
Kemensos beli 15.000 laptop untuk Sekolah Rakyat – ‘Pengadaan paling empuk bagi praktik korupsi’
Kementerian Sosial akan membeli lebih dari 15.000 laptop untuk setiap murid Sekolah Rakyat. Pengadaan ini muncul di tengah penyidikan kasus dugaan korupsi laptop di Kemendikbudristek pimpinan Nadiem Makarim lalu.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf bilang pemerintah mengalokasikan sekitar Rp140 miliar—dari total Rp7 triliun dana operasional Sekolah Rakyat dari APBN—untuk membeli lebih dari 15.000 laptop dan seragam murid Sekolah Rakyat.
Saifullah, saat diwawancara BBC News Indonesia, Senin (11/08), menegaskan proses pengadaan laptop itu akan terbuka dan didampingi oleh aparat penegak hukum.
Namun, pengamat pendidikan, Ubaid Matraji, menilai pembelian laptop “salah satu pintu masuk paling empuk bagi praktik korupsi.”
Menurut Ubaid, anggaran sebesar itu lebih baik digunakan untuk kebutuhan prioritas dunia pendidikan, seperti pelatihan guru, penguatan kurikulum, perbaikan infrastruktur dan juga penciptaan lingkungan belajar yang aman serta nyaman.
Apakah pengadaan laptop ini tepat sasaran dan prioritas, serta bagaimana Kemensos mencegah agar tidak terjadi korupsi?
Apa kata guru Sekolah Rakyat dan wali murid?
Kepala Sekolah Rakyat Menengah Akhir 18 Blora, Jawa Tengah, Tri Yuli Setyoningrum, menyebut pengadaan laptop menjadi hal yang dia impikan karena sistem pembelajaran learning management system (LMS) yang dia jalankan.
“Kami sangat mengharapkan adanya laptop dalam pembelajaran anak-anak,” ungkap Yuli, yang sebelumnya adalah guru bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Blora.
“Karena memang kan kurikulumnya Sekolah Rakyat itu agak beda dengan sekolah yang lain. Kami belajarnya memang menggunakan LMS. Jadi nanti anak-anak itu multi entry, multi exit begitu kan,” ujarnya.
Sekolah yang berada di Jalan Ronggolawe Kelurahan Balun, Kecamatan Cepu ini, dikabarkan sudah mulai aktif sejak 14 Juli 2025 lalu.
Artinya, 50 orang siswa yang berasal dari keluarga “miskin dan sangat miskin” itu belum genap sebulan mengenyam pendidikan.
Yuli menjelaskan, dalam sistem pembalajaran multi entry dan multi exit, setiap murid wajib menggunakan laptop.
Sistem pembelajaran itu menggunakan mekanisme penerimaan dan kelulusan siswa yang fleksibel. Artinya, antara satu siswa dengan lainnya lulusnya bisa berbeda-beda dan masuknya juga berbeda-beda.
“Kalau misalnya pembelajaran manual untuk sistem seperti itu kan sulit. Tapi kalau dengan LMS, dengan menu-menu yang sudah disediakan menjadi lebih mudah untuk mendeteksi masing-masing kemampuan siswanya,” ujar Yuli.
“Jadi nanti anak-anak akan sangat terfasilitasi oleh laptop itu,” tuturnya.
Ketika ditanya soal prioritas paling mendesak, Yuli bilang otoritas perlu mengacu pada sistem yang diterapkan Sekolah Rakyat. Namun dia mengakui bahwa peningkatan kapasitas guru juga sangat penting.
“Namun itu kan juga nanti akan didukung oleh Kemensos juga dalam peningkatan kapasitas itu. Dalam artian sebentar lagi mereka guru-guru itu juga akan mengikuti retret untuk peningkatan kapasitas,” ujarnya.
“Kemudian untuk peningkatan kapasitas dalam pembelajaran itu juga pastinya dijadwalkan, sudah kami jadwalkan untuk adanya pelatihan-pelatihan dengan mengundang narasumber dari luar begitu,” ujarnya. Meskipun demikian, Yuli mengaku tidak dilibatkan dalam proses pengadaan laptop. Yuli menjelaskan, bahwa proses tersebut tersebut telah diurus pusat sesuai jumlah siswa.
Siti Musyarofah, 49 tahun, adalah wali murid di Sekolah Rakyat Menengah Akhir 18 Blora. Sepengetahuan Musyarofah, anaknya hanya bisa menggunakan laptop ketika di sekolah saja. “Di rumah tidak ada, paling itu di sekolah dulu, sama waktu ujian yang pakai laptop itu,” ucapnya.
