
Delegasi JPPI dipimpin Koordinator Advokasi Nailul Faruq (kemeja biru sprty tengah) bersama para pemangku kebijakan pendidikan Kota Kabupaten Malang, Jawa Timur menjadi panelis forum diskusi terarah (FGD) terkait implementasi Wajib Belajar 12 Tahun/dok.ist
Wajib Belajar 12 Tahun Belum Maksimal, Pemda Dituntut Pro Aktif
Malang – Program wajib belajar 12 tahun dinilai belum berjalan secara maksimal. Karena selain masih banyak yang belum bisa menikmati pendidikan SMA atau SMK, fasilitas yang diberikan pun cenderung kurang mendukung. Dinas Pendidikan (Disdik) pun akhirnya dituntut untuk lebih pro aktif.
Kepala Divisi Korupsi Politik dan Kebijakan MCW, Mayedha Adifirsta dikutip Malangtoday menyampaikan, semenjak SMA/SMK diambil alih pengaturannya oleh Pemerintah Provinsi, berbagai kegiatan menurutnya mulai menemui kendala baru. Diantaranya terkait penyaluran anggaran yang dinilai sangat rancu.
“Salah satunya untuk dana hibah, yang pada akhirnya membuat Dinas Pendidikan Kota Malang saling lempar karena kesiapan yang kurang,” katanya pada wartawan.
Sehingga, lanjutnya, pemerintah hendaknya segera mengeluarkan aturan baru untuk menunjang aktivitas pendidikan, khususnya untuk para siswa SMA/SMK yang ada di setiap kota. Hal itu dirasa penting karena untuk mengatur hak dan kewajiban yang akan diberikan untuk siswa.
“Ketika tidak ada regulasi, maka ada celah melakukan korupsi,” terangnya.
Peraturan terkait subsidi itu menurutnya sudah diatur. Dimana ketika ada aturan wajib belajar 12 tahun, maka setiap siswa SMA dan SMK wajib untuk memperoleh subsidi. Hal itu sebelumnya juga sudah ditegaskan oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah menelurkan regulasi.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang Zubaidah menyampaikan, selama ini pihaknya memang mengalami kesulitan untuk menyalurkan hibah. Karena sebelumnya, pihak Provinsi Jawa Timur masih belum siap untuk menyelesaikan administrasi karena kurangnya tenaga.
“Sehingga, kami nggak bisa menyalurkan hibah,” terangnya lagi.
Lebih lanjut perempuan berhijab ini menyampaikan, hibah nantinya akan terus diupayakan dapat disalurkan. Ketika sudah ada aturan yang jelas, maka hibah akan disalurkan untuk kemudian dapat kembali dinikmati oleh siswa dan siswi SMA maupun SMK yang ada di Kota Malang.
“Bagaimana pun kan sekolahnya ada di wilayah Kota Malang dan mereka warga Kota Malang. Kami terus mengusahakan,” beber Zubaidah.
Kedepannya, dia berharap agar regulasi yang akan dikeluarkan dapat mempermudah proses penyaluran hibah. Sehingga
, setiap infrastruktur dan kebutuhan dari setiap sekolah bisa terpenuhi.
Arahan Presiden terkait Wajar 12 Tahun
Reporter media jaringan terkemuka Radio Republik Indonesia RRI Alam Sukma melaporkan baru-baru ini (15/12), bahwa penerapan program Wajib Belajar 12 Tahun tidak sepenuhnya diterapkan oleh pemerintah daerah, sesuai arahan Presiden RI Joko Widodo.Padahal jika mengacu pada Nawacita yang digadang-gadang pemerintah Jokowi pendidikan tidak hanya sampai 9 tahun. Sulitnya penerapan 12 tahun itu karena tidak didukung oleh Undang Undang Pendidikan (Sisdiknas) yang hanya masih tertulis hanya sampai 9 tahun.
“Seharusnya Kementerian Pendidikan yang meiliki kewajiban, segera melakukan perubahan”, hal itu dikatakan Nailul Faruq dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) dalam sebuah forum diskusi terarah (FGD) bersama Malang Corruption Watch (MCW) dengan tema Mendorong Implementasi Kebijakan Regulasi dan Anggaran untuk Wajib Belajar 12 Tahun di daerah. Pihaknya menilai bahwa sistem pendidikan nasional kita sudah tidak relevan dan harus diganti, meski demikian seharusnya untuk mendukung majunya pendidikan di Indonesia pemerintah daerah pun harus turut melakukan upaya dengan membuat peraturan daerah (perda) guna mendukung wajib belajar 12 Tahun itu.
Baru-baru ini Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyatakan, bahwa Program wajar 12 Tahun ini dicanangkan pada Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 2015 dan resmi memulai pelaksanaan program Wajib Belajar 12 Tahun tersebut. Sementara, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, melalui program ini pemerintah berkomitmen untuk menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak usia 7-18 tahun sampai jenjang menengah. Karena itu, Wajib Belajar 12 Tahun harus dimaknai sebagai upaya peningkatan layanan pendidikan mulai dari SD/MI sampai SMA/ SMK/MA.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah pada tahun 2015 sebesar 78,2%. Sedangkan untuk APS (angka partisipasi Sekolah) pada tahun 2015 untuk usia 16-18 tahun adalah sebesar 70,32%. Hal ini menunjukan bahwa penduduk usia 16-18 tahun belum semuanya bisa mengakses pendidikan menengah.
Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun sudah dimulai oleh pemerintah dengan diluncurkannya PMU (Pendidikan Menengah Universal), namun demikian terobosan ini belum cukup tanpa dukungan perundang-undangan yang memadai. Oleh karena itu, regulasi terkait wajib belajar 12 tahun ini menjadi dasar berlangsungnya program wajib belajar 12 tahun secara massif dan menyeluruh yang bisa diakses semua kalangan.
Implementasi Wajib Belajar 12 Tahun dinilai penting untuk memberikan layanan pendidikan bagi para lulusan SMP/MTs sesuai dengan kebutuhan individual setiap penduduk Indonesia. Program ini bertujuan utama untuk: pertama, memperluas pemerataan pendidikan dan mewujudkan keadilan sosial di bidang pendidikan.
Kedua, mengurangi kesenjangan capaian pendidikan tingkat menengah antar kelompok masyarakat berstatus ekonomi berbeda. Ketiga, meningkatkan kualitas dan daya saing bangsa melalui pengembangan pengetahuan, keahlian, serta keterampilan bagi penduduk usia muda. Dan keempat, mempersiapkan anak-anak didik dengan landasan keilmuan yang lebih baik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi.
Selain itu, Wajib Belajar 12 Tahun juga bernilai strategis, terutama untuk menciptakan lapisan critical mass suatu kelompok masyarakat berpendidikan menengah ke atas, sebagai basis sosial untuk membangun masyarakat demokratis, toleran, dan inklusif. Dan juga, berguna untuk mempersiapkan penduduk usia produktif memasuki masa transisi antara meneruskan ke jenjang pendidikan tinggi atau langsung masuk ke pasar kerja.(Berbagai sumber/tim)
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.