Lingkaran Kekerasan di Sekolah Harus Diputus
JAKARTA (HN) –Tindak kekerasan dalam sejumlah bentuk masih menghantui siswa di sekolah. Hal ini antara lain mengemuka dari evaluasi Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) terkait pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) Tahun Ajaran 2018/2019.
“Tindak kekerasan terjadi karena panitia MPLS juga korban kekerasan oleh senior sebelumnya. Maka lingkaran tersebut tentu harus diputus,” kata Koordinator Advokasi dan Investigasi JPPI Nailul Faruq kepada HARIAN NASIONAL, Senin (6/8).
Faruq menjelaskan, JPPI menerima 210 aduan menyangkut tindak kekerasan dan pelanggaran aturan dalam MPLS pertengahan Juli lalu. Menurut dia, tindak kekerasan secara verbal mendominasi aduan.
“55 persen aduan yang diterima JPPI adalah kekerasan verbal terbanyak. Sebelumnya kekerasan fisik,” ujar Faruq.
Faruq menjelaskan, kekerasan secara verbal itu antara lain berupa pembentakan dengan dalih pendisiplinan, interogasi, dan tindakan semena-mena melalui ucapan kepada siswa baru.Minimnya publikasi dan informasi mengenai jadwal dan kegiatan MPLS turut menjadi persoalan yang banyak dikeluhkan orangtua. Pihak sekolah seharusnya tegas terkait aturan dan memberikan pembekalan tepat kepada panitia MPLS.
“Peraturan MPLS jelas tertuang pada Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016. Namun, dinas pendidikan dan sekolah tidak memperhatikan kebijakan tersebut. Dinas pendidikan juga kurang tegas memberikan sanksi kepada sekolah yang ketahuan melakukan tindak kekerasan saat MPLS,” sesal Farruq.
Sedangkan, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menilai, pelaksanaan MPLS secara umum berjalan baik. Sosialisasi dan kampanye larangan melakukan kekerasan cukup gencar.
“Pihak sekolah sudah diwanti-wanti dinas pendidikan agar tidak melakukan kekerasan,” ujarnya.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima laporan dugaan kekerasan saat MPLS pada salah satu sekolah di Bali.
“Diduga kuat (tindak) kekerasan itu menimbulkan satu korban, tapi pelapor bukan orangtua korban tersebut,” kata Komisioner KPAI Retno Listyarti.
Dia berujar, korban diduga kelelahan berat setelah melaksanakan berbagai tugas individu selama MPLS. Namun, menurut Retno, orangtua korban, mengikhlaskan dan tidak mempersoalkannya.
“Dugaan ini tentu perlu didalami,” katanya.
Retno mengungkapkan, kekerasan terhadap peserta didik baru juga bisa berbentuk berbagai tugas yang menguras waktu, tenaga, dan pikiran. Tugas ini terdiri dari tugas individu maupun kelompok.
“Sehingga membuat siswa kurang tidur dan kelelahan fisik.”
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.