Maka dari itu, dia sangat mendukung program pengadaan laptop yang baru-baru ini diumumkan Kementerian Sosial. “Daripada nanti uang disalahgunakan untuk jajan yang tidak menyehatkan, lebih baik fasilitas yang bisa membuat dia lebih baik ke depannya,” ujarnya.
Apakah pembelian laptop tepat dan prioritas?
Rencana pengadaan 15.000 laptop untuk Sekolah Rakyat adalah kebijakan yang keliru, menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji.
Pembelian laptop ini, menurut Ubaid, menunjukkan adanya kesalahan prioritas yang fatal dalam tata kelola pendidikan.
“Ini bukan solusi, melainkan gejala dari cara pandang yang dangkal terhadap akar masalah pendidikan di Indonesia. Yang menjadi pertanyaan besar, mengapa anggaran sebesar itu justru digunakan untuk hal-hal yang tidak esensial?” kata Ubaid, Senin (11/08).
Ubaid bilang pengadaan laptop sangat tidak mendesak. Menurutnya, prioritas utama pendidikan bukan pada alat, melainkan pada ekosistemnya.
Untuk itu, katanya, yang harus diprioritaskan adalah pelatihan dan peningkatan mutu serta kesejahteraan guru.
Menurut Ubaid, pemerintah seharusnya menguatkan kurikulum dan program sekolah dengan kearifan lokal, yang ditambah dengan lingkungan belajar yang aman dan nyaman.
Yang tak kalah penting, tambahnya, adalah perbaikan infrastruktur dasar yang layak, seperti ruang kelas, sanitasi, listrik dan ketersediaan buku.
Ubaid mengatakan bahwa baik sekolah swasta dan negeri yang terbaik itu fokus pada pengembangan tenaga pengajar dan infrastruktur yang relevan.
“Mereka tidak akan memulai dengan pengadaan laptop secara massal jika guru mereka belum terlatih dan kurikulum mereka belum matang,” kata Ubaid.
“Jadi pengadaan laptop hanya mendesak bagi pihak-pihak yang ingin mendapatkan proyek, bukan bagi anak-anak di Sekolah Rakyat,” tudingnya.
Menurut Ubaid, pengadaan barang yang bersifat masif, terpusat, dan mahal seperti laptop adalah “salah satu pintu masuk paling empuk bagi praktik korupsi.”
“Karena pengadaan ini mudah dimainkan dari sisi spesifikasi, harga, hingga pemilihan vendor. Proyek ini tidak hanya berpotensi merugikan negara secara finansial, tapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.”
“Jangan sampai program Sekolah Rakyat ini justru menjadi ATM bagi para koruptor, sementara anak-anak tetap diabaikan. Pemerintah seharusnya belajar dari pengalaman pahit di masa lalu,” ujarnya.
Ubaid pun meminta pemerintah menghentikan sementara rencana pengadaan laptop ini dan segera merealokasi anggarannya untuk hal-hal perioritas di dunia pendidikan.
Riset yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan KOPEL Indonesia menemukan bahwa masih ada kebutuhan mendasar dalam pelayanan pendidikan yang belum dipenuhi pemerintah.
Riset itu mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan dan mengalokasikan anggaran pada perihal yang lebih prioritas, yaitu infrastruktur sekolah yang rusak atau tidak layak, terbatasnya ruang kelas, terbatasnya jumlah bangku sekolah negeri, dan angka anak putus sekolah yang tinggi.
Sebagai contoh, data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menunjukkan dari total 1,18 juta ruang kelas SD, sekitar 60,3% dalam kondisi rusak, dengan rincian 27,22% rusak ringan, 22,27% rusak sedang, dan 10,81% rusak berat pada tahun ajaran 2024/2025.
Sementara itu di tingkat SMP, hampir 50% ruang kelas rusak, dari total 421.5000 ruang kelas.
Pemerintah pun mengalokasikan anggaran Rp17,15 triliun untuk merenovasi 10.440 sekolah negeri dan swasta pada 2025.
“Korupsi patut dilihat sebagai salah satu penyebab dari kerusakan ruang kelas ini. Dari kajian ICW mengenai tren penindakan korupsi tahun 2009-2015, ada 69 kasus korupsi infrastruktur dan sembilan kasus korupsi DAK dari 241 kasus korupsi sektor pendidikan,” bunyi laporan ICW dan Kopel Indonesia itu.
Apa respons menteri sosial?
