
Bupati Jember dr. Hj. Faida, MMR. dalam sebuah talkshow RRI baru-baru ini. Analis mengatakan , Sekolah-sekolah di Kabupaten Jember termasuk SMK dijadikan program percontohan nasional, seperti beberapa wilayah lain di timur Jawa, Jember merupakan kawasan cukup potensial guna dikembangkan sebagai pusat industri padat didukung pula dengan SDM berbasis skill yang cukup. Jawa Timur salah satu provinsi dengan tatakelola pendidikan yang baik di tanah air, selain memiliki keunggulan sektor pertanian, perikanan dan pariwisata yang cukup menjanjikan di masa depan/JEMBERKABGOID
Mengapa Pengangguran Terbanyak Justru Lulusan SMK?
Jakarta — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2018 adalah sebanyak 133,94 juta orang. Adapun angka tersebut meningkat 2,39 juta dari jumlah angkatan kerja pada Februari 2017.
Apabila dirinci lebih lanjut, angka sebesar 133,94 juta orang itu terdiri dari 127,07 juta orang yang merupakan penduduk bekerja, sedangkan 6,87 juta orang dikategorikan sebagai pengangguran.
“Dalam setahun terakhir, pengangguran berkurang 140 ribu orang, sejalan dengan TPT [Tingkat Pengangguran Terbuka] yang turun menjadi 5,13 persen pada Februari 2018,” kata Kepala BPS, Suhariyanto dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Senin (7/5/2018).
TPT sendiri merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar. Berdasarkan data BPS itu, TPT untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah yang tertinggi dibandingkan tingkat pendidikan lain. Besarannya mencapai 8,92 persen.
Kendati masih menjadi yang tertinggi, akan tetapi persentase TPT untuk level pendidikan SMK itu sudah turun sekitar 2,49 persen ketimbang data yang dirilis pada Agustus 2017. Kala itu, persentasenya mencapai 11,41 persen.
Direktur Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Bakrun tidak sepenuhnya setuju pada anggapan bila kualitas pendidikan SMK menyebabkan lulusannya menyumbangkan jumlah pengangguran terbesar. Menurut Bakrun, besaran persentase yang disampaikan BPS itu seharusnya bisa dimaknai bahwa ada fenomena tersendiri pada lulusan SMK.
“Persentase itu, kan, bukan angka kuantitatif. Jadi seharusnya perlu dilihat juga persentase dalam lima tahun terakhir. Tidak akan mungkin langsung berubah, tapi dari tren yang terlihat ada penguatan pada lulusan SMK,” kata Bakhrun kepada Tirto, Selasa (8/5/2018).
Menurut Bakhrun, pemerintah saat ini telah merancang kurikulum yang sesuai dengan keinginan industri. Tak hanya itu, pihaknya juga terus menjalin kerja sama dengan industri guna meningkatkan peluang kerja bagi lulusan SMK.
Akan tetapi, Bakhrun tidak menampik bahwa lulusan SMK saat ini cenderung lebih ingin diakui sehingga ekspektasinya kepada lapangan kerja pun semakin tinggi. Oleh karena itu, Bakhrun menilai lulusan SMK menjadi kian selektif dalam urusan mencari kerja ketimbang mereka yang lulusan SD maupun SMP.
“Kalau dikatakan adanya mismatch, sebenarnya sudah sejak dulu untuk perguruan tinggi juga tidak ada yang match kecuali untuk yang memang (menempuh pendidikan) profesi,” kata Bakhrun.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.