Potensi Inkonstitusional Pemangkasan Anggaran Pendidikan

0
135

Pemangkasan anggaran negara besar-besaran, sebagai tindak lanjut Instruksi Presiden No 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN/APBD, berdampak pada dunia pendidikan. Pasalnya, anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi tidak luput dari sasaran pemangkasan.

Anggaran Kemendikdasmen dipangkas Rp 8 triliun dari anggaran tahun 2025 yang awalnya disediakan Rp 33,5 triliun. Dengan demikian, anggaran Kemendikdasmen menjadi Rp 25,5 triliun. Kemudian anggaran Kemendiktisaintek juga dipangkas Rp 22,5 triliun dari anggaran semula Rp 57,6 triliun. 

Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina, Totok Amin Soefijanto, menyoroti pemangkasan anggaran Kemendiktisaintek yang bisa berdampak terhadap berkurangnya kegiatan riset. Padahal, banyak persoalan di Indonesia yang perlu dipecahkan oleh solusi yang berbasis riset. 

Anggaran riset sebuah negara secara tidak langsung menunjukkan cara pandang negara tersebut. Kalau anggaran risetnya besar, berarti negara tersebut memiliki visi yang maju dan proaktif terhadap masa depan. “Riset memang kelihatan besar biayanya dan tidak kelihatan manfaatnya segera,” katanya, Rabu 12 Februari 2025. 

Menurut dia, memang perlu waktu untuk melihat hasil riset yang berdampak terhadap masyarakat. Namun, kalau masyarakat sudah terbiasa dengan kegiatan riset, maka riset bisa menjadi budaya untuk memecahkan ma­salah berdasarkan bukti empiris.

“Istilah lainnya ilmiah, percaya dengan ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi,” katanya. 

Ia menambahkan, memang mesti ada kompromi antara kebutuhan mendesak dan pragmatis dengan kebutuhan memahami masalah secara ilmiah melalui riset. Contohnya, riset mengenai laut dan samudra yang sebenarnya bisa diarahkan untuk membantu para nelayan dan bisnis perikanan laut supaya bisa berkembang dan menjadi unggul dalam persaingan global. Totok mengatakan, pemerintah semestinya mencari solusi pragmatis berbasis ilmiah seperti itu, bukannya mengurangi kegiatan riset atau bahkan menghentikannya. “Kita masih perlu banyak riset untuk membantu bangsa ini mengatasi masalah-masalah laten yang ada di tanah air, baik itu sains, teknologi, sosial, maupun budaya,” tuturnya.

Pertahankan 

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, Ubaid Matraji, mengatakan, JPPI mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menjaga mandatory spending minimal 20% untuk sektor pendidikan. Jika tidak, maka pemerintah bisa dianggap inkonstitusional, karena tidak menjalankan isi UUD 1945 Pasal 31 Ayat (4). “Mandatory spending 20% itu seharusnya dipertahankan, bukan malah disunat sana-sini,” katanya.

Menurut dia, pengurangan anggaran pendidikan akan membawa dampak yang sangat luas dan serius bagi masa depan bangsa. Terlebih, dengan banyaknya tantangan yang dihadapi sektor pendidikan di Indonesia. Ia menilai, pemangkasan anggaran di dunia pendidikan dapat berdampak kepada semakin tingginya ketimpangan akses pendidikan, risiko anak putus sekolah, sampai ketidakpastian nasib guru honorer.***

https://koran.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-3039059781/potensi-inkonstitusional-pemangkasan-anggaran-pendidikan?page=2

Comments are closed.