Menteri Sosial, Saifullah Yusuf, menyebut setiap siswa dari SD hingga SMA di Sekolah Rakyat akan mendapat satu laptop dan seragam.
Pada tahap pertama akan ada sekitar 9.705 siswa menerima laptop, dan tahap kedua menyusul dengan 5.665 siswa. Sehingga total ada sekitar 15.370 siswa menjadi penerima laptop.
Dia mengatakan untuk laptop dan seragam, pemerintah menganggarkan sekitar Rp140 miliar.
Uang itu berasal dari APBN, telah disetujui oleh DPR dan Kementerian Keuangan. Kini tahapnya adalah proses pengadaan di Kemensos.
Laptop diperlukan, kata Saifullah Yusuf, agar setiap siswa di Sekolah Rakyat—yang berasal dari keluarga miskin dan miskin ekstrem—dapat memperoleh fasilitas pembelajaran yang berkualitas, setara dengan sekolah unggulan.
“Karena mereka digital native, ya harus dilengkapi dengan pembelajaran-pembelajaran yang menggunakan teknologi yang ada,” kata Saifullah kepada BBC News Indonesia, Senin (11/08).
“Tujuannya agar mereka ini nanti lulus benar-benar mereka jadi generasi yang siap dan berperan di Indonesia Emas tahun 2045 itu,” katanya.
Saifullah menyebut pemerintah berkomitmen untuk mencegah korupsi dalam pengadaan laptop dan seragam itu.
“Saya tidak mau juga jadi masalah kemudian hari, saya tidak mau melakukan kesalahan, saya tidak mau mengintervensi, saya tidak mau mengarahkan, saya tidak mau melakukan apapun yang bisa dikatakan bagian dari korupsi. Itu saya pastikan,” klaimnya.
Untuk itu, klaim Saifullah Yusuf, dia telah menginstruksikan anak buahnya untuk melakukan lelang laptop secara transparan, terbuka, da tidak ada kongkalikong.
“Saya sudah perintahkan, belajar dari yang bermasalah sebelumnya, silakan semua diproses dengan baik dan benar. Maka itu dari awal kita minta aparat penegak hukum dan auditor untuk mendampingi dan mengawasi langsung,” kata Saifullah Yusuf.
Jika menemukan penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan anak buahnya, Saifullah Yusuf membuat klaim akan melaporkannya ke penegak hukum.
Saat ditanya terkait prioritas pendidikan lain yang perlu dipenuhi, Saifullah Yusuf bilang pemerintah telah menyusun berbagai solusinya.
“Perbaikan infrastruktur sekolah dan lainnya itu kan jalan juga, seperti di Kemendikdasmen. Itu bagian dari program unggulan Pak Presiden Prabowo juga,” ujar Saifullah Yusuf.
“Jadi harus dilihat bahwa Sekolah Rakyat ini khusus diperuntukkan untuk mereka yang tidak mampu, miskin ekstrem dan miskin. Yang mereka ini belum sekolah, tidak sekolah, dan putus sekolah,” katanya.
Saifullah Yusuf membuat klaim Sekolah Rakyat sebagai salah satu program dalam pengentasan kemiskinan secara terpadu.
“Anaknya memperoleh pendidikan, orang tuanya diberdayakan jadi anggota Koperasi Desa Merah Putih, dan rumah mereka diperbaiki. Ini miniatur ini dari pengentasan kemiskinan secara terpadu,” katanya.
Saat ini, Sekolah Rakyat telah beroperasi di 67 titik dan ditargetkan mencapai 100 titik pada pertengahan Agustus 2025.
Pada September 2025, jumlahnya ditargetkan pemerintah bertambah menjadi 159 titik yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kemensos bertanggung jawab atas operasional, sedangkan pembangunan gedung dan sarana prasarana dilakukan oleh Kementerian PU.
Kurikulum dan seleksi guru menjadi kewenangan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, dengan dukungan guru agama dari Kementerian Agama.
Pemerintah daerah juga dilibatkan dalam penetapan siswa serta penyediaan lahan untuk pembangunan gedung permanen.
Secara total, alokasi anggaran untuk Sekolah Rakyat mencapai Rp7 triliun yang tersebar di beberapa kementerian, diambil dari APBN 2025.
Uang itu digunakan untuk anggaran operasional Sekolah Rakyat, seperti gaji guru, pembangunan infrastruktur, asrama, listrik, laptop hingga seragam.
Apa saja masalah pengadaan laptop sebelumnya?
Kejagung tengah menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi periode 2019-2022, yang diklaim bagian dari program digitalisasi pendidikan.
