UKT Batal Naik, Nadiem Minta PTN Kembalikan Uang Mahasiswa yang Lebih Bayar
Mendikbudristek Nadiem Makarim meminta perguruan tinggi negeri (PTN) menindaklanjuti pembatalan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) tahun ini. Nadiem meminta uang mahasiswa yang kelebihan bayar dikembalikan.
“Bagi mahasiswa yang sudah membayar dengan UKT yang dinaikkan, maka perlu ditindaklanjuti oleh PTN agar kelebihan pembayaran dikembalikan atau diperhitungkan pada semester selanjutnya,” ujar Nadiem dalam keterangan tertulisnya, dilihat Selasa (28/5).
Hal itu juga disampaikan Dirjen Diktiristek Abdul Haris melalui surat Nomor 0511/E/PR.07.04/2024 kepada Rektor PTN dan PTNBH. Surat itu dikirimkan per Senin (27/5) sebagai tindak lanjut pembatalan kenaikan UKT yang telah diumumkan Menteri Nadiem.
Ada enam poin arahan Dirjen Diktiristek ke rektor kampus setelah UKT dibatalkan. Salah satunya pengembalian uang mahasiswa yang kelebihan bayar saat UKT naik.
“Sebagaimana dijelaskan dalam poin keenam, yaitu dalam hal terjadi kelebihan pembayaran UKT akibat revisi Keputusan Rektor, Rektor PTN dan PTNBH perlu segera melakukan pengembalian kelebihan pembayaran atau penyesuaian perhitungan pembayaran UKT untuk semester berikutnya,” jelas Haris.
Dirjen Diktiristek akan terus mengawal implementasi kebijakan ini agar PTN dan PTNBH dapat menjalankannya dengan lancar. Kemdikbud, lanjut Haris, berkomitmen menyelenggarakan kebijakan pendidikan tinggi yang berkeadilan dan inklusif.
“Serta memastikan agar tidak ada anak Indonesia yang mengubur mimpinya berkuliah di perguruan tinggi negeri karena kendala finansial,” ucapnya.
Sepakat
Forum Rektor Indonesia mengaku tak masalah dengan keputusan Mendikbudristek Nadiem Makarim yang pembatalan kenaikan UKT pada tahun ini.
Ketua Umum Forum Rektor Indonesia Mohammad Nasih mengatakan, Nadiem telah berkoordinasi dengan perguruan tinggi negeri badan hukum (PTNBH) soal keputusan tersebut.
“Sudah, kami para Rektor PTNBH sudah bertemu dan berkoordinasi dan oke saja,” kata Nasih, Selasa (28/5).
Ia menerangkan bahwa UKT pada PTN-BH ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Pembatalan kenaikan UKT mesti dilakukan dengan SK Rektor.
“Saya kira para rektor akan melaksanakan apa-apa yang menjadi kebijakan Mas Menteri. Tentu dengan membuat SK Rektor tentang UKT yang baru yang bisa saja sama dengan UKT tahun-tahun sebelumnya,” ucapnya.
Rektor Universitas Airlangga itu menilai, sejatinya tidak ada masalah dengan UKT yang ditetapkan pada tahun-tahun sebelumnya.
Apalagi jika Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) dicabut.
“Harapannya tentu yang sudah ditetapkan untuk mahasiswa baru SNBP 2024 tidak ikut berubah, kecuali bagi yang keberatan dan minta keringanan, tentu patut diakomodasi dan dipertimbangkan setelah diverifikasi ulang,” ujar Nasih.
“Di Universitas Airlangga insyaAllah tidak ada masalah dan siap 100 persen,” imbuhnya.
Dicabut
Sementara itu, Staf Khusus Presiden Bidang Inovasi Pendidikan dan Daerah Terluar, Billy Mambrasar, meminta Permendikbud Ristek nomor 2/2024 dicabut.
