
Polemik MBG Pakai Hampir Setengah Anggaran Pendidikan
Prabowo klaim program Makan Bergizi Gratis (MBG) tingkatkan prestasi siswa, tapi menuai kritik soal alokasi anggaran pendidikan dan efektivitasnya.
PRESIDEN Prabowo Subianto menyampaikan pidato mengenai RAPBN 2026 beserta nota keuangan dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada 15 Agustus 2025. Dalam kesempatan itu, Prabowo menegaskan bahwa sejumlah program andalannya, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Desa Merah Putih, sekolah rakyat, serta layanan cek kesehatan gratis, telah memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Prabowo menyebutkan, program MBG telah dirasakan oleh 20 juta penerima manfaat, sementara layanan cek kesehatan gratis sudah menjangkau lebih dari 17 juta orang. Revitalisasi sekolah juga telah dilakukan di lebih dari 13.000 sekolah dan madrasah, serta sekolah rakyat yang telah berdiri sebanyak 100 unit.
Prabowo menegaskan, program MBG tidak hanya sekadar bantuan sosial, tetapi menjadi landasan untuk membangun generasi yang sehat, cerdas, dan produktif. Saat ini telah berdiri 5.800 Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi di 38 provinsi. Ia juga mengklaim, program tersebut berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani serta menyerap sekitar 290 ribu tenaga kerja. “MBG turut menggerakkan perekonomian desa,” ujar Prabowo.
Ia juga sempat menyampaikan, pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp 757,8 triliun untuk sektor pendidikan dalam APBN 2026. Besaran tersebut disebut sudah sesuai dengan aturan mandatory spending, yaitu minimal 20 persen dari total anggaran negara.
Presiden RI itu mengklaim alokasi dana pendidikan pada masa pemerintahannya menjadi yang terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut Prabowo, peningkatan anggaran ini diharapkan mampu mendorong terwujudnya sistem pendidikan yang lebih berkualitas.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, menilai Presiden Prabowo lebih memilih mengalokasikan anggaran pendidikan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) ketimbang menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sekolah tanpa pungutan biaya.
“Sebanyak 44,2 persen anggaran dialihkan untuk MBG, bukannya melaksanakan putusan sekolah gratis. Ini jelas menabrak konstitusi,” kata Ubaid dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Ahad, 17 Agustus 2025.
Ubaid mengingatkan, kewajiban pemerintah tersebut telah ditegaskan MK melalui dua putusan, yakni perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024 pada 27 Mei lalu, serta putusan Nomor 111/PUU-XXIII/2025 pada 15 Agustus 2025.
Menurut Ubaid, penyebutan berulang putusan itu seharusnya menjadi tanda kuat bagi pemerintah untuk segera merealisasikannya, bukan justru mengalihkan hampir setengah anggaran ke program yang tidak diamanatkan konstitusi. Ia menegaskan Pasal 31 UUD 1945 menyatakan setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan, dan pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar. “Konstitusi kita tidak pernah memerintahkan makan gratis,” ujarnya.
Dosen Ekonomi Universitas Jember Adhitya Wardhono, menilai program MBG untuk penanganan stunting merupakan langkah strategis, namun masih menyisakan tantangan besar pada tahap pelaksanaan.
“Alokasi MBG sebesar Rp 335 triliun untuk mengatasi stunting dan meningkatkan kualitas SDM Indonesia adalah langkah penting, tetapi tantangan utamanya terletak pada efektivitas implementasi di lapangan,” ujar Adhitya.
Ia menekankan, besarnya anggaran tersebut perlu dibarengi dengan pengawasan ketat agar distribusinya tepat sasaran, mutu makanan terjamin, serta benar-benar mendorong pemberdayaan UMKM dan penguatan ekonomi lokal.