Proyek yang dilakukan di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim ini memiliki pagu anggaran Rp9,9 triliun.
Kejagung juga telah menetapkan empat tersangka di kasus yang diduga menyebabkan kerugian negara hampir Rp2 triliun itu.
Kejagung menyebut modusnya dugaan korupsi pengadaan laptop ini adalah dengan membuat kesepakatan untuk menggunakan produk tertentu yang kualitasnya dianggap di bawah standar.
Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sedang menyelidiki dugaan korupsi proyek pengadaan komputer dan laptop di perusahaan BUMN PT INTI pada 2017-2018.
Kerugian negara akibat dugaan itu ditaksir mencapai Rp180 miliar. Namun hingga kini KPK belum menetapkan tersangka di kasus itu.
Lalu di tingkat daerah, sekelompok aparatur desa dan pengusaha melakukan tindak pidana korupsi pengadaan laptop dan website desa pada tahun anggaran 2020-2021 di Tojo Una-una, Sulawesi Tengah.
Para pelaku yang telah divonis ini terbukti melakukan manipulasi harga dan membeli barang tanpa memenuhi spesifikasi yang ditentukan, dengan kerugian negara hampir Rp1 miliar.
Di daerah lainnya, beberapa mantan pejabat Disdikbud Provinsi Banten telah divonis bersalah karena korupsi pengadaan 1.800 unit komputer untuk Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tahun 2018.
Proyek senilai Rp25,3 miliar itu diduga tidak sesuai spesifikasi dan menyebabkan kerugian negara sekitar Rp6,4 miliar.
Kejaksaan juga tengah menyidik kasus dugaan pengadaan laptop Chromebook yang nilainya mencapai Rp32 miliar di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Laptop ini diadakan pada 2022 yang sumbernya dari dana alokasi khusus.
Bagaimana pola korupsi laptop?
Direktur riset Kopel Indonesia, Anwar Razak menjelaskan terdapat beberapa modus dalam praktik dugaan korupsi pengadaan laptop di instansi pemerintahan yang umumnya serupa dengan pengadaan barang dan jasa lainnya.
Pertama, persekongkolan yang dilakukan antara oknum pemerintah dengan pengusaha, mulai dari proses perencanaan hingga pelaksanaan.
“Misalnya, persekongkolan dengan sudah menentukan siapa pemenangnya. Caranya dengan memanipulasi persyaratan dalam lelang sehingga yang lain tidak bisa ikut. Jadi seakan-akan terbuka padahal telah diatur,” kata Anwar.

Sumber gambar,ANTARA FOTO/Abdan Syakura
Kedua, pengadaan laptop yang spesifikasinya tidak sesuai. Laptop yang dibeli memiliki kualitas di bawah standar yang ditetapkan dalam kontrak.
Ketiga, pengelembungan biaya pembelian. Harga laptop dinaikan dari harga pasaran sehingga ada keuntungan ilegal yang dikorupsi.
Keempat, di beberapa kasus, yang terjadi adalah pengadaan fiktif. Artinya, kata Anwar, laptop tidak dibeli namun anggaran sudah dicairkan.

Sumber gambar,ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Lalu, mengapa pengadaan laptop ini menggiurkan? Anwar bilang karena jumlah pengadaan, anggaran, dan keuntungan yang besar.
“Ini menjadi incaran para kontraktor. Satu kali menang saja keuntungannya sangat besar bagi penyedia, akhirnya terjadilah suap menyuap,” katanya.
“Di sisi lain, pejabat melihatnya sebagai proyek politik. Cara ini mudah untuk mendapat uang untuk digunakan membayar ongkos politik atau kepentingan politik para pejabat yang korupsi itu,” tambahnya.
Jadi, apa yang harus dibenahi dalam pengadaan ini? Menurut Anwar, lelang harus dilakukan dengan sistem terbuka.
“Dari proses katalognya, sparepart-nya, kebutuhannya, penentuan harga, pemenang tender, hingga pelaksanannya dibuka ke publik. Jangan seperti yang kemarin [dugaan korupsi di Kemendikbudristek], tertutup begitu,” katanya.
Kemudian, tambahnya, adalah dengan memperkuat sistem pengawasan barang dan jasa. Para pengawas harus benar-benar melihat dan mengawasi proses pengadaan.
“Jangan disampel, kalau disampel maka menurut saya peluang korupsinya akan lebih besar lagi. Saya sekali laptop tidak berguna padahal sudah habis bertriliun uang negara,” katanya.