Menkeu Sebut Gaji Guru-Dosen Masih Jadi Tantangan, Pengamat: Negara Ingin Cuci Tangan Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Menkeu Sebut Gaji Guru-Dosen Masih Jadi Tantangan, Pengamat: Negara Ingin Cuci Tangan

0
16

Pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani soal masih minimnya gaji guru dan dosen dinilai sebagai indikasi negara ingin cuci tangan dan mengabaikan kewajiban konstitusional terkait hak guru dan dosen.

Hal itu diungkapkan oleh Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji. “Pernyataan Menkeu ini secara umum merupakan indikasi adanya kehendak negara untuk cuci tangan dan mengabaikan kewajiban konstitusional terkait hak guru dan dosen,” kata Ubaid kepada Kompas.com, Selasa (12/8/2025).

“Ini signal berbahaya dan alarm Indonesia kian tegas menuju komersialisasi pendidikan,” lanjut dia.

Pendidikan Tunjukkan adanya misinterpretasi terhadap amanat konstitusi Menurut Ubaid, pernyataan Sri Mulyani yang menganggap penghasilan guru dan dosen sebagai tantangan bagi keuangan negara menunjukkan adanya misinterpretasi terhadap amanat konstitusi.

Pendidikan Dasar Gratis di Sekolah Negeri dan Swasta, Mungkinkah? Artikel Kompas.id Ubaid menjelaskan, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 secara tegas mengamanatkan bahwa salah satu tujuan berdirinya negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sementara pendidikan, bukanlah beban finansial, melainkan investasi utama negara untuk mencapai tujuan tersebut.

“Dengan menganggap biaya untuk guru dan dosen sebagai tantangan, Menteri Keuangan seolah-olah menempatkan pendidikan sebagai pos pengeluaran yang bisa dinegosiasikan, alih-alih sebagai prioritas mutlak yang dijamin oleh konstitusi,” ujarnya. Ubaid melanjutkan, pernyataan bahwa gaji guru dan dosen adalah beban negara juga mengabaikan prinsip dasar ekonomi dan pembangunan suatu bangsa.

Padahal, kata Ubaid, pendidikan yang berkualitas, yang dimulai dari kesejahteraan para pendidiknya sebagai fondasi untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia yang unggul.

“Jika kesejahteraan guru dan dosen buruk, orang-orang hebat tidak ada yang tertarik menjadi guru dan dosen. Akibatnya, posisi guru dan dosen akan diisi oleh orang-orang yang tidak berkualitas,” ungkapnya.

Ubaid juga menilai, Sri Mulayni tampak mengalihkan isu dari akar masalah keuangan negara, khususnya pengelolaan dana pendidikan yang selama ini masih buruk dan salah sasaran. Kerugian negara akibat korupsi, yang seringkali mencapai puluhan atau bahkan ratusan triliun rupiah setiap tahun, jauh melampaui total anggaran yang dibutuhkan untuk menyejahterakan seluruh guru dan dosen di Indonesia.

Tunjangan yang Terus Bertambah Memanjakan Anggota DPR, Bukan Dongkrak Kinerja Dana pendidikan peruntukannya tidak pernah diaudit forensik Sementara soal salah sasaran, dana pendidikan selama ini peruntukannya tidak pernah diaudit forensik secara menyeluruh dan transparan. “Akibatnya, kesalahan yang sama terus menerus diwariskan dari presiden ke presiden berikutnya,” ucapnya.

“Contoh, soal sekolah kedianasan yang tidak boleh menggunakan anggaran pendidikan yang 20 persen, pemotongan anggaran pendidikan untuk program yang tidak terkait langsung pendidikan, bantuan KIP yang salah sasaran, dana transfer ke Pemda yang tidak digunakan untuk kepentingan pendidikan,” jelas Ubaid.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam memberikan gaji yang layak bagi guru dan dosen.

Persoalan ini sudah lama menjadi sorotan publik. Di media sosial, tak sedikit warganet mengeluhkan bahwa profesi mulia ini kurang dihargai negara lantaran penghasilannya yang kecil.

“Banyak di media sosial saya selalu mengatakan, oh menjadi dosen atau menjadi guru tidak dihargai karena gajinya tidak besar,” ujar Sri Mulyani dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia 2025, Kamis (7/8/2025).

Ia menambahkan, keterbatasan anggaran membuat pemerintah dihadapkan pada pertanyaan sulit, yakni apakah kesejahteraan guru dan dosen sepenuhnya harus dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), ataukah perlu melibatkan partisipasi masyarakat.

“Ini salah satu tantangan bagi keuangan negara. Apakah semuanya harus keuangan negara atau ada partisipasi dari masyarakat?” kata dia.

Kompas.com

Comments are closed.