Polemik wacana anggaran pendidikan berbasis pendapatan negara, apa saja yang perlu kita ketahui?

0
41

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Abdullah Ubaid Matraji menyayangkan kasus penculikan, pencabulan anak, dan kekerasan di lembaga pendidikan, masih kerap terjadi.

’’Kekerasaan tidak cuma di pesantren, tapi juga di sekolah. Harusnya menjadi penurunan,’’ ujarnya ditemui NUOB, di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (5/10/2024).

Merurut wakil ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Tangerang Selatan itu, hal tersebut dipicu dari mindset yang salah.’’Padahal, kekerasan bukan metode penyelesaian masalah untuk bisa mendisiplinkan anak,’’ yakin ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Tangerang Selatan itu. Dia menyebut antara lain mindset feodal.

’’Sekolah atau tenaga pendidik, seakan-akan atasan lalu siswa adalah bawahan, yang bisa diapakan sesuka-sukanya. Itu nggak boleh. Jadi semestinya sekolah menjadi institusi inklusif yang berkeadilan bagi semua,’’ ungkapnya. Terkait kekerasan seksual, lanjutnya, juga tak lepas karena mindset patriarki.

’’Selalu memandang rendah posisi perempuan di mata laki-laki, sehingga korbanya adalah kaum perempuan, dan kekerasan seksual akan mendominasi pada tingkat kriminalitas,’’ jelasnya. Sampai hari ini belum ada sistem pencegahan.’’Seperti sistem edukasi di sekolah sampai perlindungan yang menjamin pada pelopor dan saksi,’’ ujar pria yang berdomisi di Tangerang Selatan itu.

Sebagai ilustrasi, saat korban mau melapor, lanjutnya, perlu ada yang menjamin pelapor atau saksi akan baik-baik saja. ’’Justru yang ada, yang lapor bisa masuk bui.

Karena dianggap pencemaran naik baik, sebab kita belum mempunyai sistem perlindungan terhadap korban, sistem perlindungan terhadap saksi, sistem pelaporan yang menjamin laporan itu kepada siapa? Laporan ditindaklanjuti apa nggak?,’’ ungkapnya dengan nada tanya. Sehingga dari kekerasan jenis satu ke jenis yang lain, bisa dengan bebas bergerak.

Bisa bertambah jumlahnya, karena mindset yang salah dan tidak adanya sistem perlindungan yang jelas. ’’Kasus terbaru, di Kalimantan Selatan, kepala sekolah merokok di ruangan dalam acara forum pertemuan guru-guru. Ditegur sama guru, yang sebenarnya salah siapa? Padahal secara perundangan-undangan merokok salah, apalagi di ruangan ber-AC. Tapi faktanya justru gurunya dikeluarkan,’’ terangnya.

Lebih-lebih jika kasusnya adalah murid di sekolah dengan kepala sekolah.’’Tidak punya kekuatan untuk melaporkan kasus, dan tidak adanya jaminan sistem perlindungan pada pelapor atau pun saksi,’’ imbuhnya. Seperti diberitakan, di antara kekerasan tersebut terjadi pada 16 September 2024.

’’Kurang lebih pukul 11.00 WIB, di kamar 23 gedung asrama putra, pada salah satu pesantren di Sukoharjo, Jawa Tengah. “KPAI menyampaikan duka mendalam kepada keluarga korban. Korban meninggal adalah santri berinisial AKP (13), akibat kekerasan yang dilakukan kakak kelas berinisial MG (15),” kata Komisioner KPAI Aris Adi Leksono, Kamis (19/9/2024), dilansir NU Online.

Baca Juga Respons Penculikan dan Pencabulan Anak, Ini Imbauan MUI Tangsel Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono menyesalkan berulangnya tindak kekerasan terhadap anak di lingkungan pondok pesantren yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Menurutnya, kasus ini harus ditindak tegas dan serius.

Di Tangerang Selatan (Tangsel), Polres Tangsel mengamankan pria berinisial M (39), guru ngaji di Ciputat, Tangsel, karena diduga mencabuli 8 muridnya. “Tersangka mengajak dan menyampaikan kata-kata bohong ke korban dengan mengatakan dapat membuka aura dan mata batin,’’ ujar Kasat Reskrim Polres Tangerang Selatan AKP Alvino Cahyadi dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (3/10/2024). Baca Juga Kasus Penculikan Anak, Disdikbud Tangsel Mengeluarkan Edaran Wakapolres Tangerang Selatan Kompol Rizkyadi Saputro menambahkan, modus tersebut dilakukan dengan syarat para korban bersedia melakukan tindakan asusila.

Saat ini pelaku M telah ditetapkan sebagai tersangka. Di bagian lain, penculikan anak beberapa kali terjadi di Tangsel. Di antaranya, salah satu siswi kelas 3 C SDN Serua Indah 01. NUOB sudah mengonfirmasi terkait hal tersebut kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel.

’’Benar,’’ jawab Sekretaris Disdikbud Pemkot Tangsel Muslim Nur, Selasa (24/4/2024) pagi. Dia juga membenarkan bocah tersebut sudah dikembalikan ke keluarganya. Sebelumnya, dua pelajar sekolah dasar di Pamulang dan Jombang, Tangsel, diduga menjadi korban penculikan dan pelecehan seksual. Korban diculik dengan modus serupa dalam waktu dan di sekolah yang berbeda pada Agustus 2024.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak Tangsel Tri Purwanto mengatakan, pelaku berpura-pura menjadi anggota keluarga yang mengabarkan kecelakaan kepada korban. ’’Korban dijemput setelah sekolah dan baru dikembalikan sekitar pukul 21.00 WIB,’’ terangnya, Rabu (4/9/2024).

Kepala Satuan Reskrim Polres Tangerang Selatan AKP Alvino Cahyadi mengatakan, pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka. “Modusnya pelaku diduga mengajak korban ikut dengan pelaku dengan iming-iming sejumlah uang sehingga korban tertarik,” katanya, Rabu (11/9/2024).

Comments are closed.