Rektor Asing Bukan Solusi Tepat
Pendidikan Tinggi | Daya Saing PTN di Tingkat Internasional Rendah
Di perguruan tinggi negeri sudah banyak orang pintar yang kualitasnya sama bahkan melebihi tenaga asing.
JAKARTA – Rencana pemerintah merekrut rektor perguruan tinggi negeri (PTN) dari luar negeri atau asing dinilai sangat kontraproduktif dengan misi Presiden Joko Widodo memajukan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam negeri. Selain itu, rencana itu, belum tentu sesuai kebutuhan perguruan tinggi di dalam negeri.
“Seorang rektor harusnya memiliki orientasi tentang kondisi kampus secara khusus dan secara umum memahami kondisi pendidikan di Indonesia. Hal ini yang akan menjadi kendala ketika kampus dipimpin oleh rektor dari luar negeri,” kata Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, di Jakarta, Selasa (23/7).
Ia menilai rencana merekrut rektor asing merupakan kebijakan atau langkah ngawur dan berlebihan. Bahkan, kebijakan tersebut tidak menyelesaikan masalah.
Menurutnya, masih banyak masalah yang harus dibenahi di sektor perguruan tinggi, ketimbang mendatangkan rektor asing. Beberapa permasalahan tersebut, di antaranya posisi perguruan tinggi yang masih seperti menara gading, kualitas dosen, sampai lulusan perguruan tinggi belum sesuai dengan kebutuhan industri.
Ia menilai meski ada rektor asing memimpin kampus, tetap tidak akan berdampak positif selama elemen kampus belum memiliki kapabilitas.
Ubaid menyebut meski beberapa negara menerapkan sistem rektor dari asing, tapi hal itu masih belum sesuai jika harus diterapkan di Indonesia. “Tidak semua solusi bisa diterapkan di tiap negara karena masalah yang berbeda-beda,” tandasnya.
Anggota Komisi X DPR, Djoko Udjianto, menilai rencana perekrutan rektor asing harus dilihat secara lebih objektif. Menurutnya, wacana tersebut boleh dilakukan jika diterapkan di perguruan tinggi swasta. “Di perguruan tinggi negeri sudah banyak orang pintar yang kualitasnya sama bahkan melebihi tenaga dari luar negeri,” ujarnya.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, khawatir kebijakan tersebut bisa berpengaruh terhadap proses mekanisme pemilihan rektor. Menurutnya, kebijakan tersebut bisa menimbulkan ketidakesetaraan bagi akademisi dalam negeri.
Ia juga menyebut proses pemilihan rektor di Indonesia belum didasarkan pada kecakapan dan kemampuan.
“Di Indonesia bila calon rektor tidak menghadap sana sini, bahkan melakukan kompromi-kompromi politik, sulit untuk yang bersangkutan dapat menjadi rektor,” jelasnya.
Tingkatkan Kualitas
Secara terpisah, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mendukung rencana pemerintah merekrut rektor dari luar negeri untuk memimpin perguruan tinggi. Menurutnya, rencana tersebut sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
“Cara kita mengelola dan memimpin sistem pendidikan di Indonesia itu, kita harus terbuka terhadap pemikiran-pemikiran maupun praktik yang hasilnya baik,” katanya usai menghadiri Dies Natalis Ke-38 Universitas PGRI Semarang, di Semarang, Selasa (23/7).
Menurut dia, hal tersebut merupakan bagian dari proses belajar yang membutuhkan waktu atau long life learning.
Sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir, menyatakan bahwa pihaknya segera menindaklanjuti rencana Presiden Joko Widodo yang akan merekrut rektor asing di Indonesia mulai 2020.
“Dalam waktu dekat kami akan melakukan pemetaan terkait dengan berbagai peraturan yang mendukung maupun yang tidak mendukung rencana tersebut, termasuk melakukan penyederhanaan,” katanya.
Selain itu, Kemristekdikti juga akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan terkait dengan anggaran perekrutan rektor dari luar negeri agar tidak mengganggu keuangan perguruan tinggi yang bersangkutan.
Ia menyebutkan salah satu latar belakang rencana perekrutan rektor dari luar negeri tersebut adalah jumlah perguruan tinggi di Indonesia yang mempunyai daya saing di tingkat internasional itu relatif sangat sedikit.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.