“Mencabut Permendikbud Ristek nomor 2/2024 dan Kepmendikbudristek No.54/2024,” ujar Billy dalam keterangannya, Selasa (28/5).
Selain itu, Billy meminta adanya pembaharuan UU Pendidikan Tinggi, mengingat saat ini UU tersebut sudah cukup lama, yakni UU nomor 12 Tahun 2012. Salah satu isi dari UU nomor 12 tahun 2012, yakni pasal 76 ayat (3) menjabarkan adanya ‘Student Loan’ yang disediakan oleh negara. Student loan ini diberikan dan dijamin oleh negara, tanpa bunga, dan dibayarkan nanti oleh mahasiswa, saat mereka sudah lulus dan bekerja.
“Salah satu pokok dari pembaruan UU adalah menambah anggaran Pendidikan Tinggi yang saat ini hanya 1,6 % dari APBN yang di kelola oleh Kemendikbudristek, ini jauh lebih rendah dari rekomendasi UNESCO, yakni 2 % dari APBN, agar anggaran kita menjadi lebih tinggi, melihat jumlah proporsi anggaran Singapura, Jepang, dan Amerika yang jauh lebih tinggi dari Indonesia,” tegas Billy.
Kemudian, Billy merekomendasikan agar pemerintah mengarahkan alokasi sebagian dana dari LPDP untuk dipergunakan bagi pemenuhan kebutuhan Pendidikan Tinggi. Ia turut meminta Kemendikbud Ristek menghentikan KIP Kuliah jalur aspirasi.
“Menghentikan program beasiswa KIP Kuliah jalur aspirasi yang disalurkan oleh oknum dan kelompok individu tertentu,” tegasnya.
Terakhir, Billy meminta Kemendikbud Ristek menyusun sistem Key Performance Indikator (KPI) dari rektor-rektor berbadan hukum PTN BH agar juga memiliki tanggung jawab kreatifitas menyusun dan mencari sumber anggaran sendiri, sehingga tidak membebankan biaya pengembangan institusi yang sering disebut sebagai IPI, kepada UKT.
“Rektor-rektor ini dapat mencari anggaran dengan memaksimalkan aset kampus, pengelolaan dana abadi kampus, atau kerjasama industri, dan kerjasama dengan badan Internasional. Dengan pemasukan tersebut, kampus tidak perlu lagi menaikkan UKT atau biaya Pendidikan Tinggi,” tambah Billy.
Hapus
Terpisah, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matra menilai pembatalan kenaikan UKT harusnya dibarengi dengan pencabutan Permendikbudristek No.2 tahun 2024 dan komitmen untuk mengembalikan status Perguruan Tinggi Negeri berbadan hukum (PTN-BH) menjadi PTN.
Tanpa dua hal itu, menurut dia, UKT akan tetap naik di kemudian hari. Ini diperkuat oleh pernyataan pemerintah yang membuka peluang kenaikan UKT pada tahun depan.
“Selama UU Pendidikan Tinggi No.12 tahun 2012 tidak dicabut, maka semua PTN akan berstatus menjadi PTN-BH, dan ini berakibat pada pengalihan tanggung jawab pembiayaan pendidikan, yang menyebabkan UKT mahal,” kata Ubaiddalam keterangan tertulis, Selasa (28/5).
Ubaid mengatakan pangkal masalah dari UKT mahal adalah status perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN BH). Status itu mempersilakan kampus-kampus negeri mencari pembiayaan sendiri, termasuk dengan menaikkan tarif UKT.
Dia curiga pemerintah akan terus menyerahkan biaya kuliah ke mekanisme pasar. Padahal, anggaran pendidikan di APBN mampu menyubsidi biaya kuliah.
“Sebenarnya, anggaran pendidikan sebesar Rp665 triliun di APBN 2024 itu sangat mungkin dan leluasa untuk dialokasikan dalam pembiayaan pendidikan tinggi,” ucapnya.(**)