Peringati Hardiknas, JPPI: Pendidikan Indonesia Masih Gagap Hadapi Bencana

0
534

Jakarta, Beritasatu.com – Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji mengatakan, menjalankan pendidikan jarak jauh (PJJ) pada situasi pandemi Covid-19 ini membelalakkan mata. Pasalnya, layanan pendidikan di Indonesia masih gagap menghadapi bencana. Padahal, Indonesia merupakan negara yang rawan bencana.

Menurut Ubaid, seharusnya pemerintah mampu menghadapi situasi ini sejak awal. Namun, pemenuhan hak pendidikan bagi warga negara belum menjadi sektor utama dalam situasi darurat. “Mengabaikan sektor pendidikan di kala bencana adalah kelalaian fatal yang mengundang bencana berikutnya yang lebih destruktif,” kata Ubaid dalam keterangan pers Memperingati Hari Pendidikan Indonesia, Sabtu (2/5/2020).

Untuk itu, Ubaid mendorong pemerintah melakukan peningkatan kompetensi guru. Menurut dia, mau tidak mau, situasi ini akan menjadi hal baru yang harus dibiasakan. Pembelajaran tidak harus dilakukan dengan tatap muka di dalam kelas, tapi bisa dilakukan di manapun dengan menggunakan sumber-sumber belajar yang beragam.

“Ini menjadi momentum untuk meng-upgrade kompetensi para guru untuk dapat melakukan proses-proses pembelajaran secara fleksibel, kreatif, dan inovatif,” ujarnya.

Selain kompetensi guru, Ubaid menyoroti, kurikulum pembelajaran saat ini yang masih mengacu pada pendidikan normal. Akibatnya, guru harus mengajar setiap hari, anak-anak mengerjakan tugas banyak setiap hari, dan juga orang tua harus mendampingi anak setiap hari.

Menurut Ubaid, perlu adanya reformasi kurikulum darurat. Pemerintah harus membuat pedoman dan kurikulum pembelajaran pada saat pandemi. Pasalnya, hal Ini penting supaya belajar tetap dapat dilakukan dengan menyenangkan, tidak membuat anak stres, dan ada capaian target-target yang terukur. “Kalau situasi normal sekolah biasa ada target harian, nah di saat darurat, target-targetnya bisa dirancang model mingguan bahkan bulanan,” ujarnya.

Selanjutnya, Ubaid menyoroti kebijakan pemerintah yang tidak menjadikan pendidikan bagian penting dalam dalam penanggulangan Covid-19. Seperti diketahui, pemerintah mengalokasikan dana darurat sekitar Rp 405 triliun untuk penanggulangan wabah Covid-19 yang menyasar banyak bidang itu. Sayangnya, bidang pendidikan tidak termasuk. Bahkan, dana pendidikan di Kemdikbud dan Kemag dipangkas dan direalokasikan untuk sektor lain.

Menurut Ubaid, kebijakan pemerintah ini akan berdampak beberapa hal. Pertama, ancaman putus sekolah. Ubaid menyebutkan, angka kemiskinan naik tajam dalam situasi seperti ini. Tentu ini akan berdampak pada kemampuan orang tua untuk menyekolahkan anaknya.

“Buat makan saja susah, apalagi buat bayar sekolah. Sebab, sekolah kita masih saja banyak bayar pungutan ini dan itu. Mendapatkan akses sekolah adalah hak dasar warga negara, jadi ini harus dijamin, jangan malah diabaikan,” ujarnya.

Kedua, ancaman sekolah gulung tikar. Ubaid menyebutkan, pendidikan Indonesia didominasi sekolah swasta. Maka, sangat perlu dibantu. Apalagi berdasarkan hasil jejak pendapat, Kemdikbud, 2020, hampir 56 persen sekolah swasta di Indonesia mengalami kesulitan biaya operasional. “Kalau ini dibiarkan, ada banyak guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik, yang terlantar,” ujarnya.

Untuk mencegah hal ini, Ubaid mendorong perpercepatan birokrasi pencairan dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan tambah anggaran pendidikan. Sebab, dana pendidikan juga disalurkan kepada para penerima manfaat yang terdampak Covid-19 melalui institusi pendidikan.

“Jadi, harusnya dana pendidikan itu ditambah, bukan malah disunat. Bahkan dana BOS saat ini, masih banyak yang belum cair, karena birokrasi yang masih rumit,” katanya.

Ubaid menambahkan, pemerintah juga harus menyiapkan skema bantuan sosial (bansos) khusus untuk guru honorer. Sebab, mereka termasuk orang yang paling terdampak dalam institusi pendidikan.

“Jangan ambilkan gaji guru honorer dari dana BOS, apalagi masih banyak yang susah cair. Ini akan mengurangi biaya operasional untuk menunjang proses pembelajaran. Harusnya, ada skema bansos khusus untuk guru honorer,” pungkasnya.

Leave a reply