Kecurangan PPDB, Mengapa Sanksi Dibebankan ke Anak Didik?
Sanksi untuk pelaku kecurangan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tidak pernah dilakukan dengan serius.
Pengamat pendidikan dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji mempertanyakan mengapa sanksi kecurangan PPDB dibebankan kepada calon siswa bukan pihak yang terlibat tindakan tersebut.
“Seperti tahun ini, ya, ada beberapa daerah yang sudah menerapkan. Ketika terjadi kecurangan maka anaknya dicoret. Pertanyaan saya adalah, kenapa yang dicoret anaknya? Padahal anaknya ini mau sekolah, dia punya hak untuk sekolah,” ujar Ubaid kepada KBR, Kamis, (28/6/2024).
Kondisi ini menurutnya, jadi bukti bahwa sanksi untuk pelaku kecurangan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tidak pernah dilakukan dengan serius.
“Bagaimana dengan keterlibatan oknum di sekolah? Bagaimana keterlibatan dinas? Bagaimana keterlibatan misalnya oknum guru? Bagaimana keterlibatan orang-orang lain terkait dengan pemalsuan administrasi yang lain, pemalsuan titik koordinat, itu kan nggak mungkin hanya dilakukan oleh peserta didik,” ujarnya.
Ubaid Matraji mengungkap, persoalan kecurangan ada pada sistem PPDB yang masih bersifat kompetisi. Menurutnya, panitia PPDB di zona tertentu semestinya melakukan riset kebutuhan kuantitas siswa baru dengan kursi yang bisa disiapkan sekolah.
Dia bilang, kondisi ini juga melenceng dari tujuan utama sistem zonasi yang ingin memberikan kesempatan setara bagi calon peserta didik.
“Panitia PPDB itu panitia bersama gitu. Jadi zonasi itu bukan kriteria seleksi, zonasi itu adalah untuk memastikan antara siswa yang mau sekolah dengan daya tampung yang ada di sekolah itu balance gitu. Sehingga semua anak di zona itu dipastikan tidak ada satupun yang enggak dapat bangku,” katanya.
31 Calon Siswa Dicoret
Sebelumnya, sejumlah kecurangan PPDB terjadi di berbagai daerah. Salah satunya di Bandung, Jawa Barat. Pemprov Jawa Barat mencoret 31 siswa atau calon peserta didik (CPD), karena melanggar aturan domisili PPDB 2024.
Menurut Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, pencoretan puluhan siswa itu bukti keseriusan penegakan aturan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) 2024.
“Ini kan pelanggaran domisili, ini saya sampaikan berkali-kali kami serius dalam PPDB kali ini. Jadi, kami hanya ingin meletakan dasar aturan dengan baik. Jangan mengakali kalau memang tidak domisili di situ, ya, jangan bikin KK (kartu keluarga) di situ,” ujar Bey Machmudin di Bandung, Senin (24/6/2024).
Kata dia, meski sudah dinyatakan lolos, Dinas Pendidikan Jabar masih bisa menganulir CPD jika ditemukan pelanggaran.
“Intinya kami serius dalam PPDB ini. Walaupun sudah pengumuman kelulusan itu masih bisa kami anulir kalau memang terbukti ada pelanggaran termasuk pelanggaran domisili,” ujar Bey.
Bey menambahkan, usai pembatalan, Disdik Jabar akan berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.
Bey meminta masyarakat juga menaati aturan PPDB yang berlaku dan tidak menyiasiati dengan cara curang.
“Yang pasti dianulir dulu setelah itu kami berkoordinasi dengan Disdukcapil bagaimana agar jangan sampai terulang. Masyarakat juga jangan mengakali kalau memang tidak domisili di situ, ya, jangan bikin KK di situ,” kata Bey.
Bey menjelaskan, aturan zonasi adalah menghitung jarak dari sekolah ke rumah secara garis lurus. Artinya, meskipun jalur dari rumah ke sekolah harus melewati jalan berputar, namun akan tetap dihitung lebih dekat karena ditarik garis lurus.
“Ada orang tua yang merasa rumahnya sudah dekat, tapi ada yang lebih dekat lagi. Aturan zonasi itu betul-betul kami hitung dan itu bukan dihitung belok-beloknya, tapi garis lurus dari sekolah ke rumah, jadi walaupun rumahnya bersebelahan tapi berputar karena tidak ada jalan tetap dia yang lebih dekat karena ditarik garis lurus,” jelas Bey.