatan kebijakan,” kata Ubaid. Ia juga menegaskan bahwa ribuan korban setiap pekan bukan sekadar angka statistik, melainkan nyawa anak-anak bangsa yang seharusnya dilindungi, bukan dijadikan eksperimen kebijakan.

“Setiap sendok nasi dari MBG yang berujung keracunan adalah bukti nyata gagalnya negara menyehatkan rakyatnya,” ujarnya menutup pernyataan.

kompas.com

Comments are closed.