JPPI: Indonesia Butuh Generasi Muda yang Tidak Hanya Cerdas Intelektual

0
17

Perjalanan menuju Indonesia Emas 2045 membutuhkan generasi muda bangsa yang hebat. Karena itu, potensi generasi muda perlu dikembangkan agar tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga sehat, kuat secara emosional, spiritual, dan moral.

Terkait hal itu, saat ini pemerintah menerapkan berbagai program pendidikan guna mendukung pembentukan generasi muda bangsa yang holistik. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) aktif menyosialisasikan berbagai program baru  untuk mendukung  pengembangan anak-anak didik yang unggul dan berkarakter.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti, dalam siaran pers terkait kunjungan kerjanya ke Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (10/9/2025), mendorong sekolah-sekolah menjalankan penguatan karakter melalui pembiasaan sehari-hari atau dikenal dengan tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat.

Menurut Mu’ti, kebiasaan-kebiasaan kecil dalam keseharian menjadi fondasi penting meraih cita-cita. Sejumlah kebiasaan itu mulai dari bangun pagi, rajin beribadah, berolahraga, menjaga pola makan sehat, gemar belajar, bermasyarakat, hingga tidur cukup.

“Kebiasaan sederhana itu akan menjadi bekal para pelajar di masa depan. Kalau menghadapi kesulitan, jangan menyerah. Kalau sekeliling terasa gelap, jangan meratapinya, tetapi nyalakanlah lampu. Artinya, hadapi tantangan dengan solusi, bukan keluhan,” kata Mu’ti.

Selain itu Mendikdasmen memantau pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan  Cek Kesehatan Gratis bagi siswa.  Mu’ti mengatakan program ini sebagai bentuk perhatian pemerintah pada gizi dan kesehatan anak-anak Indonesia. Pemerintah ingin memastikan tiap anak Indonesia bisa tumbuh sehat, kuat, dan siap mengikuti pembelajaran dengan optimal.

Kebiasaan sederhana itu akan menjadi bekal para pelajar di masa depan. Kalau menghadapi kesulitan, jangan menyerah. Kalau sekeliling terasa gelap, jangan meratapinya, tetapi nyalakanlah lampu. Artinya, hadapi tantangan dengan solusi, bukan keluhan.

“Kekuatan sebuah bangsa juga ditentukan makanan yang dikonsumsi warganya. Dengan MBG, anak-anak bisa belajar lebih sehat, lebih fokus, dan tumbuh dengan gizi yang merata tanpa membeda-bedakan latar belakang ekonomi keluarga,” ucap Mu’ti.

Berdasarkan kajian UNESCO (Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa), kesehatan dan gizi sekolah berkaitan dengan investasi dalam pendidikan dan kesehatan peserta didik, dengan manfaat meluas hingga ke rumah dan masyarakat.

Memastikan kesehatan dan kesejahteraan peserta didik merupakan salah satu cara paling transformatif untuk meningkatkan hasil pendidikan, mendorong inklusi dan kesetaraan, serta membangun kembali sistem pendidikan, terutama pascapandemi Covid-19.

Program komprehensif

Laporan UNESCO menunjukkan, anak-anak dan remaja yang sehat, bergizi baik, dan bahagia, belajar lebih baik dan lebih mungkin menjalani kehidupan yang sehat dan memuaskan.

Sebagai contoh, peserta didik 50 persen lebih kecil kemungkinannya untuk membolos sekolah saat lingkungan belajar bebas dari kekerasan. dan tingkat pendaftaran meningkat ketika makanan sekolah disediakan untuk peserta didik.

Contoh lain yakni tingkat ketidakhadiran berkurang di negara-negara berpenghasilan rendah ketika mempromosikan cuci tangan, khususnya bagi anak perempuan saat menstruasi, ketika air, sanitasi, dan kebersihan ditingkatkan.

“Meski ada kemajuan dalam kesehatan dan gizi sekolah, banyak upaya harus dilakukan untuk memastikan program komprehensif, memenuhi kebutuhan semua peserta didik, dan berkelanjutan. Banyak anak tertinggal, terutama di negara-negara termiskin,” kata Direktur UNESCO untuk Global Education Monitoring (GEM) Report Manos Antoninis.

”Hal ini berarti lingkungan belajar mereka harus terasa aman, menyediakan pendidikan untuk kesehatan dan kesejahteraan, layanan kesehatan esensial seperti makanan sehat, serta meningkatkan kesehatan fisik dan mental,” kata Antoninis.

Oleh karena itu, program-program kesehatan dan gizi di skeolah membutuhkan kebijakan yang komprehensif, rencana berbiaya, dan program yang menjawab semua kebutuhan peserta didik secara holistik dan relevan dengan kebutuhan. Selain itu, koordinasi lintas sektor mesti didukung peningkatan komitmen kebijakan dan keuangan.

Secara terpisah, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji menegaskan, bangsa ini menghadapi krisis moral dan rendahnya integritas. Praktik korupsi menggerogoti hak-hak anak bangsa memperoleh layanan pendidikan bermutu untuk membangun kapasitas intelektual, karakter, dan fisik.

“Jika lembaga pendidikan tidak bersih, bagaimana bisa kita berharap para lulusannya memimpin bangsa dengan bersih? Lembaga yang seharusnya menanamkan nilai-nilai integritas justru berpotensi menjadi inkubator koruptor,” ungkapnya.

Ubaid menambahkan berbagai program pemerintah harus dijalankan berbasis kajian dan kelayakan agar berkelanjutan. Contohnya, program MBG seharusnya bisa dilaksanakan lebih baik tanpa menggerogoti anggaran pendidikan. Sebab, banyak kebutuhan dasar layanan pendidikan bermutu yang jadi pekerjaan rumah pemerintah pusat dan daerah.

kompas.id

Comments are closed.